St. Yohanes Bosco - 3
Bagi Don Bosco, Hal yang Luar Biasa Menjadi Biasa!
MENGGANDAKAN ROTI DAN MEMBANGKITKAN ORANG MATI
Pada suatu hari ketiga ratus anak Oratorio sedang antri untuk mendapatkan roti. Tunggakan roti sudah menumpuk dan tukang roti tidak mau lagi mengirim roti sampai hutang tersebut dilunasi. Don Bosco meminta agar dibawakan kepadanya roti apa pun yang masih tersisa. Mereka mengumpulkan lima belas potong roti saja. Don Bosco memasukkan tangannya ke dalam keranjang roti dan mulai membagi-bagikan roti kepada ketigaratus muridnya. Ketika semua anak telah mendapat bagian, masih tersisa lima belas potong roti dalam keranjang!
Don Bosco juga menggandakan kenari, menggandakan Hosti Kudus, dan membangkitkan seorang anak dari mati. orangtuanya membawa jenasah anak itu ke hadapan Don Bosco. Sama seperti Yesus, ia pun mengatakan, “Anakmu sedang tidur.” Mereka meninggalkan Don Bosco sendirian bersama dengan jenasah anak itu.
“Charles, Charles, bangunlah!”
Don Bosco membuka kain yang menutupinya. Anak itu pun membuka matanya.
“Oh, engkaukah itu, Don Bosco. Telah lama aku memanggil-manggilmu. Aku merasa seperti jatuh ke neraka karena dosa yang belum aku akukan. Aku hanya mau mengaku dosaku kepadamu. Seorang wanita yang amat cantik mengusir setan-setan itu dan berkata, 'Lepaskan dia, ia belum diadili.' Maka aku dibebaskan dan engkau datang.”
Charles mengakukan dosanya dan hidup selama dua jam lagi. Kemudian Don Bosco bertanya kepadanya:
“Manakah yang kamu pilih: tinggal di dunia atau pergi ke Surga?”
“Ke Surga, Don Bosco!”
“Kalau demikian, selamat jumpa, anakku.”
SERIKAT SALESIAN
Don Bosco menyadari betapa bahayanya membiarkan anak-anak asuhnya itu pergi ke kota untuk kerja magang (bekerja untuk belajar suatu keahlian). Don Bosco menetapkan Kontrak Kerja Magang bagi mereka. Kontrak-kontraknya itu termasuk yang pertama ada di Turin. Semuanya ditandatangani oleh majikan, murid yang magang dan Don Bosco. Dalam kontrak itu Don Bosco menetapkan pokok-pokok yang dianggap memberatkan pihak majikan. Beberapa majikan menjadikan murid magang sebagai pelayan dan budak. Don Bosco mewajibkan para majikan untuk mempekerjakan para murid hanya di bidang yang dipelajari mereka. Para majikan biasa memukul anak-anak. Don Bosco menetapkan bahwa teguran hanya boleh dilakukan melalui kata-kata. Ia memperhatikan kesehatan anak-anak, karenanya meminta agar anak-anak diberi istirahat pada hari-hari libur dan diberi cuti tahunan. Bertentangan dengan segala usaha dan kontrak-kontrak yang dibuat, kondisi kerja magang masa itu tetap memprihatinkan.
Oleh karena itu Don Bosco mulai membentuk bengkel-bengkel sendiri di Valdocco: tukang sepatu, tukang jahit, tukang kayu, tukang kunci, penjilidan buku dan percetakan. Don Bosco menguasai semua bidang itu, ia memberikan nasehat dan pelajaran bagi anak-anak. Dengan demikian anak-anak telah siap dan matang ketika mereka bekerja di luar.
