Saya dan Panggilan Religius
APA ITU ORDO RELIGIUS? Kebanyakan dari kita lebih suka jadi orang yang mandiri. Kita tidak suka orang lain mengatakan kepada kita apa-apa yang harus kita lakukan. Kebebasan memang menyenangkan, tetapi juga harus dibayar mahal. Beberapa keputusan yang kita buat membawa dampak yang buruk. Biasanya dampak tersebut tidak terjadi seketika itu juga, namun lambat-laun dampak tersebut akan mendatangkan masalah yang serius bagi kita.
Kebanyakan, masalah diakibatkan oleh ketamakan dan sikap terlalu mementingkan diri sendiri. Oleh sebab itulah sebagian orang memutuskan untuk mencari cara hidup yang lebih baik. Mereka menggabungkan diri dalam suatu komunitas, yaitu sekelompok orang yang saling berbagi apa yang mereka miliki. Mereka menyerahkan segala harta milik mereka masing-masing dan menjadikannya milik bersama. Komunitas yang paling baik adalah kelompok orang yang bergabung bersama berdasarkan iman kepada Tuhan. Biasanya mereka tinggal bersama. Komunitas seperti ini disebut Ordo Religius. Anggota Ordo tidak hanya berbagi harta milik saja, tetapi mereka juga saling menolong agar masing-masing anggota dapat menjalin hubungan yang lebih akrab dengan Tuhan. Hal demikian itu disebut Spiritualitas atau rohaniah. Mereka mengatur segala sesuatu dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan tujuan rohani. Ordo-ordo religius adalah tanda hidup yang mengingatkan kita bahwa ada banyak hal yang lebih penting dari hanya sekedar hidup. Hidup itu suatu perjalanan, bukan tujuan.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA ITU PANGGILAN? Dalam bahasa Inggris panggilan disebut “vocation”. Vocation berasal dari kata Latin “vocare” yang artinya “memanggil”. Tuhan memanggil kita semua untuk ambil bagian dalam pelayanan Kristiani, tetapi Tuhan memanggil sebagian dari kita untuk mengabdikan diri secara istimewa sebagai imam, biarawati dan anggota Ordo atau Tarekat Religius.
Ada suatu kisah menarik dalam Kitab Suci tentang seorang anak laki-laki bernama Samuel. Ia mendengar suara Tuhan memanggilnya di suatu malam. Karena tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, Samuel mohon petunjuk dari seorang nabi yang telah lanjut usianya. Maka berkatalah nabi itu kepada Samuel, “Jika Tuhan memanggilmu lagi, katakanlah, 'Berbicaralah Tuhan, hambamu mendengarkan.'”
Panggilan adalah salah satu cara untuk menjawab panggilan Tuhan. Panggilan berarti mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Tuhan dan umat-Nya. Upahnya tidak seberapa, tetapi ganjarannya sungguh luar biasa. Coba bayangkan kepuasan yang kalian peroleh dari mengabdikan diri kepada Tuhan dengan berbuat baik kepada semua orang setiap hari!
Adakah Tuhan memanggilmu untuk hidup membiara? Satu-satunya cara untuk mengetahui jawaban-Nya adalah dengan berdoa dan mohon petunjuk dari seorang imam atau biarawati. Layakkah engkau? Seseorang pernah mengatakan, jika Tuhan memanggilmu untuk menjadi seorang misionaris, jangan bersikeras menjadi seorang raja.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA PARA IMAM DIPANGGIL “BAPA”? Yesus bersabda, “Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga” (Matius 23:9). Sebagian orang bukan Katolik menggunakan ayat tersebut untuk mengkritik Gereja Katolik karena memanggil para imamnya dengan sebutan “Bapa” (Father, Pater, Padre, Romo, semua istilah tersebut berarti `Bapa').
Tetapi Yesus bukannya melarang kita menggunakan kata 'Bapa', melainkan Ia menghendaki agar kita ingat bahwa Tuhan Allah adalah Bapa yang Paling Sempurna. Sebutan 'Bapa' digunakan untuk menyapa para Imam, Uskup dan Paus. Kata 'Paus' berasal dari bahasa Latin yang berarti Bapa (Yun=Pappas=Bapa). Dahulu semua Uskup disapa dengan sebutan 'papa' atau 'paus'. Sebutan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan rohani para Uskup dengan semua orang yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Para rohaniwan mewakili Bapa Surgawi yang telah menciptakan kita. Jadi, ketika kita berbicara kepada seorang imam, kita sungguh-sungguh sedang berbicara kepada Tuhan melalui hamba-Nya yang tidak sempurna, namun setia, yang mewakili sosok Bapa.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA BEDA IMAM “DIOSESAN” DAN IMAM “RELIGIUS”? Pertama-tama, semua imam adalah orang-orang yang dipanggil secara khusus oleh Tuhan untuk melayani umat-Nya. Karya kerasulan mereka meliputi khotbah / ceramah, pelayanan Sakramen dan sebagai gembala umat.
