Anjuran Apostolik
REDEMPTORIS CUSTOS
(Pelindung sang Penebus)
Paus Yohanes Paulus II,
Imam Agung
tentang
Peran dan Perutusan St Yosef
dalam Kehidupan Kristus dan Gereja
Kepada Para Uskup
Kepada Para Imam dan Diakon
Kepada Laki-laki dan Perempuan Religius
dan kepada Segenap Umat Beriman
PENDAHULUAN
1. “Yosef berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya dan mengambil Maria sebagai isterinya” (bdk Mat 1:24)
Diilhami oleh Injil, para Bapa Gereja sejak abad-abad awal menekankan bahwa sama seperti St Yosef dengan penuh kasih melindungi Maria dan dengan senang hati membaktikan diri dalam membesarkan Yesus Kristus, (1) demikian pula ia memelihara serta melindungi Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja, di mana Santa Perawan Maria adalah teladan dan panutannya.
Dalam kesempatan memperingati seratus tahun Surat Ensiklik Paus Leo XIII Quamquam Pluries, (2) dan sehubungan dengan penghormatan yang diberikan kepada St Yosef selama berabad-abad, saya hendak menawarkan bagi permenungan kalian, saudara dan saudari terkasih, beberapa refleksi mengenai dia “kepada siapa Tuhan mempercayakan pemeliharaan harta pusaka-Nya yang paling berharga.” (3) Saya dengan gembira memenuhi tugas pastoral ini sehingga semua orang dapat bertumbuh dalam devosi kepada Pelindung Gereja Semesta dan dalam kasih kepada Juruselamat yang ia layani dengan suatu teladan yang mengagumkan.
Dengan cara ini segenap umat Kristiani tidak hanya akan berpaling kepada St Yosef dengan semangat yang lebih berkobar dan memohon perlindungannya dengan penuh kepercayaan, melainkan juga akan senantiasa melihat di hadapan mata mereka, caranya yang bersahaja dan matang dalam melayani dan dalam “ikut ambil bagian” dalam rencana keselamatan. (4)
Saya yakin bahwa dengan refleksi atas cara suami Maria ikut ambil bagian dalam misteri Allah, Gereja - dalam perjalanan menuju masa depan dengan segala kemanusiaannya - akan dapat senantiasa memperbaharui kembali identitasnya dalam karya penebusan ini, yang didasarkan atas Misteri Inkarnasi.
Inilah tepatnya misteri di mana Yosef dari Nazaret “ikut ambil bagian” tidak seperti manusia manapun terkecuali Maria, Bunda dari Inkarnasi Sabda. Ia ikut ambil bagian di dalamnya bersama Maria; ia terlibat dalam peristiwa penyelamatan yang sama; ia adalah pelindung dari kasih yang sama, yang melalui kuasa-Nya Bapa yang kekal “telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya” (Ef 1:5).
I
GAMBARAN INJIL
Perkawinan dengan Maria
2. “Yosef, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dia-lah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat 1:20-21).
Dalam kata-kata ini kita mendapati inti dari kebenaran biblis mengenai St Yosef; mereka menunjuk pada saat itu dalam hidupnya, saat yang ditunjuk secara istimewa oleh para Bapa Gereja.
Penginjil Matius menjelaskan betapa pentingnya saat ini sembari juga menggambarkan bagaimana Yosef menghadapinya. Namun demikian, agar dapat memahami sepenuhnya baik isi maupun konteksnya, penting untuk menghadirkan dalam benak ayat paralelnya dalam Injil Lukas. Dalam Matius kita baca: “Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yosef, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri” (Mat 1:18). Tetapi, asal mula mengandungnya Maria “dari Roh Kudus” digambarkan secara lebih lengkap dan jelas dalam apa yang Lukas kisahkan tentang kabar sukacita kelahiran Yesus: “Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yosef dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria” (Luk 1:26-27). Sapaan malaikat, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk 1:28), menimbulkan suatu pergolakan batin dalam diri Maria sekaligus juga menggerakkannya untuk merenung. Kemudian sang utusan meyakinkan sang Perawan dan pada saat yang bersamaan menyingkapkan rancangan istimewa Tuhan baginya, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya” (Luk 1:30-32).
Pada bagian yang sedikit lebih awal, penulis Injil telah menyatakan bahwa pada saat Kabar Sukacita, Maria “bertunangan dengan seorang bernama Yosef dari keluarga Daud.” Hakekat dari “perkawinan” ini dijelaskan secara tidak langsung ketika Maria, sesudah mendengar apa yang disampaikan malaikat mengenai kelahiran sang anak, bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk 1:34). Malaikat menjawab, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35). Meski Maria telah “menikah” dengan Yosef, ia akan tetap perawan, sebab anak yang dikandungnya pada saat Kabar Sukacita dikandung dari kuasa Roh Kudus.
Dalam point ini teks Lukas sama dengan Matius 1:18 dan berfungsi menjelaskan apa yang kita baca di sana. Apabila, setelah perkawinannya dengan Yosef, Maria didapati mengandung dari Roh Kudus, kenyataan ini sesuai dengan segala yang dimaksudkan Kabar Sukacita, teristimewa kata-kata terakhir Maria, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Sebagai reaksi dari apa yang jelas adalah rencana Allah, dengan berlalunya hari-hari dan minggu-minggu “kehamilan” Maria terlihat oleh orang-orang dan oleh Yosef; Maria tampak di hadapan mereka sebagai seorang yang akan melahirkan dan Maria menyimpan dalam hatinya sendiri misteri keibuannya.
3. Dalam keadaan ini, “Yosef suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:19). Yosef tidak tahu bagaimana harus menghadapi keibuan Maria yang “memeranjatkan” ini. Ia pasti berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab ini, tetapi, di atas segalanya, ia berusaha mencari suatu jalan keluar dari apa yang baginya merupakan situasi yang sulit. “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: `Yosef, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka'” (Mat 1:20-21).
Terdapat suatu paralel yang sempurna antara “kabar sukacita” dalam teks Matius dan dalam teks Lukas. Utusan Allah menghantar Yosef kepada misteri keibuan Maria. Sementara tetap seorang perawan, ia yang menurut hukum adalah “isterinya” telah menjadi seorang ibu dari kuasa Roh Kudus. Dan apabila Putra dalam rahim Maria masuk ke dalam dunia, Ia harus diberi nama Yesus. Nama ini adalah nama yang dikenal di kalangan kaum Israel dan terkadang diberikan kepada anak-anak lelaki mereka. Namun demikian, dalam hal ini, inilah Putra yang, sesuai dengan janji Allah, akan mendatangkan kegenapan sempurna atas arti dari nama Yesus - Yehos ua' - yang berarti “Tuhan menyelamatkan.”
Yosef dikunjungi oleh utusan Tuhan sebagai “suami Maria”, sebagai dia yang pada waktunya harus memberikan nama ini kepada Putra yang akan dilahirkan Perawan dari Nazaret yang dinikahkan dengannya. Maka, kepada Yosef-lah utusan itu datang, mempercayakan kepadanya tanggung jawab seorang bapa duniawi sehubungan dengan Putra Maria.
“Yosef berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya dan mengambil Maria sebagai isterinya” (bdk Mat 1:24). Yosef mengambil Maria dengan segala misteri keibuannya. Ia mengambilnya bersama dengan Putra yang telah datang ke dalam dunia dari kuasa Roh Kudus. Dengan cara ini, Yosef menunjukkan suatu kesediaan kehendak seperti Maria, sehubungan dengan apa yang Tuhan minta darinya melalui malaikat.
II
PELINDUNG MISTERI ALLAH
4. Ketika, segera setelah Kabar Sukacia, Maria pergi ke rumah Zakharia guna mengunjungi Elisabet sanaknya, bahkan sementara ia menyampaikan salamnya, ia mendengar kata-kata Elisabet yang “penuh dengan Roh Kudus” (Luk 1:41). Di samping menyampaikan salam yang mengingatkan Maria akan salam malaikat pada saat Kabar Sukacita, Elisabet juga mengatakan, “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk 1:45). Kata-kata ini merupakan gagasan pembimbing dari Ensiklik Redemptoris Mater, di mana saya berusaha memperdalam ajaran Konsili Vatikan Kedua, yang memaklumkan Santa Perawan melangkah maju dalam peziarahan iman, dan dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Putranya bahkan hingga di salib, (5) “mendahului” (6) mereka semua yang mengikuti Kristus dalam iman.