Di samping itu Don Bosco memberikan pelajaran khusus bagi mereka yang berminat untuk mengikuti jejaknya. Melalui mimpinya Don Bosco mengetahui anak-anak mana yang akan meninggalkannya dan anak-anak mana yang akan tetap bersamanya. Ia bahkan mengetahui masa depan anak-anaknya, misalnya saja Giovanni Cagliero dari Castelnuovo d'Asti kelak akan menjadi seorang Kardinal, Michael Rua kelak akan menjadi penerusnya. Sore hari tanggal 6 Januari 1854 ia mengumpulkan mereka dan menyampaikan pesan berikut:
"Sahabat-sahabatku terkasih, selama Novena menyambut pesta santo pelindung kita, St. Fransiskus de Sales, saya menganjurkan kepada kalian untuk sejak hari ini, dengan pertolongan Tuhan, mengamalkan belas kasih kepada sesama. Setelah masa ini berakhir, kalian diperkenankan mengikat diri dengan suatu janji, dan sesudahnya dengan suatu sumpah. Mulai sore hari ini kita menyebut diri kita Salesian.”
SANTA PERAWAN MARIA PERTOLONGAN ORANG KRISTEN
Mama Margarita semakin tua dan semakin sibuk. Sekarang jumlah anak yang harus diasuhnya berjumlah seratus lima puluh orang. Beberapa wanita saleh datang membantu Mama Margarita. Pada musim dingin tahun 1856 Mama Margarita terserang pneumonia. Ia terbaring di tempat tidur selama satu minggu dan pada akhirnya menghembuskan napasnya yang terakhir. Kepergiannya amat menyedihkan hati Don Bosco serta semua anak-anak asuhnya.
“Bunda Penghibur orang-orang berduka,” keluh Don Bosco,”engkau tahu bahwa sekarang aku sudah tidak mempunyai seorang ibu …. Padahal aku mempunyai demikian banyak anak. Bersediakah engkau menjadi pengganti ibuku? Jagalah anak-anakku, ya Bunda Maria!”
Seringkali ketika Don Bosco memasuki Oratorionya, ia melihat Bunda Maria mengenakan mahkota dari bintang-bintang yang cemerlang berdiri di atas sebuah gereja yang besar. Melihat Bunda Maria di sana, Don Bosco akan berteriak kepada anak-anak:
“Tidakkah kamu melihatnya. Ia ada di atas kubah. Bunda Pertolongan Orang-orang Kristen, dengan mahkotanya dari bintang-bintang?"
Tetapi mereka tidak melihat apa-apa kecuali langit: tidak ada kubah, tidak ada Bunda Maria.
Don Bosco harus menunggu beberapa tahun ketika pada akhirnya sebuah gereja besar dibangun untuk dipersembahkan kepada Bunda Maria. Di atas kubah gereja ditempatkan patung Santa Perawan Maria Pertolongan Orang Kristen, persis seperti yang dilihatnya dalam penglihatan.
GANGGUAN PARA SETAN
Di usianya yang keempat puluh tahun, Don Bosco menderita pemekaran pembuluh darah di kakinya. Tahun 1856 mata kanannya terkena musibah hingga hampir buta. Sakit kepala, demam, rematik, muntah darah dan berbagai macam penyakit lainnya.
Awal tahun 1862 setan mulai mengganggu waktu tidurnya yang amat sempit itu dengan cara yang sangat aneh dan tak tertahankan. Suara ribut dan gaduh, badai mengamuk, derap prajurit, suara kapak menghantam kayu tak henti-henti, perabotan menari-nari secara ajaib. Tempat tidurnya diguncang-guncang dan dibalikkan, kain seprei terkoyak-koyak, lidah-lidah api berlompatan dari perapian yang mati. Setan duduk di atasnya, mencengkeram pundaknya dan menyeretnya, menyapukan sikat es ke wajahnya, menginjak-injaknya, melepaskan binatang-binatang liar: beruang, harimau, ular, monster. Anak-anak asuhnya yang setia menjaga di pintu kamarnya, tetapi sebentar saja mereka akan menjadi panik dan lari. Keesokan harinya mereka bertanya:
“Tak dapatkah Pater mengusirnya?”
“Jika aku mengusirnya, setan-setan itu akan mengganggu kalian.”