Para imam diosesan adalah para imam yang tergabung dalam suatu wilayah geografis yang disebut keuskupan. Para imam diosesan berada di bawah kepemimpinan seorang uskup. Mereka ditahbiskan untuk melayani umat dalam wilayah keuskupan, biasanya mereka ditempatkan di suatu daerah tertentu yang disebut paroki. Bekerjasama dengan Bapa Uskup, para imam diosesan melayani kebutuhan rohani umat dan mewartakan Injil di wilayah tersebut.
Para imam religius, yang adalah anggota suatu komunitas religius, melaksanakan pelayanan imamat mereka sesuai dengan SPIRITUALITAS dan MISI komunitas religius mereka. Contoh komunitas religius adalah Serikat Sabda Allah (SVD) dan Passionis (CP). Para imam religius terikat pada kelompok religius mereka oleh kaul yang mereka ucapkan. Karya pelayanan mereka adalah seluas misi komunitas religius. Mereka dapat berkarya di wilayah sini atau sana; mereka dapat ditugaskan di manapun sesuai yang ditetapkan pimpinan biara bagi mereka. Jadi, para imam religius tidak terikat oleh wilayah tertentu. Di manapun mereka berkarya, para imam religius melaksanakan pelayanan imamat mereka sesuai spiritualitas dan misi komunitas religius mereka. Passionis didirikan oleh St. Paulus dari Salib untuk senantiasa menghidupkan kenangan akan Sengsara dan Wafat Kristus. Serikat Sabda Allah (SVD) didirikan oleh St. Arnoldus Janssen untuk dengan semangat kasih kepada Allah Tritunggal mewartakan Sabda Allah. Baik para imam Passionis maupun SVD melaksanakan karya kerasulan mereka dengan berbagai macam cara dan di berbagai macam negara di segenap penjuru dunia.
BAGAIMANA SEORANG USKUP DIPILIH? Pada jaman Romawi kuno, para raja membagi kerajaannya ke dalam wilayah-wilayah politik yang disebut “diosis”. Diosis (atau Keuskupan) berasal dari bahasa Yunani yang artinya “pembagian administratif”. Seorang gubernur memimpin setiap Diosis. Diosis kemudian dibagi-bagi lagi ke dalam wilayah-wilayah yang disebut provinsi.
Setelah jatuhnya Roma pada tahun 476, Gereja Katolik mengambil alih sistem tersebut. Provinsi kemudian pada akhirnya merupakan kumpulan beberapa diosis.
Dahulu, sebagian besar uskup dipilih langsung oleh umat. Dalam suatu kasus yang amat terkenal, St. Ambrosius dipilih menjadi Uskup Milan, Italia, bahkan sebelum ia dibaptis! Pada waktu itu St. Ambrosius adalah seorang gubernur propinsi yang datang ke tempat pemilihan untuk menjaga ketenangan serta keamanan pemilihan. Seorang anak kecil melihatnya dan mulai berteriak-teriak, “Ambrosius, Uskup; Ambrosius, Uskup.” Banyak orang mendukung Ambrosius. St. Ambrosius cepat-cepat dibawa untuk mengikuti segala upacara dari seorang yang belum dibaptis hingga menjadi seorang Uskup hanya dalam waktu delapan hari!
Sejak abad kesebelas, uskup selalu ditunjuk oleh Paus. Tentu saja, Paus mengandalkan pendapat-pendapat provinsi setempat serta berbagai kalangan pejabat Vatikan. Jika seorang uskup mengundurkan diri, dipindah tugaskan atau meninggal, para uskup dalam provinsi berunding bersama untuk mengajukan seorang pengganti. Pemimpin provinsi adalah seorang Uskup Agung. Uskup Agung menemui kelompok uskup tersebut serta memilih seorang calon untuk diajukan sebagai uskup baru. Nama calon tersebut dikirim ke Vatikan. Kecakapan calon atau pun para saingannya tidak pernah dinyatakan secara umum. Paus menentukan pilihan akhir. Vatikan meminta persetujuan calon yang terpilih dan pada akhirnya nama Uskup yang baru tersebut diumumkan.