Sekarang, pada awal peziarahan ini, iman Maria bertemu dengan iman Yosef. Jika Elisabet mengatakan mengenai Bunda sang Penebus, “berbahagialah ia yang percaya,” dalam suatu arti tertentu perkataan ini dapat ditujukan kepada Yosef juga, sebab ia menanggapi secara positif Sabda Allah ketika disampaikan kepadanya pada saat yang menentukan. Memang benar bahwa Yosef tidak menanggapi “kabar” malaikat dengan cara yang sama seperti Maria, tetapi Yosef “berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya dan mengambil Maria sebagai isterinya.” Apa yang dilakukannya merupakan “ketaatan iman” yang paling nyata (bdk Rm 1:5; 16:26; 2Kor 10:5-6).
Orang dapat mengatakan bahwa apa yang diperbuat Yosef mempersatukannya dengan suatu cara yang sepenuhnya istimewa dengan iman Maria. Yosef menerima sebagai kebenaran yang datang dari Tuhan, apa yang telah diterima Maria pada saat Kabar Sukacita. Konsili mengajarkan, “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan `ketaatan iman'. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan `kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan', dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya” (7). Pernyataan ini, yang menyentuh intisari iman, secara sempurna dapat dikenakan pada Yosef dari Nazaret.
5. Sebab itu, Yosef menjadi seorang pelindung yang unik dari misteri “yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah” (Ef 3:9), seperti juga Maria, pada saat yang menentukan itu yang disebut St Paulus sebagai “kegenapan waktu,” ketika “Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan … untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Gal 4:4-5). Dalam kata-kata Konsili “Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan DiriNya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (lih. Ef 2:18; 2Ptr 1:4).” (8)
Bersama Maria, Yosef adalah pelindung pertama dari misteri Allah ini. Bersama Maria, dan dalam hubungannya dengan Maria, ia ambil bagian dalam fase terakhir dari pernyataan diri Allah dalam Kristus dan ia melakukannya sejak dari awal mula. Melihat teks-teks Injil, baik Matius maupun Lukas, orang dapat juga mengatakan bahwa Yosef adalah yang pertama ikut ambil bagian dalam iman Bunda Allah dan bahwa dengan melakukannya ia mendukung mempelainya dalam iman akan Kabar Sukacita Allah. Ia adalah juga yang pertama ditempatkan oleh Tuhan di jalan “ziarah iman” Maria. Jalan di sepanjang mana - teristimewa pada saat Kalvari dan Pentakosta - Maria melangkah maju dengan sempurna. (9)
6. Jalan milik Yosef - peziarahan imannya - berakhir terlebih dahulu, begitulah, sebelum Maria berdiri di kaki salib di Golgota, dan sebelum masa sesudah Kristus kembali kepada Bapa, ketika Maria ada di ruang atas pada hari Pentakosta, hari di mana Gereja dinyatakan kepada dunia, setelah dilahirkan dalam kuasa Roh kebenaran. Namun demikian, jalan iman Yosef bergerak menuju arah yang sama: sepenuhnya ditentukan oleh misteri yang sama, di mana dia, bersama dengan Maria, menjadi pelindung yang pertama. Inkarnasi dan Penebusan merupakan suatu persatuan yang organik dan tak terpisahkan, di mana “tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin.” (10) Tepat karena persatuan ini, Paus Yohanes XXIII, yang memiliki devosi mendalam kepada St Yosef, menginstruksikan agar nama Yosef dicantumkan dalam Kanon Misa Romawi - yang adalah kenangan abadi akan penebusan - sesudah nama Maria, dan sebelum nama-nama para rasul, para paus dan para martir. (11)
Pelayanan Kebapaan
7. Seperti dapat disimpulan dari teks-teks Injil, perkawinan Yosef dengan Maria merupakan dasar hukum kebapaannya. Demi menjamin perlindungan kebapaan bagi Yesus maka Tuhan memilih Yosef menjadi suami Maria. Dengan demikian kebapaan Yosef - suatu relasi yang menempatkannya seakrab mungkin dengan Kristus, kepada siapa setiap pilihan dan penentuan dari semula ditetapkan (bdk Rm 8:28-29) - datang melalui perkawinannya dengan Maria, yaitu, melalui keluarga.
Sementara dengan jelas menegaskan bahwa Yesus dikandung dari kuasa Roh Kudus, dan bahwa keperawanan tetap terpelihara dalam perkawinan tersebut (bdk Mat 1:18-25; Luk 1:26-38), para penginjil menyebut Yosef sebagai suami Maria dan Maria sebagai isterinya (bdk Mat 1:16, 18-20; Luk 1:27; 2:5).
Dan sementara penting bagi Gereja untuk menyatakan perkandungan Yesus yang perawan, tak kalah pentingnya menjunjung tinggi perkawinan Maria dengan Yosef, sebab secara hukum kebapaan Yosef bergantung atasnya. Dengan demikian, orang akan paham mengapa keturunan didaftar berdasarkan silsilah Yosef. “Mengapakah,” tanya St Agustinus, “harus tidak berdasarkan Yosef? Bukankah ia suami Maria? … Kitab Suci mengatakan, melalui wewenang seorang malaikat, bahwa ia adalah suaminya. Janganlah engkau takut, kata malaikat, mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Yosef diperintahkan untuk menamai sang Anak, walau Ia tidak dilahirkan dari benihnya. Ia akan melahirkan seorang Putra, kata malaikat, dan engkau harus menamakan Dia Yesus. Kitab Suci tahu bahwa Yesus tidak dilahirkan dari benih Yosef, sebab dalam kegelisahannya mengenai asal kandungan Maria, Yosef diberitahu bahwa anak yang dikandung Maria adalah dari Roh Kudus. Namun demikian, wewenang kebapaannya tidak direnggut darinya sejak dari saat ia diperintahkan untuk menamai sang Anak. Akhirnya, bahkan Perawan Maria, yang tahu benar bahwa ia tidak mengandung Kristus sebagai hasil dari hubungan suami isteri dengan Yosef, masih menyebutnya sebagai bapa Kristus.” (12)
Putra Maria adalah juga Putra Yosef melalui keutamaan ikatan perkawinan yang mempersatukan mereka: “Karena alasan perkawinan mereka yang sejati, keduanya pantas disebut orangtua Kristus, bukan hanya bundaNya, melainkan juga bapaNya, yang adalah orangtua dengan cara yang sama bahwa ia adalah suami bundaNya: patut diingat, bukan dalam daging.” (13) Dalam perkawinan ini tak satu pun dari persyaratan perkawinan yang tidak dipenuhi: “Dalam orangtua Kristus segala kebajikan perkawinan dinyatakan - keturunan, kesetiaan, sakramen; keturunannya adalah Tuhan Yesus Sendiri; kesetiaan, sebab tanpa perzinahan; sakramen, sebab tak terceraikan.” (14)
Dalam menganalisa hakekat perkawinan, baik St Agustinus maupun St Thomas, selalu mengidentifikasikannya dengan suatu “persatuan jiwa-jiwa yang tak terpisahkan,” suatu “persatuan hati” dengan “persetujuan.” (15) Unsur-unsur ini didapati dalam suatu cara yang patut menjadi teladan dalam perkawinan Maria dan Yosef. Pada puncak sejarah keselamatan, ketika Tuhan mewahyukan kasih-Nya bagi umat manusia melalui karunia Sabda, tepatnya perkawinan Maria dan Yosef-lah yang mendatangkan realisasi dalam “kebebasan” penuh “pemberian diri suami isteri” dalam menerima serta mengungkapkan kasih yang demikian. (16) “Dalam tindakan yang mulia ini, yang adalah pembaharuan kembali segala sesuatu dalam Kristus, perkawinan - juga dimurnikan dan diperbaharui - menjadi suatu realita yang baru, suatu sakramen dari Perjanjian Baru. Kita melihat bahwa pada awal Perjanjian Baru, seperti pada awal Perjanjian Lama, kita temukan pasangan yang menikah. Tetapi, sementara Adam dan Hawa adalah sumber kejahatan yang dilepaskan ke dunia, Yosef dan Maria adalah puncak yang darinya kekudusan memancar ke segenap penjuru dunia. Juruselamat memulai karya keselamatan-Nya dengan persatuan yang perawan dan kudus ini, dalam mana dimanifestasikan kehendak-Nya yang mahakuasa untuk memurnikan serta menguduskan keluarga - yaitu sanctuarium kasih dan tempat kehidupan dilahirkan.” (17)