“Pater tidak bertanya pada mereka, apa maunya?”
“Tidak penting... Berdoa sajalah.”
Anak-anak berdoa dengan sungguh-sungguh. Dua tahun gangguan para setan itu dideritanya sebelum pada akhirnya musuh-musuhnya itu menyerah.
KONGGREGASI PUTERI-PUTERI MARIA PERTOLONGAN ORANG KRISTEN
Pada tahun 1856 seorang imam, Don Pestarino, membentuk sebuah kelompok di bawah perlindungan Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Dosa. Kelompok tersebut beranggotakan para gadis yang bersedia melayani Tuhan. Salah seorang di antara mereka ialah Maria Dominica Mazzarello. Dengan salah seorang temannya Maria membentuk kelompok kecil di mana anak-anak perempuan, sebagian besar diantaranya yatim piatu, belajar menjahit, membaca, menulis dan berdoa. Gadis-gadis yang lebih besar pun mulai bergabung dengan mereka dan tinggal sebagai suatu komunitas. Mereka mencontoh apa yang dilakukan Don Bosco dengan kelompok Oratorio-nya. Don Bosco mendengar juga tentang kegiatan mereka, tetapi ia kurang peduli.
Suatu malam ia bermimpi. Ia sedang menyusuri jalan kota Turin ketika tiba-tiba ia dikelilingi oleh banyak sekali anak perempuan. Mereka melompat, berlari, berteriak, mereka sama nakal dan sama liarnya dengan anak laki-laki. Mereka mengenali Don Bosco, menyambutnya dan memohon kepadanya:
“Peliharalah kami, Don Bosco.”
Don Bosco berusaha menyuruh mereka pergi.
“Jangan acuhkan kami,” pinta mereka.
Don Bosco tergerak hatinya oleh belas kasihan, “Tidak ada yang dapat kulakukan untuk kalian. Percayalah pada Penyelenggaraan Tuhan.”
Tetapi anak-anak perempuan yang lebih besar mendesak:
“Jika demikian, apakah kami harus menyusuri jalan-jalan mengharapkan belas kasihan?”
Don Bosco ragu-ragu. Tiba-tiba Bunda Maria berdiri di hadapannya dan berkata dengan lembut:
“Mereka ini juga anak-anakku. Ambillah. Aku memberikannya kepadamu.”
Don Bosco menemui Don Pestarino. Mereka sepakat untuk menjadikan komunitas kecil Maria Dominica Mazzarello menjadi suatu konggregasi. Demikianlah, pada tanggal 5 Agustus 1872 Uskup meresmikan Konggregasi Puteri-Puteri Maria Pertolongan Orang Kristen dengan Maria Mazzarello sebagai Priorin (Latin, jabatan pemimpin rumah biara). Rumah biara tersebut berhadapan dengan Institut Salesian.
Pada tahun 1876 Don Bosco juga membentuk Serikat Salesian Awam yang beranggotakan kaum awam yang bersedia membantu Salesian dengan mencurahkan segala perhatian, waktu dan dana mereka. Serikat Salesian dan Serikat Salesian Awam saling berbagi karya, doa dan berkat.
PARA MISIONARIS
Pada tahun 1861 Don Bosco mendapat mimpi. Ia melihat suatu taman kota dengan sebuah roda raksasa di tengah-tengah taman. Suatu makhluk misterius, mungkin seorang malaikat, mulai memutar roda tersebut. Setiap putaran mewakili sepuluh tahun karya hidupnya. Roda yang berputar itu menimbulkan suara bising. Namun demikian pada putaran pertama, hanya Don Bosco saja yang mendengar suaranya. Pada putaran kedua seluruh kota mendengarnya, pada putaran ketiga seluruh Italia mendengarnya, pada putaran keempat seluruh Eropa mendengarnya, dan pada putaran kelima seluruh dunia mendengarnya.
