St. Yohanes Bosco - 2
Nyaris Dikirim ke Rumah Sakit Jiwa!
MENJADI IMAM
Pada tanggal 5 Juni 1841, Uskup kota Turin mentahbiskan Yohanes Bosco menjadi seorang imam. Yohanes merasa amat bahagia, demikian juga Mama Margarita. Anaknya yang dikasihinya telah ditahbiskan untuk mempersembahkan Tubuh dan Darah Penyelamat-nya setiap hari di altar. Waktu itu Yohanes hampir dua puluh enam tahun.
Setelah ditahbiskan Don Bosco bertugas di kota Turin di bawah bimbingan seorang imam yang saleh, Don Cafasso. Keadaan anak-anak jalanan segera menyentuh hatinya. Don Bosco menelusuri kota Turin dan menjadi sadar akan kondisi moral kaum muda. Ia sangat terpukul. Daerah pinggiran kota adalah daerah yang penuh dengan kekacauan, suatu tempat yang kumuh dan hancur akibat revolusi industri. Karena tidak memiliki pekerjaan dan merasa gelisah para remaja itu menjadi liar. Mereka menimbulkan kerusuhan di jalan-jalan.
Don Bosco melihat mereka bertaruh di pojok-pojok jalan, wajah mereka keras dan kaku, seolah-olah hendak mencapai segala keinginan mereka dengan jalan apa saja. Dekat dengan pasar kota, ia menjumpai pasar dengan pekerja-pekerja remaja. Di daerah sekitar Porta Palazzo, demikian ditulis oleh Don Bosco bertahun-tahun kemudian, berkerumun para penjaja barang, penyemir sepatu, anak-anak pengurus kandang, berbagai macam pedagang, pesuruh: semua kaum miskin papa yang dengan susah payah mencari penghidupannya dari hari ke hari. Anak-anak itu, yang mondar-mandir di jalan-jalan kota Turin, adalah korban dari dampak buruk revolusi industri. Masyarakat pedesaan berbondong-bondong datang ke kota untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik, akibatnya jumlah pengangguran di kota semakin tinggi menyebabkan semakin meningkatnya jumlah keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
ANAK-ANAK DI PENJARA
Tetapi, hal yang paling menyentuh hati Don Bosco adalah ketika ia mengunjungi penjara. Ia menulis demikian: Melihat begitu banyak anak, dari usia 12 hingga 18 tahun, semuanya dalam keadaan sehat, kuat, cerdas, digigiti serangga, kekurangan makan baik makanan rohani maupun jasmani, sungguh sesuatu yang amat mengerikan bagi saya. Menghadapi keadaan seperti itu Don Bosco membuat suatu keputusan: Saya harus, dengan segala prasarana yang ada, mencegah kehidupan para anak dan remaja itu berakhir di sini. Ada 16 gereja di Turin. Para imam di sana menyadari masalah yang dihadapi kaum muda, tetapi yang mereka kehendaki adalah agar anak-anak dan para remaja itu pergi ke gereja untuk belajar agama. Para imam itu kurang menyadari bahwa cara pendekatan seperti itu tidak akan membawa hasil. Perlu sekali dilakukan pendekatan baru, skema baru, bentuk pewartaan yang baru, yaitu mendatangi anak-anak itu di toko-toko, kantor-kantor dan pasar-pasar. Banyak imam muda yang mulai mengadakan pendekatan semacam ini.
ANAK-ANAKNYA YANG PERTAMA
Don Bosco mendapatkan anaknya yang pertama pada Hari Raya Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Dosa. Ia sedang mengenakan jubahnya untuk mempersembahkan Misa di Gereja Convitto, ketika seorang remaja jalanan berusia enam belas tahun melongok ke ruang sakristi.
“Apakah kamu datang untuk mengikuti Misa?” tanya Koster.
“Tidak, saya belum pernah ikut Misa.”
“Lalu, untuk apa kamu ke sini? Oh ya, kamu pastilah salah satu dari anak-anak berandal yang suka mencuri itu ya. Ayo, cepat enyahlah dari sini!”
Koster mendorong anak itu ke luar, memukul kepalanya dengan sapu dan membanting pintu sakristi tepat di hadapannya.
“Mengapa kamu memukul anak itu? Apakah salahnya? Aku melarangmu untuk memperlakukan teman-temanku seperti itu,” kata Don Bosco. Kemudian dengan penuh kasih diulurkannya tangannya kepada remaja yang menangis itu, “Mari, masuklah, kawan.”
