St. Monika
Doa dan Air Mata selama 20 Tahun
Pernahkah kalian berdoa memohon sesuatu dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, tetapi tampaknya Tuhan belum mengabulkan doa kalian. Kemudian kalian berdoa lagi dengan sungguh-sungguh dan berdoa lagi dan berdoa lagi, tetapi tampaknya belum juga ada tanda-tanda bahwa Tuhan mengabulkan doa kalian. Jika kalian pernah mengalami hal seperti itu, janganlah berputus asa, bersandarlah tetap kepada Tuhan Allah-mu seperti yang dilakukan oleh Santa Monika. Dua puluh tahun lamanya ia berdoa, barulah ia melihat bahwa Tuhan menjawab doanya. Jadi janganlah berputus asa, karena Ia punya suatu rencana yang indah untukmu.
Monika dilahirkan pada tahun 331 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara dari keluarga Kristen yang taat. Leluhurnya bukan penduduk asli Afrika, melainkan perantauan dari Fenisia.
Monika dinikahkan dengan Patrisius, seorang pegawai tinggi pemerintahan kota. Mereka dikaruniai tiga orang anak: Agustinus, Navigius dan Perpetua (yang kelak memimpin biara). Patrisius seorang kafir yang berperangai buruk. Dia biasa pulang dalam keadaan mabuk setiap malam, suka naik pitam dan sering mentertawakan usaha keras Monika untuk mendidik Agustinus menjadi pemuda Kristiani. Meskipun demikian, Monika tidak pernah membantah ataupun bertengkar dengan suaminya.Tak henti-hentinya ia berdoa agar suami dan puteranya segera bertobat dan menerima Kristus.
Monika menanggung segala pencobaan hidupnya dengan sabar, lemah lembut dan berbelas-kasih. Imannya yang kuat beroleh ganjaran tatkala Patrisius pada akhirnya menerima iman Kristiani dan dibaptis setahun sebelum meninggal dunia pada tahun 371. Bahkan ibu Patrisius pun juga dibaptis.
Agustinus, yang kala ayahnya meninggal dunia adalah seorang pemuda berumur tujuhbelas tahun, tidak mau ikut dibaptis. Meski cemerlang dalam studi, perilaku Agustinus yang hidup bersama perempuan, alkohol dan berbagai macam kecanduan, pula terjerumus ke dalam aliran bidaah Manikisme yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme, sungguh tak dapat diterima oleh Monika.
Meski tak ada tanda-tanda bahwa doanya dikabulkan Tuhan, Monika dengan setia tetap berdoa untuk Agustinus dengan setiapkali airmata bercucuran dari matanya. Tuhan mendengarkan keluh kesah Monika dan menguatkannya dengan suatu mimpi. Dalam mimpi itu, Monika melihat dirinya sendiri berada di atas sebuah mistar dari kayu, kemudian datanglah seorang pemuda yang berseri-seri dan bercahaya wajahnya. Pemuda itu bertanya, “Mengapakah ibu bersedih? Apakah yang menyebabkan ibu menangis setiap hari?” Monika menjawab bahwa ia sedih karena tidak tahan melihat kebinasaan Agustinus, puteranya. Maka pemuda itu mengajak Monika untuk melihat dengan seksama. Segeralah terlihat oleh Monika bahwa Agustinus ada bersamanya di atas mistar. Kata pemuda itu, “Di mana engkau berada, ia pun berada.”
Telah lama waktu berlalu sejak mimpinya itu, namun Agustinus masih juga hidup dalam dosa. Oleh karenanya, Monika terus-menerus datang kepada Bapa Uskup memohon-mohon dan mendesak-desak dengan air mata berlinang agar Uskup mau menengok dan menasehati Agustinus. Lama-kelamaan Uskup menjadi jengkel dan kehilangan kesabarannya, sehingga ia berkata, “Pergilah, jangan menggangguku lagi; demi hidupmu tak mungkinlah binasa anak sekian banyak airmata itu!” Monika amat gembira sebab ia percaya pada apa yang dikatakan Bapa Uskup bahwa Agustinus tidak mungkin binasa.