Mimpi tersebut ditegaskan dengan suatu mimpi lain pada tahun 1872. Ia melihat suatu padang gurun yang amat luas. Penduduknya hampir telanjang, berbadan besar dengan muka yang kaku, warna kulitnya gelap, jubah panjang dari kulit di punggungnya, rambutnya ditata aneh, dengan seutas jerat dan semacam lembing yang panjang di tangannya. Mereka berburu binatang liar, berkelahi satu sama lain dan berperang dengan prajurit Eropa. Padang itu segera dipenuhi dengan mayat-mayat bergelimpangan. Tiba-tiba ia melihat datangnya serombongan misionaris dari berbagai macam ordo. Orang-orang liar itu membunuh mereka. Kemudian datang lagi serombongan misionaris muda yang dengan sukacita siap sedia menjadi martir. Don Bosco terperanjat karena mereka adalah Serikat Salesian. Imam-imam muda itu merentangkan tangannya sambil tersenyum. Don Bosco ingin menghentikan mereka dan menyuruh mereka segera melarikan diri, tetapi kasih dan sukacita imam-imam Salesian mempesona orang-orang liar itu. Mereka menjatuhkan senjata mereka dan menyambut para misionaris. Para imam muda duduk di tengah-tengah mereka, berbicara dengan mereka dan mempertobatkan mereka. Mereka berdoa Rosario serta menyanyikan lagu pujian bagi Bunda Maria.
Pada tahun 1874 Uskup Agung Buenos Aires meminta Don Bosco untuk mewartakan Injil di Tierra del Fuego. Ia tidak ragu sedikit pun. Ia sudah tahu siapa yang hendak diutusnya menjadi kepala misionaris di sana. Ia ingat akan suatu penampakan dua puluh tahun yang silam. Saat itu Cagliero, salah satu anaknya yang terbaik, sakit keras hingga hampir meninggal. Don Bosco takut kehilangan dia, seperti dia kehilangan Dominikus Savio, salah seorang muridnya yang wafat pada usia 14 tahun dan telah diangkat menjadi santo. Don Bosco amat memikirkan kondisi Cagliero yang semakin memburuk hingga ia melihat dekat tempat tidur di mana anak itu terbaring: suatu suku berkulit merah, di antara mereka juga terdapat dua pejuang raksasa, membungkuk dengan hormat kepada anak itu. Seekor burung merpati terbang dengan ranting zaitun di paruhnya, melayang-layang di atas Cagliero, lalu menjatuhkan ranting zaitunnya ke atas tempat tidurnya dan terbang pergi. Kata Don Bosco kepadanya:
“Kamu tidak akan meninggal, nak. Kamu akan menjadi seorang imam dan kamu akan pergi ke suatu tempat yang jauh, sangat jauh.”
Pada tanggal 11 November 1875, rombongan misionaris Don Bosco yang pertama dipersiapkan, terdiri dari empat imam dan enam awam dipimpin oleh Don Cagliero.
“Kalian adalah rombongan yang kecil. Kalian akan akan mencari jiwa-jiwa, bukan harta benda atau kehormatan. Biarlah dunia tahu bahwa kalian miskin dalam sandang, pangan dan papan, tetapi kalian kaya di hadapan Tuhan dan berkuasa atas jiwa-jiwa. Lakukan yang terbaik, Tuhan dan Bunda Maria akan menyempurnakan karya kalian.”
Tahun berikutnya Don Bosco melihat dalam suatu mimpi rombongan-rombongan lain yang lebih besar, lebih bersemangat di antara penduduk dari berbagai macam bangsa: Brazil dan Paraguay, Kongo, India, Siam, Cina serta Jepang. Kemudian ia melihat putaran roda berakhir.
Don Bosco membangun gereja-gereja, St. Yohanes Penginjil di Turin, Basilika Hati Kudus di Roma, lebih banyak sekolah-sekolah serta rumah-rumah Salesian.
"AKU TIDAK KUASA MELAKUKAN APAPUN"
“Jangan minta padaku,” jawab Don Bosco, “berdoalah kepada SP Maria Pertolongan Orang Kristen.”