Hari Minggu berikutnya, Bartolomeo Garelli membawa enam anak lain bersamanya. Mereka semua acak-acakan, kotor dan dekil serta liar, tetapi mereka bersedia belajar agama. Tiga bulan kemudian jumlah anak-anak menjadi dua puluh lima dan pada musim panas delapan puluh anak hingga akhirnya jumlahnya mencapai seratus anak. Mereka itu adalah kuli jalanan, pemecah batu, tukang batu, tukang plester yang datang dari daerah-daerah yang jauh. Dari sanalah terbentuk kelompok kaum muda yang oleh Don Bosco disebut Oratorio.
Mereka semua bertemu pada hari Minggu. Mereka ikut ambil bagian dalam perayaan Misa, belajar agama dan bermain bersama. Kegiatan kelompok Oratorio tidak dibatasi pada hari Minggu saja. Bagi Don Bosco, Oratorio adalah hidupnya. Ia mencarikan pekerjaan bagi anak-anak yang belum memperoleh pekerjaan dan ia mengajar anak-anak itu setelah mereka selesai bekerja. Jumlah mereka bertambah dan bertambah terus hingga mencapai empat ratus orang.
“Apakah kamu mau menjadi sahabat Don Bosco?” demikian ia akan bertanya kepada setiap anak baru yang datang kepadanya.
“Ya, sungguh?” tanyanya dengan gembira. “Kalau begitu, kamu harus membantuku untuk menyelamatkan jiwamu.”
Setiap malam Don Bosco menghendaki agar anak-anak itu mendaraskan tiga kali Salam Maria, mohon agar Bunda Maria membantu mereka untuk menjauhkan diri dari dosa. Ia juga mendorong mereka untuk menerima Sakramen Rekonsiliasi dan Komuni Kudus sesering mungkin dan dengan penuh cinta.
Tuhan memberkati semua usaha Don Bosco dan memberikan karunia mukjizat kepadanya. Segala karunia mukjizat itu memperkuat bakat-bakat alaminya guna mendukung serta membimbingnya. Hanya dengan campur tangan Allah saja segala karunia dan bakat-bakatnya itu dapat bekerja sebaik-baiknya untuk mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan.
HALANGAN DAN RINTANGAN
Berbagai macam halangan dan rintangan menghadang Don Bosco. Ia membutuhkan dana untuk Kelompok Oratorio-nya. Ia membutuhkan tempat yang cukup luas bagi keempat ratus anak itu untuk berdoa, belajar dan bermain. Sampai saat itu kemana pun mereka pergi, mereka selalu diusir. Empat ratus anak berandal berkeliaran, bernyanyi, bermain bola sambil berteriak-teriak sungguh merupakan gangguan bagi penduduk sekitarnya.
Imam-imam yang lain pun menganggap Don Bosco sudah menyimpang dari misinya. Dengan empat ratus anak kasar dan liar yang selalu mengikutinya, ia dianggap sudah tidak waras lagi. Oleh karena itu, dua orang imam mencoba membawanya ke rumah sakit jiwa. Mereka datang dengan kereta kuda dan berusaha menjebak Don Bosco untuk ikut bersama mereka. Dengan halus Don Bosco mempersilakan mereka masuk terlebih dahulu. Ketika kedua imam itu telah berada di dalam kereta kuda, ia segera membanting pintunya dan berteriak kepada pak kusir:
"Ke rumah sakit jiwa, cepat! Mereka ditunggu!”
Pak kusir melarikan keretanya sekencang-kencangnya. Kedua imam itu demikian marahnya, hingga ketika tiba di rumah sakit jiwa, para petugas mengira bahwa merekalah yang memerlukan perawatan.