Betapa banyak keluarga pada masa sekarang dapat belajar darinya! “Hakekat dan peranan keluarga pada intinya dikonkretkan oleh cinta kasih. Oleh karena itu keluarga mengemban misi untuk menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih. Dan cinta kasih itu merupakan pantulan hidup serta partisipasi nyata dalam cinta kasih Allah terhadap umat manusia, begitu pula cinta kasih Kristus Tuhan terhadap Gereja Mempelai-Nya.” (18) Dengan demikian, pada Keluarga Kudus, “Gereja Keluarga” (Ecclesia domestica) mula-mula,” (19) setiap keluarga Kristiani patut bercermin. “Karena rencana Allah yang penuh misteri, dalam Keluarga itulah Putra Allah melewatkan tahun demi tahun selama hidup-Nya yang tersembunyi. Oleh karena itu, Keluarga Kudus menjadi pola-teladan bagi semua keluarga Kristen.” (20)
8. St Yosef dipanggil oleh Tuhan untuk melayani pribadi dan misi Yesus secara langsung melalui peran kebapaannya. Tepat dengan cara ini bahwa, seperti diajarkan Liturgi Gereja, ia “bekerjasama dalam kegenapan waktu dalam misteri agung keselamatan” dan sungguh seorang “pelayan keselamatan.” (21) Kebapaannya dinyatakan dengan konkrit “dalam menjadikan hidupnya suatu pelayanan, suatu kurban bagi Misteri Inkarnasi dan bagi misi penebusan yang sehubungan dengannya; dalam mempergunakan wewenang sahnya atas Keluarga Kudus demi pemberian diri yang total dari hidup dan karyanya; dalam mengubah panggilan manusiawinya untuk cinta kasih dalam berkeluarga ke penyerahan diri yang sungguh luar biasa, penyerahan segenap hati dan segenap kemampuan ke dalam cinta kasih yang ditempatkan sebagai pelayanan kepada Mesias yang tumbuh dewasa dalam rumahnya.” (22)
Mengingat bahwa “permulaan dari penebusan kita” dipercayakan “ke dalam pemeliharaan setia St Yosef,” (23) Liturgi memaklumkan bahwa “Tuhan menempatkannya sebagai kepala keluarga, sebagai seorang hamba yang setia dan bijaksana, agar dengan pemeliharaan kebapaannya ia dapat menjaga Putra TunggalNya” (24). Paus Leo XIII menegaskan hakekat luhur dari perutusan ini: “Ia cemerlang di antara segenap umat manusia dalam martabatnya yang agung, sebab oleh kehendak ilahi, ia adalah pelindung, dan menurut anggapan manusia, adalah bapa dari Putra Allah. Sebab itu, terjadilah bahwa Sabda Allah tunduk kepada Yosef, Ia taat kepadanya, dan memberikan kepadanya segala hormat dan bakti seperti yang selayaknya diberikan anak-anak kepada bapa mereka.” (25)
Karena tak dapat dibayangkan bahwa suatu tugas yang begitu luhur tidak diimbangi dengan kualitas yang dibutuhkan agar mampu menunaikannya, kita harus mengakui bahwa Yosef menunjukkan kepada Yesus “dengan suatu karunia istimewa dari surga, segala kasih alamiah, segala perhatian dan kasih sayang yang dapat diberikan dari hati seorang bapa.” (26)
Di samping wewenang kebapaan atas Yesus, Tuhan juga menganugerahkan kepada Yosef suatu bagian dalam kasih yang sama, kasih yang berasal dari Bapa “yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Ef 3:15).
Injil dengan jelas menggambarkan tanggung jawab kebapaan Yosef terhadap Yesus. Sebab keselamatan - yang datang melalui kemanusiaan Yesus - direalisasikan dalam tindakan-tindakan yang merupakan bagian sehari-hari dari hidup keluarga, sesuai dengan “penghambaan diri” yang menjadi ciri dalam tata Inkarnasi. Para penulis Injil dengan cermat menunjukkan bagaimana dalam hidup Yesus tak suatu pun merupakan kebetulan belaka, melainkan bagaimana segala sesutau terjadi sesuai dengan rancangan yang telah ditetapkan Allah. Rumusan yang sering kali diulang, “Hal itu terjadi supaya genaplah firman…,” sehubungan dengan suatu peristiwa tertentu dalam Perjanjian Lama bertujuan menekankan kesatuan dan kesinambungan dari rancangan yang digenapi dalam Kristus.
Dengan Inkarnasi, “janji-janji” dan “gambaran-gambaran” dari Perjanjian Lama menjadi “nyata”: tempat-tempat, tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa dan tatacara yang saling bersangkut-paut tepat seperti perintah Allah yang disampaikan oleh para malaikat dan diterima oleh makhluk ciptaan yang teristimewa peka terhadap suara Tuhan. Maria adalah hamba Allah yang bersahaja, yang dipersiapkan sejak dari kekekalan masa untuk tugas menjadi Bunda Allah. Yosef adalah dia yang dipilih Allah untuk menjadi “pengawas kelahiran Tuhan,” (27) dia yang bertanggung jawab memelihara “takdir” masuknya Putra Allah ke dalam dunia, sesuai rencana Allah dan hukum manusia. Segala yang disebut kehidupan Yesus yang “pribadi” atau “tersembunyi” dipercayakan ke dalam perlindungan Yosef.
Sensus
9. Dengan pergi ke Betlehem untuk mendaftarkan diri dalam ketaatan kepada perintah penguasa yang sah, Yosef menggenapi bagi si Anak tugas penting untuk secara sah memasukkan nama “Yesus, anak Yosef dari Nazaret” (bdk Yoh 1:45) dalam registrasi Kekaisaran Romawi. Registrasi ini dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah bagian dari umat manusia sebagai seorang pribadi di kalangan orang banyak, sebagai warga dunia ini, yang taat pada hukum dan lembaga-lembaga sipil, tetapi juga “Juruselamat Dunia.” Origen memberikan suatu gambaran yang indah, sama sekali bukan yang remeh, akan makna teologis dari fakta sejarah ini: “Karena pendaftaran semua orang di seluruh dunia pertama kali terjadi di bawah pemerintahan Kaisar Agustus, dan di antara orang banyak itu Yosef juga pergi untuk mendaftarkan diri bersama Maria isterinya, yang sedang mengandung, dan karena Yesus dilahirkan sebelum pendaftaran selesai: bagi orang yang memeriksa dengan cermat akan tampak bahwa semacam suatu misteri dinyatakan melalui fakta bahwa pada saat ketika semua orang di seluruh dunia menghadap untuk dihitung, Kristus juga dihitung. Dengan didaftar bersama semua orang, Ia dapat menguduskan setiap orang; dengan dicatat bersama seluruh dunia dalam sensus, Ia menawarkan kepada dunia persatuan dengan DiriNya Sendiri, dan setelah DiriNya didaftar, Ia mencatat semua orang di seluruh dunia dalam buku kehidupan, sehingga sebanyak orang yang percaya kepada-Nya kemudian dapat dicatat di surga bersama dengan para kudus Allah, kepada-Nya kemuliaan dan kuasa untuk selama-lamanya, Amin.” (28)
Kelahiran di Betlehem
10. Sebagai pelindung dari misteri “yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah,” yang mulai disingkapkan di hadapan matanya “dalam kegenapan waktu,” Yosef, bersama Maria, merupakan saksi istimewa akan kelahiran Putra Allah ke dalam dunia pada malam Natal di Betlehem. Lukas menulis, “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk 2:6-7).
Yosef adalah seorang saksi mata dari kelahiran ini, yang terjadi dalam kondisi, menurut pandangan manusia, memalukan - suatu pemakluman pertama akan “pengosongan diri” (bdk Fil 2:5-8) yang dengan sukarela diterima Kristus demi pengampunan dosa manusia. Yosef juga menjadi saksi dari sembah sujud para gembala yang datang di tempat Yesus dilahirkan setelah para malaikat menyampaikan kepada mereka berita sukacita nan agung (bdk Luk 2:15-16). Di kemudian hari ia juga menjadi saksi dari sembah sujud para majus yang datang dari Timur (bdk Mat 2:11).
Sunat
11. Penyunatan anak laki-laki merupakan kewajiban religius pertama seorang ayah, dan dengan ritus ini (bdk Luk 2:21) Yosef melaksanakan hak dan kewajibannya atas Yesus.
Prinsip yang berpegang bahwa segala ritus dari Perjanjian Lama merupakan bayangan dari yang sebenarnya (bdk Ibr 9:9dst; 10:1) bermanfaat untuk menjelaskan mengapa Yesus menerimanya. Sama dengan segala ritus lainnya, sunat juga “digenapi” dalam diri Yesus. Perjanjian Tuhan dengan Abraham, dengan sunat sebagai tandanya (bdk Kej 17:13), mencapai dayanya yang penuh dan realisasinya yang sempurna dalam Yesus, yang adalah “ya” bagi semua janji lama (bdk 2Kor 1:20).