Pada tahun 383 Agustinus bersama Alypius, sahabatnya, hendak berangkat ke Roma dan Milan untuk mengajar. Monika tidak setuju karena waktu itu Roma buruk peradabannya. Di pantai menjelang keberangkatan, Monika menawarkan hanya dua pilihan kepada Agustinus: pulang bersamanya atau Monika ikut dengan Agustinus ke Italia. Dengan tipu daya, Agustinus meninggalkan ibunya seorang diri di kapel Beato Cyprianus yang terletak di tepi pantai, sementara ia dan Alypius berlayar ke Italia.
Monika amat sedih; seorang diri ia menyusul Agustinus ke Italia. Penderitaan berat ditanggungnya terutama karena kapal yang ditumpanginya hampir karam akibat badai. Tuhan menguatkan Monika dengan janji-Nya bahwa ia akan bertemu dengan puteranya sesampainya di Italia.
Monika bersahabat baik dengan St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Ia memohon bimbingan dan bantuan Uskup Ambrosius agar putranya, yang pada waktu itu telah meninggalkan aliran Manikisme, mau meninggalkan juga jalan hidupnya yang sesat. Agustinus mulai tertarik dengan khotbah dan ajaran-ajaran Uskup Ambrosius dan akhirnya dibaptis pada Hari Raya Paskah pada tahun 387. Dan bukan itu saja, Agustinus juga memutuskan untuk hidup selibat dan membaktikan diri pada pelayanan kepada Allah. Kelak di kemudian hari, St Agustinus dikenal tidak hanya sebagai seorang uskup yang mengagumkan, melainkan juga sebagai salah seorang dari para kudus dan para pujangga Gereja Katolik. Inilah puncak jawaban doa Monika.
Dua bulan setelah Agustinus dibaptis, yakni pada bulan Juni tahun 387, Agustinus, Alypius & Monika berencana pulang kembali ke Tagaste, Afrika. Dalam perjalanan pulang mereka singgah di Ostia, dekat muara sungai Tiber. Monika dan Agustinus berdua saja berdiri bersandar pada jendela rumah persinggahan mereka. Mereka terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik mengenai seperti apa kiranya kehidupan para kudus di surga. Diliputi rasa bahagia yang amat sangat Monika berkata kepada Agustinus, “Anakku, bagiku tidak ada lagi yang dapat memukauku dalam kehidupan ini. Apa lagi yang dapat kuperbuat di dunia ini? Untuk apa aku di sini? Entahlah, tak ada lagi yang kuharapkan dari dunia ini. Ada satu hal saja yang tadinya masih membuat aku ingin tinggal cukup lama dalam kehidupan ini, yaitu melihat engkau menjadi seorang Katolik sebelum aku mati. Keinginanku sudah dikabulkan secara berlimpah dalam apa yang telah diberikan Allah kepadaku: kulihat kau sudah sampai meremehkan kebahagiaan dunia ini dan menjadi hamba-Nya. Apa yang kuperbuat lagi di sini?”
Lima hari kemudian Monika jatuh sakit. Kepada kedua puteranya, Agustinus dan Navigius, Monika berpesan, “Yang kuminta kepada kalian hanyalah supaya kalian memperingati aku di altar Tuhan di mana saja kalian berada.” Hanya supaya ia diingat di altar-Mu, itulah keinginannya. Sebab ia telah melayani altar itu tanpa melewatkan satu hari pun. Pada hari yang kesembilan Monika wafat dalam usia 56 tahun.
Santa Monika dihormati sebagai pelindung ibu rumah tangga. Pestanya dirayakan setiap tanggal 27 Agustus.
"Allah Yang Maharahim, hiburlah mereka yang menderita. Airmata Santa Monika menggerakkan belas kasih-Mu untuk mempertobatkan puteranya, Santo Agustinus, kepada iman akan Kristus. Dengan perantaraan doa mereka, tolonglah kami berbalik dari dosa-dosa kami dan memperoleh pengampunan-Mu yang penuh belas-kasihan. Amin."
Sumber: 1. “Augustinus: Pengakuan-Pengakuan”; Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia; 2. berbagai sumber
|