Halangan dan rintangan datang bertubi-tubi, tetapi Don Bosco memperoleh dorongan serta semangat melalui mimpi-mimpinya. Dalam salah satu mimpinya, Bunda Maria membawanya ke suatu taman yang indah. Pohon-pohon mawar yang indah memenuhi taman dengan bunga-bunganya yang indah serta baunya yang harum. Ia disuruh melepaskan sepatunya dan berjalan di jalan setapak yang kecil melewati pohon-pohon mawar. Baru beberapa langkah saja kakinya yang telanjang telah tergores-gores dan berdarah terkena duri-duri pohon mawar. Ketika ia mengatakan bahwa ia harus mengenakan sepatunya, Bunda Maria menyuruhnya mengenakan sepatu yang kuat. Sementara ia melangkah lagi untuk kedua kalinya, ia disertai oleh penolong-penolong. Tetapi dinding taman merapat ke arahnya, langit-langitnya turun ke bawah dan pohon-pohon mawar itu menjalar hingga ke jalan setapak. Seluruh tubuhnya terluka terkena duri. Dicobanya menyingkirkan mereka tetapi hanya luka-luka baru yang didapatkannya, segera saja ia terjerat dalam duri-duri itu. Namun mereka yang melihatnya berkata, “Betapa beruntungnya Don Bosco! Jalannya senantiasa penuh dengan bunga-bunga mawar! Ia tidak khawatir mengenai apa pun juga di dunia ini. Tidak punya masalah sama sekali!” Banyak penolongnya yang mengira bahwa perjalanan mereka akan mudah, menjadi kecewa dan pulang kembali, tetapi beberapa tetap tinggal bersamanya. Pada akhirnya ia memanjat pohon-pohon mawar yang berduri itu dan menemukan taman lain yang jauh lebih indah. Angin sepoi-sepoi membelai kulitnya yang tercabik-cabik dan menyembuhkan luka-lukanya.
Don Bosco menafsirkannya sebagai berikut: jalan setapak itu ialah misinya, bunga-bunga mawar adalah pengabdiannya kepada anak-anak dan para remaja, duri-duri ialah hambatan, rintangan dan kegagalan yang akan menghalangi jalannya. Pesan mimpi itu amat jelas bagi Don Bosco: ia harus terus maju, berpegang teguh pada Tuhan dan misinya, maka ia akan tiba di tempat yang telah disediakan untuknya.
INSTITUT ST. FRANSISKUS DE SALES
Yohanes menyewa Graha Pinardi di Voldocco, sebuah rumah yang tidak terpakai yang terletak di daerah terpencil. Bangunan itu rendah, lembab, dengan dindingnya retak-retak dan atapnya berjamur. Don Bosco menjadikan ruang depannya sebagai kapel sederhana sekaligus ruang belajar. Pada pintunya Don Bosco memakukan pesan kebanggaan yang dalam salah satu mimpinya dilihatnya Bunda Maria menelusurkan jarinya atas papan institutnya kelak:
Haec est Domus Mea; Inde Gloria Mea.
Inilah Rumah-Ku: darinyalah Kemuliaan-Ku akan terpancar.
Jadi, pada akhirnya, tepatnya pada Pesta Paskah 12 April 1846 Kelompok Oratorio memiliki gereja mereka sendiri!
Pada tanggal 3 November tahun itu, Don Bosco memutuskan untuk tinggal di Valdocco. Ia meminta Mama Margarita yang telah berusia 59 tahun, meninggalkan rumahnya di Becchi untuk mengurus rumah tangga dan menjadi ibu bagi anak-anak asuhnya. Mama Margarita menjual cincin kawinnya, anting-antingnya, kalungnya, barang-barang yang selama ini amat berharga dan disayanginya, agar dapat membayar sewa rumah, biaya keperluan rumah tangga dan menyediakan makanan bagi anak-anak yang datang kepadanya.
Pada suatu hari Don Bosco bertemu dengan anak-anak berandal yang hendak mengancamnya. Ia mentraktir mereka minum, bercanda dengan mereka dan mendengarkan cerita-cerita mereka.
“Dan sekarang pulanglah. Selamat malam.”
“Pulang kemana, Pater? Kami tidak mempunyai tempat tinggal.”
“Tidak seorang pun dari kalian yang mempunyai tempat tinggal?”
“Tidak, Pater.”
“Baiklah. Mari menumpang di rumahku.”
Mereka pulang dan tidur di rumah Don Bosco. Keesokan harinya ketika hendak menawarkan sarapan bagi tamu-tamunya, Don Bosco mendapati bahwa anak-anak berandal itu telah pergi dengan membawa semua seprei dan selimutnya.
Pada bulan Mei 1847 Mama Margarita memberi tumpangan kepada seorang remaja dari Valesia. Menyusul anak dari Valesia itu, anak-anak yang lain ikut tinggal bersama Don Bosco hingga jumlahnya mencapai 30 anak. Tuhan memberkati semua karya dan usaha Don Bosco.
Pada tahun 1851, sebuah kapel St. Fransiskus de Sales didirikan dekat dengan Graha Pinardi yang sekarang telah menjadi milik Don Bosco. Bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan awal dari Institut St. Fransiskus de Sales.