Pemberian Nama
12. Pada saat penyunatan, Yosef menamai Anak itu “Yesus”. Inilah satu-satunya nama di mana terdapat keselamatan (bdk Kis 4:12). Arti nama itu telah disingkapkan kepada Yosef pada saat “kabar sukacitanya”: “Engkau harus menamakan anak itu Yesus, karena Dia-lah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (bdk Mat 1:21). Dalam memberikan nama, Yosef memaklumkan hak kebapaannya yang sah atas Yesus, dan dengan menyebutkan nama itu ia memaklumkan misi sang Anak sebagai Juruselamat.
Yesus Dipersembahkan di Bait Allah
13. Ritus yang disebut Lukas ini (2:22dst), meliputi menebus anak sulung dan menerangkan tinggalnya Yesus di Bait Allah di kemudian hari pada usia duabelas tahun.
Menebus anak sulung merupakan kewajiban lain dari seorang ayah, dan kewajiban ini ditunaikan oleh Yosef. Yang dilambangkan dengan anak sulung ialah umat perjanjian, yang ditebus dari perbudakan agar dapat menjadi milik Allah. Di sini juga, Yesus - yang adalah “harga” tebusan yang sejati (bdk 1 Kor 6:20; 7:23; 1Ptr 1:19) - tidak hanya “menggenapi” ritus Perjanjian Lama, melainkan pada saat yang sama melampauinya, sebab Ia bukanlah subyek yang harus ditebus, melainkan pencipta penebusan itu sendiri.
Penulis Injil mencatat bahwa “bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia” (Luk 2:33), teristimewa akan apa yang dikatakan Simeon dalam madahnya kepada Tuhan, ketika ia menyebut Yesus sebagai “keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” dan sebagai suatu “tanda yang menimbulkan perbantahan” (bdk Luk 2:30-34).
Pengungsian ke Mesir
14. Setelah kisah Yesus Dipersembahkan di Bait Allah, Penginjil Lukas mencatat, “Dan setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Luk 2:39-40).
Tetapi menurut teks Matius, suatu peristiwa yang amat penting terjadi sebelum mereka kembali ke Galilea, suatu peristiwa di mana penyelenggaraan ilahi sekali lagi membutuhkan bantuan Yosef. Kita baca “Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yosef dalam mimpi dan berkata: `Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia'” (Mat 2:13). Herodes mengetahui dari para majus yang datang dari Timur mengenai kelahiran “raja orang Yahudi” (Mat 2:2). Dan ketika para majus telah berangkat, ia “menyuruh membunuh semua anak laki-laki di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah” (Mat 2:16). Dengan membunuh mereka semua, ia berharap dapat membunuh “raja orang Yahudi” yang ia dengar baru dilahirkan. Maka, Yosef, setelah diperingatkan dalam mimpi, “mengambil Anak itu serta ibu-Nya pada waktu malam, dan lari ke Mesir, dan tinggal di sana sampai Herodes mangkat. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan melalui nabi, `Dari Mesir Ku-panggil PutraKu'” (bdk Mat 2:14-15; bdk Hos 11:1).
Dan maka, perjalanan Yesus kembali ke Nazaret dari Betlehem adalah melalui Mesir. Sama seperti bangsa Israel telah mengikuti jalan keluar “dari kondisi perbudakan” agar dapat memulai Perjanjian Lama, demikian pula Yosef, pelindung dan partisipan dalam misteri penyelenggaraan ilahi, bahkan di pembuangan menjaga Dia yang mendatangkan Perjanjian Baru.
Yesus Hilang di Bait Allah
15. Sejak dari saat Kabar Sukacita, baik Yosef maupun Maria mendapati diri mereka, dalam arti tertentu, pada pusat misteri yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah, misteri yang telah menjadi daging, “Sabda itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” (Yoh 1:14). Ia tinggal di antara manusia, dalam lingkungan Keluarga Kudus dari Nazaret -satu dari sekian banyak keluarga di kota kecil ini di Galilea, satu dari sekian banyak keluarga di tanah Israel. Di sanalah Yesus “bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Luk 2:40). Injil meringkas hanya dalam beberapa patah kata, periode panjang dari kehidupan “yang tersembunyi”, masa di mana Yesus mempersiapkan DiriNya untuk misi mesianik-Nya. Hanya satu episode dari “masa yang tersembunyi” ini dikisahkan dalam Injil Lukas: Paskah di Yerusalem ketika Yesus berusia duabelas tahun. Bersama Maria dan Yosef, Yesus ikut ambil bagian dalam perayaan sebagai seorang peziarah muda. “Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya” (Luk 2:43). Setelah sehari perjalanan jauhnya, orangtua-Nya menyadari ketidakhadiran-Nya dan mulai mencari “di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.” “Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya” (Luk 2:46-47). Maria bertanya, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (Luk 2:48). Jawaban yang diberikan Yesus sedemikian rupa hingga “mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.” Ia mengatakan, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2:49-50).
Yosef, yang baru saja disebut Maria sebagai “bapa-Mu,” mendengar jawaban ini. Bagaimanapun, itulah yang dikatakan dan dipikirkan semua orang: Yesus adalah (dianggap sebagai) Putra Yosef” (Luk 3:23). Namun demikian, jawaban Yesus di Bait Allah sekali lagi membangkitkan dalam benak dia “yang dianggap bapa-Nya” apa yang telah ia dengar pada malam itu duabelas tahun silam, “Yosef, … janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” Sejak dari saat itu, ia tahu bahwa ia adalah pelindung dari misteri Allah, dan tepat misteri inilah yang oleh Yesus yang berumur duabelas tahun dibangkitkan kembali dalam benaknya, “Aku harus berada di dalam rumah BapaKu.”
Pemeliharaan dan Pendidikan Yesus dari Nazaret
16. Betumbuhnya Yesus dalam “hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk 2:52) terjadi dalam Keluarga Kudus di bawah pengawasan Yosef, yang mempunyai tugas penting “membesarkan” Yesus, yaitu memberinya makanan, pakaian serta pendidikan dalam Hukum dan dalam ketrampilan, sehubungan dengan kewajibannya sebagai seorang ayah.
Dalam Kurban Ekaristi, Gereja menghormati kenangan akan Maria, Bunda Allah yang tetap Perawan selamanya, dan kenangan akan St Yosef, (29) sebab “ia memberi makan Dia yang harus disantap umat beriman sebagai roti hidup yang kekal.” (30)
Dari pihak-Nya, Yesus “taat kepada mereka” (bdk Luk 2:51), membalas dengan penuh hormat kasih sayang “orangtua”-Nya. Dengan cara ini Ia bermaksud menguduskan kewajiban keluarga dan kerja, yang Ia lakukan di sisi Yosef.
III
SEORANG YANG TULUS HATI; SEORANG SUAMI
17. Dalam perjalanan ziarah iman yang adalah hidupnya, Yosef, seperti Maria, tetap setia pada panggilan Tuhan hingga akhir. Sementara hidup Maria adalah mendatangkan kegenapan atas fiat pertama yang diucapkannya pada saat Kabar Sukacita, pada saat “kabar sukacita” Yosef sendiri, ia tidak mengatakan apapun; sebaliknya ia hanya “berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya” (Mat 1:24). Dan “perbuatan” pertama ini menjadi awal dari “perjalanan Yosef.” Injil tidak mencatat sepatah kata pun yang pernah diucapkan Yosef sepanjang jalan itu. Tetapi, keheningan Yosef memiliki kefasihannya tersendiri yang istimewa, sebab syukur atas keheningan itu kita dapat memahami kebenaran dari penilaian Injil bahwa ia adalah “seorang yang tulus hati” (Mat 1:19).
Orang harus sampai pada pemahaman akan kebenaran ini, sebab hal ini mengandung salah satu dari kesaksian-kesaksian paling penting mengenai manusia dan panggilannya. Dari generasi ke generasi Gereja telah membaca kesaksian ini dengan perhatian yang terlebih besar lagi dan dengan pemahaman yang terlebih mendalam, seolah, mengeluarkan “harta yang baru dan yang lama” (Mat 13:52) dari perbendaharaan sosok Yosef yang mulia.