Kata “Uskup” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pengawas”. Seorang Uskup adalah imam pemimpin, administrator keuangan, serta pemimpin dari sebuah diosis/keuskupan atau keuskupan agung. Lebih dari segalanya, uskup wajib menjadi imam segala imam.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA YANG TERJADI JIKA SEORANG PAUS MENINGGAL DUNIA? Paus Yohanes Paulus II adalah paus yang memegang jabatan paus paling lama di abad ke 20 dan di masa sekarang ini. Kebanyakan dari kalian tentu belum pernah mengalami masa pemerintahan seorang paus yang lain. Kita berdoa agar beliau akan tetap menjadi Paus di banyak tahun mendatang, tetapi pada akhirnya ia akan wafat. Jika demikian, apa yang akan terjadi?
Tidak seorang pun diperbolehkan memotret seorang paus yang sedang menghadapi ajal atau pun merekam kata-kata terakhirnya. Sesudah wafatnya, ia baru boleh dipotret setelah jubah paus dikenakan kepadanya. Ketika telah dikeluarkan pernyataan resmi tentang wafatnya paus, tanggung jawab pemerintahan kepausan sehari-hari dipegang oleh Para Kardinal. Para Kardinal dipimpin oleh Kardinal Camerlengo. Istilah untuk jabatan ini berasal dari bahasa Latin yang artinya “Departemen Keuangan”. Pada umumnya Kardinal Camerlengo bertugas melaksanakan kegiatan Vatikan sehari-hari. Ia tidak mempunyai wewenang untuk menetapkan hukum atau ajaran-ajaran baru.
Ritual pemakaman seorang paus berlangsung selama sembilan hari. Ia dimakamkan di bawah Basilika St. Petrus, kecuali jika ia berpesan untuk dimakamkan di tempat lain. Lima belas hingga dua puluh hari setelah pemakaman paus, dilaksanakanlah proses pemilihan seorang paus baru.
Pemilihan paus baru diadakan di antara para Kardinal. Mereka dikurung di suatu tempat dekat Kapel Sistine. Hanya para Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang boleh ikut ambil bagian. Kardinal Camerlengo wajib mengawasi bahwa tidak seorang pun yang dapat berkomunikasi dengan dunia luar. Ia harus menempatkan teknisi-teknisi yang cakap untuk memastikan bahwa tidak ada peralatan audio-visual yang dapat digunakan untuk memata-matai. Tidak ada pula telepon genggam atau mikrofon tersembunyi. Pertemuan itu disebut Conclave (Latin, Conclave).
Pada hari pertama dilakukan satu kali pemungutan suara dan pada hari-hari selanjutnya setiap hari dilakukan empat kali pemungutan suara. Seorang paus yang baru harus dipilih oleh sekurang-kurangnya dua pertiga suara terbanyak dari para kardinal yang hadir. Jika tidak ada suara terbanyak, kartu pemungutan suara dibakar di sebuah perapian kecil. Cerobong asap perapian tersebut terlihat dari alun-alun St. Petrus. Orang banyak biasanya datang untuk melihat. Jika paus baru belum terpilih dari hasil pemungutan suara, ditambahkanlah jerami (atau suatu bahan kimia) pada perapian sehingga asap yang keluar berwarna hitam. Jika seorang paus baru telah terpilih, ditambahkanlah suatu bahan kimia pada perapian sehingga asap yang keluar menjadi berwarna putih. Orang banyak dengan gelisah memandang ke cerobong asap untuk melihat warna asap yang keluar.
Tiga orang Kardinal dipilih oleh kelompok tersebut untuk menjadi Scrutineers (Pengawas). Tugas mereka adalah mengumpulkan kartu pemungutan suara, membukanya dan membacanya dengan keras. Mereka juga bertugas menusuk setiap kartu pemungutan suara dengan jarum dan menjahitnya menjadi satu. Ketika seorang Kardinal memperoleh dua pertiga suara terbanyak, kelompok tersebut meninggalkan kapel. Segera sesudahnya, Kardinal Camerlengo tampil bersama paus yang baru terpilih di balkon Basilika dan mengumumkan, Habemus Papam! Kita mempunyai seorang Paus!
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
PERNAHKAH ADA SEORANG REMAJA YANG MENJADI PAUS? Ya, Paus Yohanes XII baru berusia delapan belas tahun ketika ia dinobatkan sebagai Paus. Ia dikenal sebagai “Paus Bocah”.