ANJING MISTERIUS BERNAMA GRIGIO
Revolusi Perancis telah menyebar ke Eropa. Rakyat mulai beralih pada pemikiran tentang kebesasan: kebebasan pribadi, kebebasan bernegara, kebebasan dari adat-istiadat, kebebasan dari gereja. Ketika Tuhan dan gereja mulai ditentang bahkan dihujat, Don Bosco menggunakan segala daya upaya untuk menentang mereka. Khotbah-khotbahnya dan tulisan-tulisannya, semuanya itu menghambat usaha musuh-musuhnya dan amat menjengkelkan mereka. Peluru ditembakkan lewat jendela kapel, minuman beracun, api dan berbagai macam usaha dilakukan untuk merenggut nyawanya, tetapi Don Bosco selamat.
Pada suatu sore di musim gugur tahun 1852, Don Bosco sedang dalam perjalanan pulang seorang diri melewati daerah yang kotor dan menyeramkan. Seekor anjing membuntutinya dari belakang, seekor anjing yang amat besar mirip serigala. Don Bosco menyapanya. Anjing itu menanggapi perhatian Don Bosco dan berjalan disampingnya, menemaninya sepanjang perjalanan hingga Don Bosco tiba dengan selamat di depan pintu rumahnya. Anjing itu kemudian berbalik dan segera pergi. Di kali lain, anjing itu muncul kembali, menemaninya hingga tiba di depan pintu rumah, kemudian berbalik dan segera pergi. Kejadian itu berulang sekali, dua kali, sepuluh kali, hingga jika Don Bosco pulang larut malam sendirian ia dapat yakin bahwa anjing itu akan datang untuk menemaninya. Don Bosco menamainya Grigio, artinya abu-abu.
Don Bosco senang dengan kehadiran Grigio. Suatu ketika tembakan di arahkan kepadanya dan Grigio menyelamatkannya. Dua orang berusaha melemparkan sebuah buntalan besar ke arah kepala Don Bosco dan Grigio menyelamatkannya. Dua belas orang datang untuk menyerang Don Bosco dan Grigio menyelamatkannya pula.
Kadang-kadang Grigio mampir ke rumah Don Bosco. Ia menolak makanan maupun minuman. Anak-anak kecil bermain-main dengannya dan Grigio amat jinak terhadap mereka. Tetapi ia tak pernah datang tanpa alasan. Sekali waktu ia datang untuk memastikan bahwa Don Bosco sudah tiba di rumah, jika Don Bosco naik kereta kuda. Sekali waktu ia datang untuk mencegah Don Bosco pergi. Ia berbaring di ambang pintu dan menghalangi jalan keluar. Ketika Don Bosco menyuruhnya pergi, ia akan menggeram bahkan ia tidak akan segan-segan menggigit tuannya itu jika Don Bosco bersikeras. Keesokan harinya barulah Don Bosco tahu bahwa sore itu musuh-musuhnya telah menyiapkan perangkap untuk merenggut nyawanya. Ketika keadaan sudah aman, Grigio tidak pernah muncul kembali.
Sepuluh tahun kemudian, Don Bosco hendak mengunjungi keluarga Moglia. Ia telah diperingatkan untuk berhati-hati karena perjalanan ke sana tidak aman.
“Oh, andaikan saja Grigio ada di sini!” gumam Don Bosco
Malam telah larut. Seekor anjing berlari-lari datang ke arahnya, melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan ekornya dengan gembira. Tentu saja, anjing itu Grigio. Ia menemani Don Bosco hingga selamat tiba di tempat pertanian, lalu menghilang.
Pada tahun 1883 - 31 tahun sejak ia hadir pertama kalinya, Grigio muncul kembali di Bordighera untuk menunjukkan jalan kepada Don Bosco yang sedang tersesat. Don Bosco yakin bahwa Grigio adalah utusan dari surga.
"Pendidikan adalah sesuatu yang berasal dari hati, dan Tuhan sendirilah yang empunya hati; kita tidak akan dapat berhasil dalam segala sesuatu kecuali jika Tuhan memberikan kepada kita kunci hati anak-anak tersebut." ~ St. Yohanes Bosco
lihat halaman selanjutnya...
Sumber: 1. Secrets of the Saints by Henri Gheon (Sheed & Ward, 1944); CIN St. Gabriel E-Mail; Copyright © 1997 Catholic Information Network (CIN) - January 19, 1997; 2. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”