Bunda Maria, dan bukannya Don Bosco, yang menyembuhkan wanita yang lumpuh itu. Orang-orang mengusung wanita itu ke depan gereja. Begitu melihat Don Bosco, ia lupa akan lumpuhnya dan segera meloncat mendapatkan Don Bosco.
Bunda Maria, dan bukannya Don Bosco, yang memulihkan penglihatan anak perempuan yang putus asa di ruang Sakristi Oratorio. Perlahan-lahan ia mulai mengenali medali Bunda Maria yang diulurkan oleh Don Bosco, ketika tiba-tiba Don Bosco menjatuhkan medalinya, dan anak itu tanpa ragu segera memungutnya .
Bunda Maria juga yang membuat dokter yang tidak percaya itu bertekuk lutut dan memohon kepada Bunda Maria agar menyembuhkannya. Bunda Maria segera menyembuhkan jiwa sekaligus raganya.
Bunda Maria juga yang membuat Opsir Jenderal yang sedang sekarat itu berdiri tegak dalam antrian untuk menerima Komuni. “Aku tidak punya waktu,” kata Don Bosco ketika keluarganya meminta Don Bosco memberikan Komuni Terakhir. “Ia akan menerima-Nya besok.”
Demikian juga, Bunda Maria yang menyembuhkan Paul, anak kecil yang sedang sekarat itu. Don Bosco hanya mengalungkan medali St. Perawan Maria Pertolongan Orang Kristen ke lehernya.
“Hidup Don Bosco! Hidup santo kita!” begitu orang-orang meneriakinya di jalan.
Baiklah, jika mereka senang melakukan hal seperti itu, terserah saja. Don Bosco tidak menjadi lebih gembira atau pun bangga dengan seruan-seruan seperti itu, sebab ia tahu dengan pasti bahwa ia tidak kuasa melakukan apa pun.
MIMPI DAN PENGLIHATANNYA
Bapa Suci Pius IX yang saat itu bertahta di Vatikan, mendukung serta menyemangati Don Bosco. Don Bosco membalasnya dengan kesetiaannya, doa-doanya, nasehat-nasehatnya, bahkan pesan-pesan mistiknya, antara lain tentang pertobatan Inggris seperti yang dilihat oleh Dominikus Savio dalam suatu penglihatan. Ia amat menghormati Bapa Suci.
Pada tahun 1867 Paus Pius IX sempat marah kepada Don Bosco karena Don Bosco menganggap remeh mimpi-mimpi serta penglihatan-penglihatannya. Sembilan tahun sebelumnya, Bapa Suci telah memerintahkan, “Tulislah semua mimpi dan penglihatan yang telah engkau sampaikan kepadaku dengan teliti dan seksama.” Pius IX yakin bahwa mimpi-mimpi Don Bosco adalah warisan serta sumber inspirasi bagi mereka yang terlibat dalam karyanya.
Namun yang dilakukan Don Bosco hanyalah menceritakan mimpi-mimpinya itu kepada orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang ia pikir ada hubungannya dengan mimpinya. Pada umumnya ia menceritakannya kepada anak-anak, karena kebanyakan dari mimpi itu berkenaan dengan mereka. Ia menggunakan mimpi-mimpinya untuk mengingatkan anak-anak untuk senantiasa menunjukkan kelakuan serta moral yang baik. Dalam salah satu mimpinya ia melihat anak-anak makan empat macam roti: roti yang enak, roti biasa, roti kasar dan roti tengik. Masing-masing roti mewakili jiwa masing-masing anak. Ia dengan senang hati akan mengatakan kepada anak-anak roti mana yang mereka makan, dan kemudian menggunakan kesempatan itu untuk memberikan bimbingan moral kepada mereka.
Memenuhi perintah resmi Bapa Suci, pada akhirnya Don Bosco menulis semua mimpi dan penglihatannya dalam buku "Dreams, Visions and Prophecies of Don Bosco".