18. Di atas segalanya, orang “yang tulus hati” dari Nazaret ini memiliki karakteristik yang jelas sebagai seorang suami. Lukas menyebut Maria sebagai “seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yosef” (Luk 1:27). Bahkan sebelum “rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi” (Ef 3:9) mulai digenapi, Injil telah menghadirkan di hadapan kita sosok suami dan isteri. Menurut tradisi Yahudi, perkawinan dilangsungkan dalam dua tahap: pertama, perkawinan yang sesungguhnya atau sah dirayakan, dan kemudian, hanya sesudah suatu periode waktu tertentu, suami membawa isterinya masuk ke dalam rumahnya. Dengan demikian sebelum ia tinggal bersama Maria, Yosef telah menjadi “suami” Maria. Tetapi, Maria, memelihara kerinduan yang mendalam untuk mempersembahkan dirinya semata-mata hanya bagi Allah. Orang mungkin akan bertanya bagaimana kerinduan Maria ini dapat dipenuhi dengan suatu “perkawinan.” Jawabannya hanya dapat datang dari peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan sementara peristiwa-peristiwa itu disingkapkan, dari tindakan istimewa Allah Sendiri. Sejak dari saat Kabar Sukacita, Maria tahu bahwa ia akan menggenapi kerinduan keperawanannya untuk mempersembahkan diri semata-mata dan sepenuhnya bagi Allah tepat dengan cara menjadi Bunda dari Putra Allah. Menjadi seorang Bunda dari kuasa Roh Kudus adalah bentuk yang diambil dari pemberian dirinya: bentuk yang Tuhan Sendiri kehendaki dari Perawan Maria, yang “dipertunangkan” kepada Yosef. Maria mengucapkan fiat-nya. Kenyataan bahwa Maria “dipertunangkan” kepada Yosef merupakan bagian dari rencana Allah Sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh Lukas dan teristimewa oleh Matius. Kata-kata yang disampaikan kepada Yosef sungguh penuh arti, “Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat 1:20). Kata-kata ini menjelaskan misteri isteri Yosef: dalam keibuannya Maria adalah seorang perawan. Dalam Maria, “Putra Allah yang Mahatinggi” mengenakan tubuh manusia dan menjadi “Putra Manusia.”
Melalui perkataan malaikat yang disampaikan kepada Yosef, Tuhan berbicara kepadanya sebagai suami dari Perawan Nazaret. Apa yang terjadi pada Maria melalui kuasa Roh Kudus juga meneguhkan dengan cara yang istimewa ikatan perkawinan yang telah ada antara Yosef dan Maria. Utusan Tuhan sangat jelas dalam apa yang ia katakan kepada Yosef, “Janganlah engkau takut membawa Maria isterimu masuk ke dalam rumahmu.” Dengan demikian, apa yang telah terjadi sebelumnya, yaitu perkawinan Yosef dengan Maria, terjadi sesuai dengan kehendak Tuhan dan dimaksudkan untuk dilangsungkan. Dalam keibuannya yang ilahi, Maria akan terus hidup sebagai “seorang perawan, isteri dari suaminya” (bdk Luk 1:27).
19. Dalam kata-kata “kabar sukacita' di waktu malam, Yosef tidak saja mendengar kebenaran ilahi mengenai panggilan isterinya yang luar biasa; ia juga mendengar sekali lagi kebenaran mengenai panggilannya sendiri. Orang “yang tulus hati” ini, yang, dalam semangat tradisi terluhur Umat Pilihan, mengasihi Perawan Nazaret dan diikatkan kepadanya dengan kasih seorang suami, sekali lagi dipanggil oleh Allah kepada kasih ini.
“Yosef berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya” dan membawanya masuk ke dalam rumahnya (bdk Mat 1:24); anak yang dikandung Maria adalah “dari Roh Kudus.” Dari ungkapan-ungkapan semacam ini tidakkah kita beranggapan bahwa kasihnya sebagai seorang laki-laki juga diberi kelahiran baru oleh Roh Kudus? Tidakkah kita berpikir bahwa kasih Allah yang telah dicurahkan ke dalam hati manusia oleh Roh Kudus (bdk Rm 5:5) membentuk kasih setiap manusia kepada kesempurnaan? Kasih Allah ini juga membentuk - dengan suatu cara yang sepenuhnya unik - kasih suami dan isteri, memperdalam di dalamnya segala nilai dan keindahan manusia, segala yang mengungkapkan suatu pemberian diri yang eksklusif, suatu perjanjian di antara pribadi-pribadi, dan suatu persatuan yang otentik seturut model Tritunggal Mahakudus.
“Yosef… mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki” (Mat 1:24-25). Kata-kata ini menunjukkan suatu bentuk lain dari keakraban dalam perkawinan. Keakraban rohani yang mendalam muncul dari persatuan perkawinan dan kontak interpersonal antara laki-laki dan perempuan memiliki asalnya yang definitif dari Roh, Pemberi Hidup (bdk Yoh 6:63). Yosef, dalam ketaatan kepada Roh, mendapati dalam Roh sumber kasih, kasih perkawinan yang ia alami sebagai seorang laki-laki. Dan kasih ini terbukti jauh lebih hebat daripada yang pernah dapat diharapkan “orang yang tulus hati” ini dalam batas-batas hati manusiawinya.
20. Dalam Liturgi, Maria dirayakan sebagai “dipersatukan dengan Yosef, yang tulus hati, oleh ikatan perkawinan dan kasih yang perawan.” (31) Sungguh ada dua macam kasih di sini, keduanya secara bersama-sama mewakili misteri Gereja - perawan dan mempelai - seperti dilambangkan dalam perkawinan Maria dan Yosef. “Keperawanan atau selibat demi Kerajaan Allah bukan hanya tidak bertentangan dengan martabat pernikahan, melainkan justru mengandaikan serta meneguhkannya. Pernikahan dan keperawanan atau selibat merupakan dua jalan untuk mengungkapkan dan menghayati hanya satu misteri, yakni perjanjian Allah dengan umat-Nya,” (32) perjanjian yang adalah persatuan kasih antara Tuhan dan manusia.
Melalui pengorbanan diri sepenuhnya, Yosef mengungkapkan kasihnya yang murah hati kepada Bunda Allah, dan memberikan kepadanya “pemberian diri” seorang suami. Walaupun ia memutuskan untuk menarik diri agar tidak terlibat dalam rencana Allah yang akan segera datang melalui Maria, Yosef taat pada perintah tegas malaikat dan membawa Maria masuk ke dalam rumahnya, sembari menghormati kenyataan bahwa Maria secara eksklusif adalah milik Allah.
Di lain pihak, dari perkawinannya dengan Maria-lah Yosef mendapatkan martabat dan hak-haknya yang luar biasa sehubungan dengan Yesus. “Sudahlah pasti bahwa martabat Bunda Allah begitu agung mulia hingga tak satu makhluk ciptaan pun dapat melampauinya. Tetapi, karena Maria dipersatukan dengan Yosef oleh ikatan perkawinan, maka tak dapat diragukan bahwa Yosef lebih mendekati dari siapa pun ke keunggulan martabat dengan mana Bunda Allah melampaui segenap makhluk ciptaan dengan begitu luar biasa. Sebab perkawinan merupakan tingkat paling tinggi dari persatuan dan persahabatan yang dari hakekatnya menyangkut persatuan rahmat, sehingga Tuhan, dengan memberikan Yosef kepada Santa Perawan, tidak memberikannya kepada Maria hanya sekedar sebagai pendamping hidupnya, saksi keperawanannya dan pelindung kehormatannya; Ia juga memberikan Yosef kepada Maria agar ia, melalui ikatan perkawinan, dapat ikut ambil bagian dalam martabat Maria yang agung luhur.” (33)
21. Ikatan cinta kasih ini adalah inti dari kehidupan Keluarga Kudus, pertama-tama dalam kemiskinan Betlehem, kemudian dalam pengungsian di Mesir, dan di kemudian hari di rumah Nazaret. Gereja dengan sangat menghormati Keluarga ini, dan mengajukannya sebagai teladan bagi segenap keluarga. Dimasukkan secara langsung dalam Misteri Inkarnasi, Keluarga Nazaret memiliki misterinya tersendiri yang istimewa. Dan dalam misteri ini, seperti dalam Inkarnasi, orang mendapati kebapaan sejati: bentuk manusiawi dari keluarga Putra Allah, sungguh sebuah keluarga manusia, yang dibentuk oleh misteri ilahi. Dalam keluarga ini, Yosef adalah sang bapa: kebapaannya bukanlah yang berasal dari memperanakkan keturunan; bukan pula kebapaan yang “seolah” atau sekedar “pengganti”. Melainkan, kebapaan yang sepenuhnya ambil bagian dalam kebapaan manusiawi yang otentik dan perutusan seorang bapa dalam keluarga. Ini adalah konsekuensi dari persatuan hipostatik: kemanusiaan diangkat ke dalam persatuan Pribadi Allah dari Putra-Sabda, Yesus Kristus. Bersama dengan kodrat manusia, yang sepenuhnya manusia, dan teristimewa dalam keluarga - seperti dimensi pertama keberadaan manusia di dunia - juga diangkat dalam Kristus. Dalam konteks ini, kebapaan manusiawi Yosef juga “diangkat” ke dalam misteri Inkarnasi Kristus.
