Kita Patut Mengharapkan Pencobaan
Adalah hal yang paling celaka bagi diri kita apabila kita tidak tahu bahwa kita dicobai dalam nyaris segala tindakan kita; satu waktu dengan kesombongan, dengan kesia-siaan, dengan pandangan baik yang kita pikir seharusnya ada pada orang lain mengenai kita; di lain waktu dengan iri hati, dengan dengki dan dengan dendam. Di kesempatan-kesempatan lain, setan datang kepada kita dengan gambaran-gambaran yang paling jahat dan cemar. Kalian lihat bahkan dalam doa-doa kita, setan mengacaukan dan mengalihkan pikiran kita ke sana dan ke sini. Tampaknya sungguh bahwa kita ada dalam keadaan … sebab kita ada di hadapan kudus Allah [kalimat tidak selesai - Trans.]. Dan bahkan terlebih lagi, sejak jaman Adam, kalian tiada mendapati seorang kudus pun yang tidak dicobai - sebagian dengan satu cara, sebagian dengan lain cara - dan para kudus terbesar adalah mereka yang dicobai secara paling dahsyat. Jika Tuhan kita dicobai, ini adalah guna menunjukkan kepada kita bahwa kita pun patut juga. Jadi, dengan demikian, patutlah kita mengharapkan pencobaan. Jika kalian bertanya kepadaku apakah penyebab pencobaan-pencobaan kita, maka akan aku katakan kepada kalian bahwa adalah keindahan dan keluhuran nilai dan pentingnya jiwa-jiwa kita yang begitu bernilai bagi setan dan yang begitu diinginkannya hingga ia akan bersedia menanggung derita dua neraka, jika perlu, apabila dengan cara demikian ia dapat menyeret jiwa-jiwa kita ke neraka.
Hendaknyalah kita tiada pernah berhenti berjaga-jaga atas diri kita, kalau-kalau setan memperdaya kita pada saat yang paling tidak kita sangka-sangka. St Fransiskus mengatakan bahwa suatu hari Allah mengijinkannya melihat cara dengan mana setan mencobai kaum religiusnya, terutama dalam hal kemurnian. Allah mengijinkannya melihat segerombolan roh-roh jahat yang tak melakukan apa-apa selain membidikkan anak-anak panah mereka ke arah kaum religius. Sebagian dari kaum religius membalas dengan sengit roh-roh jahat yang telah memanah mereka. Roh-roh jahat itu lalu melarikan diri dengan meneriakkan pekikan-pekikan murka yang mengerikan. Sebagian anak panah terpental dari sasarannya dan jatuh di depan kaki kaum religius tanpa dapat mencelakai mereka. Sebagian anak panah yang lain menghujam sedalam ujung anak panah dan akhirnya menembusi sasaran, sedikit demi sedikit.
Jika kita hendak menghalau pencobaan-pencobaan ini, patutlah kita, sebagaimana dikatakan St Antonius, mempergunakan senjata yang sama. Apabila kita dicobai dengan kesombongan, kita harus segera merendahkan diri di hadapan Allah. Apabila kita dicobai melawan keutamaan kemurnian yang suci, kita harus berupaya mematiragakan tubuh kita dan segala perasaan kita dan menjadi terlebih lagi waspada terhadap diri kita. Apabila pencobaan kita berupa malas berdoa, kita harus memanjatkan bahkan terlebih banyak lagi doa, dengan terlebih khusuk, dan semakin setan mendesak kita untuk menyerah, semakin kita harus meningkatkan doa kita.
Pencobaan yang seharusnya paling kita takuti adalah pencobaan-pencobaan yang tidak kita sadari. St Gregorius menceritakan bahwa adalah seorang religius yang baik yang telah lama menjadi anggota komunitasnya. Kemudian muncul dalam dirinya suatu hasrat yang sangat kuat untuk meninggalkan biara dan kembali ke dalam dunia, dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak menghendakinya berada dalam biara. Superiornya yang kudus menasehatkan, “Saudaraku, setanlah yang murka sebab engkau akan dapat menyelamatkan jiwamu. Bertempurlah melawannya.”
Tetapi tidak, sang biarawan tetap percaya pada apa yang diyakininya. St Gregorius memberinya ijin untuk meninggalkan biara. Tetapi ketika biarawan itu hendak pergi meninggalkan biara, St Gregorius berlutut dalam doa memohon Tuhan mengijinkan biarawan yang malang ini tahu bahwa setanlah yang menghendaki agar ia kehilangan jiwanya. Sang biarawan baru saja menjejakkan kaki melewati ambang pintu untuk pergi ketika ia melihat seekor naga yang amat besar menyerangnya.
“Oh, saudara-saudara,” teriaknya, “datanglah menolongku! Lihatlah naga yang akan menelanku!”
Dan sungguh, saudara-saudara yang datang berlarian ketika mereka mendengar ribut-ribut, mendapati biarawan malang ini terkapar di tanah, dalam keadaan setengah mati. Mereka mengusungnya kembali ke biara, dan sang biarawan pun sadar bahwa sungguh setanlah yang hendak mencobainya dan yang meledak dalam murka sebab sang superior telah berdoa untuknya dan dengan demikian telah mencegah setan mendapatkannya. Wahai, saudara-saudaraku terkasih, betapa sungguh kita harus takut, kalau-kalau kita tidak mengenali pencobaan-pencobaan kita! Dan kita tidak akan pernah mengenali pencobaan-pencobaan itu jika kita tidak memohon kepada Allah untuk mengijinkan kita mengenalinya.
sumber : “We Must Expect Temptation by Saint John Vianney”; www.jesus-passion.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net atas ijin Catholic Spiritual Direction.”
|