PAUS PIUS IX & PAUS LEO XIII
Paus Pius IX wafat. Beberapa hari sebelum diadakan Konklaf, Don Bosco bertemu dengan Kardinal Pecci. Don Bosco mencium tangannya dan berkata:
“Saya berharap dapat segera mencium kaki Eminence.” (Eminence: sebutan kehormatan bagi Kardinal)
“Aku melarangmu untuk berdoa seperti itu.”
“Anda tidak dapat melarang saya untuk meminta kepada Tuhan apa yang saya suka.”
“Siapa kamu yang berani berbicara seperti itu kepada saya.”
“Saya Don Bosco.”
Seperti yang telah dinubuatkan Don Bosco, Kardinal Pecci terpilih sebagai Bapa Suci menggantikan Paus Pius IX. Ia memilih nama Leo XIII.
DON BOSCO WAFAT
Usia Don Bosco sudah hampir 70 tahun. Satu matanya sudah tidak dapat berfungsi, sedang matanya yang lain sudah kabur. Jika berjalan ia harus beristirahat sejenak di tongkat penyangga atau di pundak seorang teman. Namun hal-hal demikian tidak menghalangi Don Bosco untuk pergi ke berbagai tempat, mengunjungi biara-biara, merayakan misa di gereja-gereja. Ke mana pun ia pergi, umat menyambutnya dengan antusias. Don Bosco menandatangani potret, membagi-bagikan gambar-gambar kudus dan medali, memberikan berkat dan nasehat, mendengarkan pengakuan dosa, mempertobatkan banyak orang, melakukan mukjizat-mukjizat dan menerima banyak sumbangan untuk kelanjutan karyanya.
Tahun 1887 Don Bosco sudah amat lemah. Penglihatannya sudah tidak berfungsi dan kedua kakinya terlalu lemah untuk menyangga tubuhnya.
“Engkau harus menolong Don Bosco yang sedang menghadapi ajalnya. Cepat.”
Demikianlah Uskup Cagliero diperingatkan dalam suatu mimpi. Ia bergegas kembali ke Turin dengan membawa suatu hadiah yang amat berharga, seorang gadis Indian kecil yang ingin menyerahkan dirinya untuk melayani Kristus.
Don Bosco berdoa kepada Bunda Maria agar Bunda Maria menyediakan seribu tempat di surga bagi Serikat Salesian, kemudian ia meminta sepuluh ribu, dan kemudian seratus ribu. Bunda Maria mengabulkannya. Dan Don Bosco meminta lagi lebih banyak tempat.
Bosco membisikkan pesan terakhirnya kepada anak-anak yang berkumpul di sekeliling tempat tidurnya:
“Kasihilah satu sama lain seperti saudara. Berbuatlah baik kepada semua orang dan janganlah berbuat jahat kepada siapa pun….Katakanlah kepada anak-anak bahwa aku menanti mereka semua di Surga.”
Pada tanggal 31 Januari 1888, Yohanes Bosco wafat dalam usia tujuh puluh dua tahun. Pada tanggal 2 Juni 1929 ia dinyatakan sebagai Beato oleh Paus Pius XI dan pada tanggal 8 November 1933 dinyatakan sebagai Santo. Pestanya dirayakan setiap tanggal 31 Januari. Don Bosco sudah meninggal, tetapi karyanya tetap berlanjut hingga saat ini melalui Serikat Salesian yang dibentuknya.
“Kasihilah satu sama lain seperti saudara. Berbuatlah baik kepada semua orang dan janganlah berbuat jahat kepada siapa pun….Katakanlah kepada anak-anak bahwa aku menantikan mereka semua di Surga.”
(pesan terakhir Don Bosco)
Sumber: 1. Secrets of the Saints by Henri Gheon (Sheed & Ward, 1944); CIN St. Gabriel E-Mail; Copyright © 1997 Catholic Information Network (CIN) - January 19, 1997; 2. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”