Dengan dasar prinsip ini, kata-kata yang diucapkan Maria kepada Yesus yang berumur duabelas tahun di Bait Allah mengambil maknanya yang sepenuhnya, “Bapa-Mu dan aku ... mencari Engkau.” Ini bukanlah kata-kata yang lazim: kata-kata Maria kepada Yesus menunjukkan realitas sepenuhnya dari Inkarnasi yang hadir dalam misteri Keluarga Nazaret. Sejak dari awal, Yosef menerima dengan “ketaatan iman” kebapaan manusiwinya atas Yesus. Dan dengan demikian, seturut terang Roh Kudus yang memberikan Diri-Nya kepada manusia melalui iman, pastilah ia mendapati dengan terlebih penuh karunia luar biasa yang adalah kebapaan manusiawinya.
IV
BEKERJA SEBAGAI SUATU PERNYATAAN KASIH
22. Bekerja merupakan pernyataan kasih sehari-hari dalam kehidupan Keluarga Nazaret. Injil menyebutkan jenis pekerjaan yang dilakukan Yosef demi menopang keluarganya: ia adalah seorang tukang-kayu. Kata yang sederhana ini merangkum seluruh hidup Yosef. Bagi Yesus, ini adalah tahun-tahun tersembunyi, tahun-tahun yang disebut Lukas setelah menceritakan episode yang terjadi di Bait Allah: “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka” (Luk 2:51). “Penyerahan diri” atau ketaatan Yesus di rumah Nazaret hendaknya dimengerti sebagai suatu keikutsertaan dalam pekerjaan Yosef. Belajar keahlian bapa asuh-Nya; Yesus dikenal sebagai “Putra si tukang kayu.” Jika Keluarga Nazaret adalah teladan dan model bagi keluarga-keluarga manusia, dalam tata keselamatan dan kekudusan, maka demikian juga, dengan analogi, kerja Yesus di sisi Yosef si tukang kayu. Di masa kita sekarang, Gereja telah menekankan hal ini dengan menetapkan peringatan liturgis St Yosef Pekerja pada tanggal 1 Mei. Pekerjaan manusia, dan teristimewa pekerjaan kasar, mendapatkan perhatian khusus dalam Injil. Sejalan dengan kemanusiaan Putra Allah, kerja juga telah diangkat ke dalam misteri Inkarnasi, dan juga telah ditebus dengan suatu cara yang istimewa. Di bengkel kerjanya, di mana ia melakukan pekerjaannya bersama Yesus, Yosef membawa pekerjaan manusia lebih dekat kepada misteri Penebusan.
23. Dalam perkembangan manusiawi Yesus “dalam hikmat, usia dan karunia,” keutamaan kerajinan memainkan peranan yang penting, sebab “kerja adalah kebajikan manusia” yang “mengubah alam” dan menjadikan manusia “dalam arti tertentu, lebih manusiawi.” (34)
Pentingnya bekerja dalam kehidupan manusia menuntut bahwa maknanya dikenali dan dipahami demi “membantu semua orang untuk datang lebih dekat kepada Tuhan, sang Pencipta dan Penebus, untuk ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan-Nya bagi manusia dan dunia, dan untuk memperdalam... persahabatan dengan Kristus dalam hidup mereka, dengan menerima, melalui iman, suatu keikutsertaan yang nyata dalam perutusan-Nya sebagai Imam, Nabi dan Raja.” (35)
24. Apa yang sungguh amat penting di sini adalah pengudusan kehidupan sehari-hari, suatu pengudusan yang harus diperoleh setiap orang sesuai statusnya, dan pengudusan yang dapat digalakkan menurut suatu model yang mudah diterima semua orang: “St Yosef adalah model dari orang-orang sederhana yang diangkat kekristenan ke martabat yang tinggi; ... ia adalah bukti bahwa untuk menjadi seorang pengikut Kristus yang baik dan sejati, tidak diperlukan hal-hal besar - melainkan cukuplah memiliki keutamaan-keutamaan yang biasa, sederhana dan manusiawi, tetapi keutamaan-keutamaan itu haruslah tulus dan otentik.” (36)
V
KEUNGGULAN KEHIDUPAN BATIN
25. Aura keheningan yang sama yang melingkupi segala hal lainnya mengenai Yosef juga menyelubungi pekerjaannya sebagai seorang tukang kayu di rumah Nazaret. Namun demikian, keheningan itu adalah keheningan yang menyingkapkan dengan suatu cara yang istimewa gambaran batinnya. Injil berbicara semata-mata mengenai apa yang Yosef “lakukan.” Namun demikian, apa yang dibicarakan Injil membuat kita menemukan dalam “tindakan-tindakannya” - yang terselubung dalam keheningan - suatu aura kontemplasi yang mendalam. Yosef berhubungan setiap hari dengan misteri “yang telah berabad-abad tersembunyi,” dan yang “tinggal” di bawah atap rumahnya. Hal ini menjelaskan, misalnya, mengapa St Theresia dari Yesus, seorang pembaharu Karmelit yang agung, menggalakkan pembaharuan penghormatan kepada St Yosef dalam Kekristenan Barat.
26. Pengorbanan total, di mana Yosef menyerahkan segala keberadaannya demi tuntutan kedatangan Mesias ke dalam rumahnya, menjadi dapat dipahami hanya dalam terang kehidupan batinnya yang luar biasa. Dari kehidupan batin inilah “perintah-perintah dan penghiburan-penghiburan yang amat luar biasa datang, membawa pula baginya akal budi dan kekuatan yang menjadi milik jiwa-jiwa yang sederhana dan bersih, dan memberinya kuasa untuk membuat keputusan-keputusan besar - seperti keputusan untuk segera menyerahkan kekebasannya pada rancangan-rancangan ilahi, mengubah juga panggilan manusiawinya yang sah, yaitu kebahagiaan perkawinannya, untuk menerima keadaan, tanggung jawab dan beban sebuah keluarga, tetapi, melalui suatu kasih yang perawan tiada bandingnya, untuk mengingkari kasih suami isteri yang lazim yang adalah dasar dan yang memberi hidup keluarga. (37)
Penyerahan diri kepada Tuhan ini, kesediaan kehendak untuk membaktikan diri pada segalanya demi melayani-Nya, sungguh tak lain adalah praktek devosi yang merupakan satu perwujudan dari keutamaan agama. (38)
27. Persekutuan hidup antara Yosef dan Yesus menghantar kita untuk memikirkan sekali lagi Misteri Inkarnasi, tepat sehubungan dengan kemanusiaan Yesus sebagai alat yang berdaya guna dari ke-Allah-an-Nya demi tujuan menguduskan manusia, “Dengan keutamaan ke-Allah-an-Nya, tindakan-tindakan manusiawi Kristus menyelamatkan kita, mendatangkan rahmat dalam diri kita, entah dengan manfaat atau dengan suatu daya guna tertentu.” (39)
Di antara tindakan-tindakan itu, para penulis Injil menekankan tindakan-tindakan yang ada hubungannya dengan Misteri Paskah, tetapi mereka juga menggarisbawahi pentingnya kontak fisik dengan Yesus untuk penyembuhan (bdk misalnya, Mrk 1:41), dan pengaruh yang Yesus timbulkan atas Yohanes Pembaptis ketika mereka berdua masih berada dalam rahim ibunda mereka (bdk Luk 1:41-44).
Seperti yang telah kita lihat, kesaksian apostolik tidak mengabaikan kisah kelahiran Yesus, penyunatan-Nya, persembahan DiriNya di Bait Allah, pengungsian-Nya ke Mesir dan hidup-Nya yang tersembunyi di Nazaret. Kesaksian apostolik menyadari “misteri” rahmat yang hadir dalam setiap “tindakan” penyelamatan ini, sebab semuanya ambil bagian dalam sumber kasih yang sama: ke-Allah-an Kristus. Apabila melalui kemanusiaan Kristus kasih ini bersinar atas segenap umat manusia, maka mereka yang pertama-tama mendapatkannya tak diragukan lagi adalah mereka yang paling akrab berhubungan dengan-Nya: Maria, Bunda Yesus, dan Yosef, bapa asuh-Nya. (40).
Mengapakah kasih “kebapaan” Yosef harus tidak mempunyai pengaruh atas kasih “seorang anak” Yesus? Dan sebaliknya mengapakah kasih “seorang anak” Yesus harus tidak mempunyai pengaruh atas kasih “kebapaan” Yosef, yang dengan demikian menghantar pada hubungan unik mereka yang terlebih mendalam? Jiwa-jiwa yang paling peka terhadap gerakan-gerakan kasih Allah telah dengan tepat melihat dalam diri Yosef suatu teladan cemerlang akan kehidupan batin.