Paus Yohanes XII dilahirkan di Roma pada tahun 937 dalam suatu keluarga yang amat berpengaruh. Ia diberi nama Oktavius. Ayahnya bernama Alberic, seorang penguasa Roma. Alberic memaksa para anggota Majelis Tinggi Roma untuk bersumpah bahwa mereka akan menobatkan anaknya sebagai paus segera setelah wafatnya Paus Agapetus II yang pada waktu itu bertahta.
Paus Yohanes XII dinobatkan sebagai Paus pada tanggal 16 Desember 955. Ia hanya bertahta selama sembilan tahun dan wafat secara misterius.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA ITU CINCIN PENJALA IKAN? Cincin pada umumnya dikenakan sebagai perhiasan, namun kadang kala cincin dikenakan untuk kepentingan lain. Berabad-abad yang silam hampir semua orang tidak dapat menulis, bahkan menuliskan namanya sendiri. Mereka menggunakan cap pribadi (seperti jika kita menggunakan stempel karet) untuk menandatangani suatu perjanjian. Karena cap tersebut amat berharga, mereka senantiasa membawanya bersama mereka, yaitu dengan mengenakannya sebagai cincin cap.
Sejak abad ke-13, para paus mengenakan cincin untuk keperluan ini. Pada cincin paus tersebut terdapat gambar seorang penjala ikan yang menggambarkan St. Petrus, paus pertama. Disekeliling cincin dituliskan nama paus yang bertahta. Cincin diberikan kepada Paus pada saat ia diangkat dan dimusnahkan ketika Paus meninggal.
Pada jaman modern para paus tidak lagi mengenakan cincin penjala ikan yang asli, melainkan duplikatnya. Sebagian orang menyambut paus dengan mencium cincinnya.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
APA ITU VICARIS? Kata 'Vicaris' berasal dari bahasa Latin yang berarti “wakil”. Dalam Gereja Katolik, seorang vicaris adalah seseorang yang mewakili seseorang atau jabatan tertentu. Sebagai contoh, seorang Vicaris Jenderal adalah seorang imam yang mewakili uskup jika Bapa Uskup berhalangan hadir di sana. Seorang Vicaris Apostolic adalah wakil Bapa Paus untuk memerintah sebuah keuskupan.
Vicaris yang paling dikenal adalah Bapa Paus. Ia disebut sebagai “Vicaris Kristus di dunia.” Artinya ia adalah wakil Kristus yang adalah Tuhan. Bapa Suci berbicara dan menyampaikan nasehat-nasehatnya dengan kuasa Allah. Kuasa seperti itu pertama kali diberikan kepada Santo Petrus.
sumber : 1. P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com; 2. P. D. Suwadji.CM; Mini Ensiklopedia Katolik
APA ITU KURIA? Gereja Katolik adalah organisasi yang paling besar di seluruh dunia. Jika orang berbicara tentang lembaga ini, biasanya mereka berpikir tentang Paus. Bapa Suci adalah pemimpin gereja, tetapi sebagian besar pekerjaan administrasi gereja dilakukan oleh Kuria Romawi.
Kata Kuria berasal dari dua kata Latin, yaitu: `co' dan `vir' yang diterjemahkan secara harafiah sebagai “manusia bekerjasama.” Artinya suatu dewan atau majelis yang beranggotakan orang-orang. Pada jaman Romawi kuno, para kepala keluarga dari berbagai kalangan bertemu untuk membicarakan kerjasama yang saling menguntungkan. Pertemuan itu berkembang dan akhirnya terbentuklah Majelis Romawi. Kata `curiae' juga menunjuk pada tempat di mana kelompok tersebut berkumpul. Dapat juga berarti pengadilan.
Gereja Katolik menggunakan istilah Kuria untuk menyebut sistem administrasinya. Kuria Romawi dipimpin oleh Sekretaris Negara Kepausan dan kantornya ada di Roma. Kuria mengawasi serta mengurus sebagian besar karya serta kebutuhan umat Katolik Roma di seluruh dunia. Paus tidak dapat melakukan semua hal tersebut seorang diri saja, oleh karenanya ia melimpahkan tanggung-jawabnya kepada Kuria Romawi. Yang menjabat sebagai Sekretaris Negara Kuria Romawi saat ini adalah Kardinal Angelo Sodano.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan sebagian / seluruh artikel di atas dengan mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|