Berdoa Kepada Para Pembela Kita di Surga
oleh: P. William P. Saunders *
Teman-teman Protestan sering bertanya kepada saya, “Mengapa orang Katolik berdoa kepada santa santo?” Saya berusaha menjawab sebisa mungkin; mohon penjelasan yang lebih mendalam.
~ seorang pembaca di Gordonsville
Sejak masa awal Gereja, umat Katolik telah senantiasa menghormati para kudus, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah pergi mendahului kita dan sekarang bersama Tuhan di surga. Tidak seperti kebanyakan denominasi Protestan, Katolik memiliki pemahaman yang jelas bahwa kita, yang adalah bagian dari Gereja Pejuang yang masih berziarah di dunia, memiliki ikatan persatuan dengan Gereja Jaya di surga dan Gereja Menderita yang masih menjalani pemurnian di api penyucian; kita menyebut ikatan persatuan ini sebagai persekutuan para kudus (bdk. Katekismus Gereja Katolik, No. 957). Bersama-sama, Gereja di dunia, di surga dan di api penyucian membentuk satu Gereja, satu Tubuh Mistik Kristus.
Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja [Lumen Gentium] dari Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Kristus mendirikan Gereja, yaitu “serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh mistik Kristus, kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang diperkaya dengan karunia-karunia sorgawi.” Sebab itu, Gereja di dunia dan Gereja di surga bukanlah dua hal yang terpisah, “melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi” (No. 8).
Namun demikian, persatuan ini bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Sama seperti kita, para anggota Gereja di dunia ini, saling tolong-menolong di jalan keselamatan melalui doa-doa, perbuatan-perbuatan baik dan teladan, demikian pula para kudus menolong kita. Lumen Gentium menyatakan, “Sebab karena para penghuni sorga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih meneguhkan seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka menambah keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia; dan dengan pelbagai cara mereka membawa sumbangan bagi penyempurnaan pembangunannya. Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan, karena Dia, bersama Dia dan dalam Dia tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Bapa, sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni Kristus Yesus, sambil melayani Tuhan dalam segalanya, dan melengkapi Tubuh-Nya, yakni Gereja. Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara” (No. 49).
Perlu dicatat bahwa Lumen Gentium menegaskan bahwa Kristus adalah PENGANTARA TUNGGAL. Terkadang kaum Protestan menolak devosi Gereja kepada para kudus, karena mereka menyalahartikan “berdoa kepada para kudus” sebagai mengaburkan peran Yesus. Sementara umat Katolik, dengan mengatakan, “Berdoa kepada para kudus,” sesungguhnya yang kita maksudkan adalah mohon para kudus untuk menjadi PERANTARA bagi kita, yaitu dengan berdoa bersama kita dan mendoakan kita kepada Tuhan, sumber segala rahmat. Guna menyanggah penolakan yang diajukan oleh para pemimpin Protestan yang pertama ini, Konsili Trente (1563) menekankan bahwa “kita dengan rendah hati berseru kepada mereka [para kudus], dan mempercayakan diri kepada doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka, untuk memperoleh kurnia-kurnia Allah dengan perantaraan Putera-Nya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya Penebus dan Penyelamat kita.” Ya, kita tidak pernah boleh kehilangan fokus kita kepada Kristus. Namun demikian, para kudus yang telah hidup bersama Kristus dapat sungguh berdoa bagi kita dan, dengan teladan mereka yang berjaga-jaga dalam iman, para kudus membantu kita memfokuskan pandangan pada Kristus. Di atas segalanya, para kudus ini, yang mewartakan Kristus sebagai Penebus dan Juruselamat sepanjang hidup mereka, rindu untuk menghantar semua orang kepada-Nya, bukan malah mengalihkan fokus kita daripada-Nya.
Peran aktif para kudus dalam Gereja tampak hidup dan nyata dalam perayaan Liturgi. Kita ingat bahwa dalam Ritus Pembaptisan dan Pentahbisan, umat beriman memadahkan Litani Para Kudus, berseru memohon pertolongan para saksi iman. Setiap kali kita merayakan Kurban Kudus Misa, kita mengenangkan para kudus yang mulia ini, dengan menyerukan nama mereka, setidak-tidaknya Santa Perawan Maria, santa / santo pelindung paroki (jika ada), dan orang kudus yang pestanya kita rayakan pada hari itu.
Dalam Prefasi, imam mendorong umat beriman untuk mengangkat hati dan menggabungkan diri bersama segenap malaikat dan para kudus untuk memuliakan Tuhan. Dalam Doa Syukur Agung, kita mengenangkan perantaraan mereka yang tak kunjung henti bagi kita. Pada saat itu, sekali lagi surga menggabungkan diri dengan bumi sementara Tuhan kita hadir dan tinggal di antara kita dalam Ekaristi Kudus. Persatuan kita dengan Yesus dalam Sakramen Mahakudus mempersatukan kita semua dalam persekutuan dengan segenap malaikat dan para kudus. Sebab itu, kita mengagungkan Tuhan atas rombongan besar para saksi ini; sepatutnyalah kita tidak lupa memohon pertolongan mereka, dengan mengingat kata-kata ini, “Sebab pada hari ini kami Kau izinkan meluhurkan kota-Mu yang suci yaitu Yerusalem surgawi, bunda kami. Di sanalah barisan saudara-saudara kami memuliakan Dikau senantiasa. Ke sana pula kami, kaum musafir di dunia, melangkah maju dalam iman bergegas-gegas dengan hati gembira. Kami semua bersukaria menyaksikan kemuliaan anggota-anggota Gereja yang luhur, pelopor kami dan penyokong dalam kelemahan.” (Prefasi Hari Raya Semua Orang Kudus).
* Fr. Saunders is president of Notre Dame Institute and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Praying to Our Advocates in Heaven” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1996 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|