Lebih jauh, dalam diri Yosef, ketegangan nyata antara kehidupan aktif dan kontemplatif mendapatkan suatu keharmonisan yang ideal, yang hanya mungkin bagi mereka yang memiliki kesempurnaan cinta kasih. Mengikuti pembedaan St Agustinus yang terkenal antara kasih kebenaran (caritas veritatis) dan tuntutan praktis kasih (necessitas caritatis), (41) kita dapat mengatakan bahwa Yosef mengalami baik kasih kebenaran - kasih kontemplatif murni dari Kebenaran Allah yang terpancar dari kemanusiaan Kristus - dan tuntutan kasih - kasih yang sama murninya dan tak mementingkan diri sendiri, yang dibutuhkan dalam panggilannya untuk melindungi dan membesarkan kemanusiaan Yesus, yang secara tak terpisahkan berhubungan dengan ke-Allah-an-Nya.
VI
PELINDUNG GEREJA DI MASA KITA
28. Dalam masa yang sulit dalam sejarah Gereja, Paus Pius IX, berkeinginan menempatkan Gereja di bawah perlindungan penuh kuasa dari bapa bangsa Yosef yang kudus, dengan memaklumkannya sebagai “Pelindung Gereja Katolik”. (42) Bagi Paus Pius IX ini bukanlah tindakan yang sia-sia, sebab dengan keutamaan martabat luhur yang telah Tuhan anugerahkan kepada hamba-Nya yang paling setia, Yosef, “Gereja, sesudah Santa Perawan, mempelainya, telah senantiasa memberikan penghormatan besar kepadanya dan menyanjungnya dengan puji-pujian, memohon pertolongannya di tengah-tengah pencobaan.” (43)
Apakah alasan di balik kepercayaan yang sedemikian besar itu? Paus Leo XIII memberikan penjelasan sebagai berikut: “Alasan mengapa St Yosef patut dianggap sebagai pelindung istimewa Gereja, dan Gereja sebaliknya menaruh pengharapan besar akan pemeliharaan dan perlindungannya, terutama karena ia adalah suami Maria dan bapa asuh Yesus…, Yosef pada masa itu adalah pelindung yang sah dan wajar, kepala dan pembela Keluarga Kudus… Maka tepatlah dan sungguh pantas dari martabat Yosef bahwa, dengan cara yang sama ia dahulu terus-menerus melindungi Keluarga Nazaret, maka sekarang demikian pula ia melindungi dan membela dengan perlindungan surgawinya, Gereja Kristus.” (44)
29. Perlindungan ini sepatutnyalah dimohonkan karena senantiasa diperlukan Gereja, bukan hanya sebagai pembela melawan segala mara bahaya, melainkan juga, dan sungguh terutama, sebagai daya dorong bagi komitmennya yang telah diperbaharui untuk evangelisasi di dunia dan evangelisasi kembali di tanah-tanah dan bangsa-bangsa di mana - seperti yang saya tulis dalam Anjuran Apostolik Christifidele Laici - “agama dan kehidupan Kristen dahulunya berkembang dan … sekarang dihadapkan dengan ujian yang berat” (45). Guna menyampaikan pewartaan pertama tentang Kristus, atau menyampaikannya kembali secara baru di manapun pewartaan telah diacuhkan atau dilupakan, Gereja membutuhkan “kekuasaan dari tempat tinggi” yang istimewa (bdk Luk 24:49; Kis 1:8): suatu karunia Roh dari Tuhan, suatu karunia yang bukannya tidak berhubungan dengan perantaraan dan teladan para kudus-Nya.
30. Di samping mempercayakan diri pada perlindungan pasti St Yosef, Gereja juga mempercayakan diri pada teladannya yang luhur, yang melampaui segala status hidup individual dan berperan sebagai model bagi segenap komunitas Kristani, apapun juga kondisi dan tugas kewajiban dari setiap anggota-anggotanya.
Seperti dinyatakan dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi dari Konsili Vatikan II, dasar sikap segenap Gereja haruslah “mendengarkan Sabda Allah dengan khidmad,” (46) suatu kesiapsediaan mutlak untuk melayani dengan setia kehendak penyelamatan Tuhan yang dinyatakan dalam Yesus. Sudah sejak dari awal penebusan manusia, sesudah Maria, kita menemukan model ketaatan yang berinkarnasi dalam St Yosef, ia yang dikenal telah dengan setia melaksanakan perintah-perintah Tuhan.
Paus Paulus VI mengajak kita untuk memohon perlindungan St Yosef “seperti yang telah biasa dilakukan Gereja di masa-masa belakangan ini, pertama-tama bagi dirinya, dengan suatu refleksi teologis spontan mengenai perkawinan yang ilahi dan tindakan manusiawi dalam tata agung Penebusan, di mana tata pertama - yang ilahi - sepenuhnya mencukupi Dirinya Sendiri, sementara yang kedua - tindakan manusiawi yang adalah kita - walau tidak dapat berbuat apa-apa (bdk Yoh 15:5), tak pernah terlepas dari kerjasama yang bersahaja namun bersyarat dan diperluhur. Gereja juga memohon kepada Yosef sebagai pelindungnya karena kerinduan yang luar biasa dan yang senantiasa ada untuk menyegarkan kembali kehidupan lamanya dengan keutamaan-keutamaan evangelis yang sejati, seperti yang terpancar dalam diri St Yosef.” (47)
31. Gereja mengubah kebutuhan-kebutuhan ini ke dalam doa. Mengingat bahwa Tuhan menghendaki untuk mempercayakan awal dari penebusan kita ke dalam pemeliharaan setia St Yosef, Gereja memohon kepada Tuhan untuk mengabulkan agar kiranya Gereja dapat dengan setia bekerjasama dalam karya keselamatan; agar kiranya Gereja menerima kesetiaan dan kemurnian hati yang sama yang mengilhami Yosef dalam melayani Inkarnasi Sabda; dan agar kiranya Gereja berjalan di hadapan Tuhan dalam jalan kekudusan dan keadilan, seturut teladan St Yosef dan melalui perantaraannya. (48)
Seratus tahun yang lalu, Paus Leo XIII telah menganjurkan umat Katolik sedunia untuk berdoa memohon perlindungan St Yosef, Pelindung Gereja semesta. Surat Ensiklik Quamquam Pluries memohon kepada Yosef “kasih kebapaannya … bagi Kanak-kanak Yesus” dan mempercayakan kepadanya, sebagai “pelindung yang bijaksana dari Keluarga Allah,” “warisan terkasih yang Yesus Kristus bayar dengan darah-Nya.” Sejak saat itu - seperti yang saya ingat di awal Anjuran ini - Gereja telah memohon dengan sangat pelindungan St Yosef dengan dasar “ikatan cinta kasih yang kudus, yang mempersatukannya dengan Santa Perawan Tak Bercela Bunda Allah,” dan Gereja telah mempercayakan kepada Yosef segala persoalannya, termasuk mara bahaya yang mengancam keluarga manusia.
Bahkan sekarang ini kita memiliki banyak alasan untuk berdoa dengan cara serupa, “Bapa yang terkasih, sudi halaulah kejahatan dusta dan dosa… dengan penuh belas kasih tolonglah kami dari surga dalam pergulatan kami melawan kuasa-kuasa kegelapan… dan seperti dahulu engkau menyelamatkan Kanak-kanak Yesus dari bahaya kematian, maka sekarang belalah Gereja Allah yang kudus dari perangkap para musuhnya dan dari segala pencobaan.” (49) Sekarang ini kita masih memiliki alas an-alasan yang baik untuk mempercayakan semua orang kepada St Yosef.
32. Adalah kerinduan dari dalam lubuk hati saya agar refleksi mengenai St Yosef ini kiranya memperbaharui dalam diri kita devosi yang telah diserukan Pendahulu saya seabad yang lalu. Doa-doa kita dan St Yosef sendiri telah memperbaharui maknanya bagi Gereja pada masa kita dalam terang Milenium Kristiani Ketiga.
Konsili Vatikan Kedua menjadikan kita semua peka sekali lagi akan “hal-hal besar yang telah dilakukan Tuhan,” dan akan “tata keselamatan” di mana St Yosef adalah seorang pelayannya yang istimewa. Maka, dengan mempercayakan diri kita ke dalam perlindungan dia, kepada siapa Tuhan “mempercayakan harta pusakanya yang paling agung dan paling berharga,” (50) marilah pada saat yang sama kita belajar darinya bagaimana menjadi pelayan-pelayan “tata keselamatan.” Kiranya St Yosef menjadi bagi kita semua seorang guru yang luar biasa dalam melayani misi keselamatan Kristus, suatu misi yang merupakan tanggung jawab dari setiap dan masing-masing anggota Gereja: para suami dan para isteri, para orangtua, mereka yang hidup dengan bekerja dengan tangan mereka atau dengan pekerjaan lain apapun, mereka yang dipanggil ke dalam kehidupan kontemplatif dan mereka yang dipanggil ke dalam karya kerasulan.
Orang yang tulus hati ini, yang menyandang dalam dirinya seluruh warisan dari Perjanjian Lama, yang juga dibawa masuk ke dalam “permulaan” dari Perjanjian Baru dan Kekal dalam Yesus Kristus. Kiranya ia menunjukkan kepada kita jalan menuju Perjanjian keselamatan ini sementara kita berdiri di ambang milenium mendatang, di mana pastilah akan ada kelanjutan dan perkembangan lebih jauh dari “kegenapan waktu” yang tercakup dalam misteri tak terkatakan dari Inkarnasi Sabda.
Kiranya St Yosef memperolehkan bagi Gereja dan bagi dunia, juga bagi masing-masing dari kita, berkat dari Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Diberikan di Roma, di St Petrus, pada tanggal 15 Agustus - pada Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga - pada tahun 1989, tahun kesebelas Pontifikat saya.
Yohanes Paulus II
CATATAN
1. Bdk. St. Ireneus, Adversus haereses, IV, 23, 1: S. Bab. 100/2, hal. 692-694.
2. Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): Leonis XIII P.M. Acta, IX (1890), hal. 175-182.
3. Sacror. Rituum Congreg., Decr. Quemadmodum Deus (8 Desember 1870): Pii IX P.M. Acta, pars I, vol. V, hal. 282; Pius IX, Surat Apostolik Inclytum Patriarcham (7 Juli 1871): loc. cit., hal. 331-335.
4. Bdk. St. Yohanes Krisostomus, In Matth. Hom. V, 3: PG 57, 57f. Para Bapa Gereja dan Para Paus, juga melihat dalam diri Yosef dari Mesir suatu prototipe dari Yosef dari Nazaret, sebab Yosef yang pertama dengan suatu cara memberi pertanda akan pelayanan dan keagungan Yosef yang kedua, yang adalah pelindung dari harta pusaka Allah Bapa yang paling berharga - Inkarnasi Sabda dan BundaNya yang Tersuci: bdk., misalnya, St. Bernardus, Super “Missus est,” Hom. II, 16: S. Bernardi Opera, Ed. Cist., IV, 33f.; Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): loc. cit., hal. 179.
5. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium, 58.
6. Bdk. ibid., 63.
7. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 5.
8. Ibid., 2.
9. Bdk. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium, 63.
10. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 2.
11. Kongregasi untuk Ibadat, Decree Novis hisce temporibus (13 November 1962): AAS 54 (1962), hal. 873.
12. St. Agustinus, Sermo 51, 10, 16: PL 38, 342.
13. St. Agustinus, De nuptiis et concupiscentia, I, 11, 12: PL 44, 421; bdk. De consensu evangelistarum, II, 1, 2: PL 34, 1071; Contra Faustum, III, 2: PL 42, 214.
14. St. Agustinus, De nuptiis et concupiscentia, I, 11, 13: PL 44, 421; bdk. Contra Iulianum, V, 12, 46: PL 44, 810.
15. Bdk. St. Agustinus, Contra Faustum, XXIII, 8: PL 42, 470f.; De consensu evangelistarum, II, 1, 3: PL 34, 1072; Sermo, 51, 13, 21: PL 38, 344f.; St. Thomas, Summa Theol., III, q. 29, a. 2 in conclus.
16. Bdk. Amanat pada tanggal 9 dan 16 Januari, 20 Februari 1980: Insegnamenti, III/I (1980), hal. 88-92; 148-152; 428-431.
17. Paus Paulus VI, Amanat kepada Gerakan “Equipes Notre-Dame” (4 Mei 1970), n. 7: AAS 62 (1970), hal. 431. Pujian yang sama kepada Keluarga Nazaret sebagai suatu teladan yang sempurna dari kehidupan berkeluarga dapat ditemukan, misalnya, dalam Paus Leo XIII, Surat Apostolik Neminem fugit (14 Juni 1892); Leonis XIII PM. Acta, XII (1892), hal. 149f.; Paus Benediktus XV, Motu Proprio Bonum sane (25 Juli 1920): AAS 12 (1920), hal. 313- 317.
18. Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981), 17: AAS 74 (1982), hal. 100.
19. Ibid., 49: loc. cit., hal. 140; bdk. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium, 11; Dekrit tentang Kerasulan Awam, Apostolicam Actuositatem, 11.
20. Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981), 86: loc. cit., hal. 189f.
21. Bdk. St. Yohanes Krisostomus, In Matth. Hom. V, 3: PG 57, 57f.
22. Paus Paulus VI, Amanat ( 19 Maret 1966): Insegnamenti, IV (1966), hal. 110.
23. Bdk. Missale Romawi, Kolekta pada Hari Raya St. Yosef, Suami Santa Perawan Maria.
24. Bdk. ibid., Prefasi pada Hari Raya St. Yosef, Suami Santa Perawan Maria.
25. Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): loc. cit., hal. 178.
26. Paus Pius XII, Pesan Radio kepada Para Siswa Sekolah Katolik di Amerika Serikat (19 Februari 1958): AAS 50 (1958), hal.174.
27. Origen, Hom. XIII in Lucam, 7: S. Bab. 87, hal 214f.
28. Origen, Hom. XI in Lucam, 6: S. Bab. 87, hal. 196f.
29. Bdk. Missale Romawi, Doa Syukur Agung I.
30. Sacror. Rituum Congreg., Decr. Quemadmodum Deus (8 Desember 1870): loc. cit., hal. 282.
31. Collectio Missarum de Beata Maria Virgine, 1, “Sancta Maria de Nazareth,” Praefatio.
32. Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981), 16:106. cit., hal. 98.
33. Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): loc. cit., hal. 177f.
34. Bdk. Surat Ensiklik Laborem Exercens (14 September 1981), 9: AAS 73 (1981), hal. 599f.
35. Ibid., 24: loc. cit., hal. 638. Para Paus pada masa-masa belakangan ini telah senantiasa menghadirkan St Yosef sebagai “teladan” para pekerja dan buruh; Bdk., misalnya, Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): loc. cit., hal. 180; Paus Benediktus XV, Motu proprio Bonum sane (25 Juli 1920): loc. cit., hal. 314-316; Paus Pius XII, Amanat (11 Maret 1945), 4: AAS 37 (1945), hal. 72: Amanat (1 Mei 1955): AAS 47 (1955), hal. 406; Paus Yohanes XXIII, Pidato Radio (1 Mei 1960): AAS 52 (1960), hal. 398.
36. Paus Paulus VI, Amanat (19 Maret 1969): Insegnamenti, VII (1969), hal. 1268.
37. Ibid.: loc. cit., hal. 1267.
38. Bdk. St. Thomas, Summa Theol. II-IIae, q. 82, a. 3, ad 2.
39. Ibid., III, q. 8, a. 1, ad 1.
40. Bdk. Pius XII, Surat Ensiklik Haurietis aquas (15 Mei 1956), III: AAS 48 (1956), hal. 329f.
41. Bdk. St. Thomas, Summa Theol. II-IIae, q. 182, a. 1, ad 3.
42. Bdk. Sacror. Rituum Congreg., Decr. Quemadmodum Deus (8 Desember 1870): loc. cit., hal.283.
43. Ibid.: loc. cit., hal. 282f.
44. Paus Leo XIII, Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889): loc. cit., hal. 177-179.
45. Anjuran Apostolik Pasca Sinodal Christifidele Laici (30 Desember 1988), 34: AAS 81 (1989), hal. 456.
46. Konsili Ekumenis Vatikan Kedua, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 1.
47. Paus Paulus VI, Amanat (19 Maret 1969): Insegnamenti, VII (1969) hal. 1269.
48. Bdk. Missale Romawi, Kolekta, Doa Persembahan pada Hari Raya St. Yosef, Suami Santa Perawan Maria; Doa sesudah Komuni dari Misa Votif St. Yosef.
49. Bdk. Paus Leo XIII, “Oratio ad Sanctum Iosephum,” tercantum sesudah teks Surat Ensiklik Quamquam Pluries (15 Agustus 1889)-Leonis XIII P.M. Acta, IX (1890), hal. 183.
50. Sacror Rituum Congreg., Decr. Quemadmodum Deus (8 Desember 1870): loc. cit., hal. 282.
Sumber : “Apostolic Exhortation REDEMPTORIS CUSTOS of the Supreme Pontiff John Paul II on The Person and Mission of Saint Joseph in the Life of Christ and of the Church”; The Holy See; www.vatican.va
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|