Neraka dalam Penglihatan St Theresia Avila (1515-1582)
1. Lama setelah Tuhan menganugerahkan kepadaku banyak karunia yang aku sebutkan dan yang lain yang sungguh mulia, suatu hari sementara aku sedang berdoa, sekonyong-konyong aku mendapati, tanpa tahu bagaimana, bahwa tampaknya aku telah ditempatkan di neraka. Aku mengerti bahwa Tuhan menghendaki aku melihat tempat yang telah dipersiapkan setan di sana untukku dan yang aku pantas mendapatkannya karena dosa-dosaku. Pengalaman ini terjadi untuk suatu rentang waktu yang amat singkat, tetapi bahkan andai aku akan masih hidup bertahun-tahun lagi lamanya, aku pikir adalah mustahil bagiku untuk melupakannya.
Pintu masuk neraka tampak olehku serupa dengan suatu lorong yang sangat panjang dan sempit, bagaikan suatu oven, suatu penjara yang rendah dan gelap; lantainya tampak olehku digenangi oleh air yang kotor dan berlumpur yang memancarkan bau busuk menyengat, dan dengan serangga-serangga busuk berkeriapan di dalamnya. Di ujung lorong terdapat sebuah lubang yang serupa sebuah lemari kecil yang dibuat di dinding; di sana aku mendapati diriku ditempatkan dalam suatu keadaan yang terbelenggu. Semuanya ini lebih menyenangkan untuk dilihat dibandingkan dengan apa yang aku rasakan di sana. Apa yang aku gambarkan hampir tak dapat dianggap berlebih-lebihan.
2. Apa yang aku rasakan, tampaknya, bahkan tak dapat dianggap dibesar-besarkan; pun tak dapat dimengerti. Aku mengalami suatu kebakaran dalam jiwa yang aku tak tahu bagaimana dapat aku gambarkan. Seluruhnya sakit luar biasa tak tertahankan hingga meski aku menderita rasa sakit yang tak terperi dalam hidup ini dan menurut apa kata para dokter, yang paling dahsyat yang dapat diderita di dunia ini oleh sebab segala syarafku mengkerut ketika aku lumpuh, ditambah banyak lagi macam-macam penderitaan yang aku tanggung dan bahkan sebagian penderitaan, seperti aku katakan, diakibatkan oleh setan, semua ini tiada artinya dibandingkan dengan yang aku alami di neraka. Terlebih lagi aku melihat bahwa semuanya ini akan berlangsung tanpa akhir dan tanpa pernah berhenti. Tetapi, ini, bukanlah apa-apa dibandingkan dengan sengsara jiwa: sesak, tercekik, suatu penderitaan yang begitu dahsyat terasa dan dengan keputusasaan dan kesedihan yang menyiksa begitu rupa hingga aku tak tahu bagaimana menjelaskannya dengan kata-kata yang cukup kuat. Mengatakan pengalaman ini seolah jiwa terus-menerus direnggut dari tubuh tidaklah cukup tepat, sebab itu akan membuat kalian berpikir bahwa seorang lain mengambil nyawa itu, sementara di sini jiwa sendirilah yang mencabik-cabik dirinya hingga terkoyak-koyak. Kenyataannya adalah bahwa aku tidak tahu bagaimana memberikan suatu gambaran yang cukup kuat mengenai kebakaran batin dan keputusasaan itu, yang muncul di samping siksaan-siksaan dan sakit yang begitu dahsyat. Aku tidak melihat siapa yang melakukannya kepadaku, tetapi, seperti tampak olehku, aku merasa diriku sendiri terbakar dan remuk; dan aku ulang yang paling mengerikan adalah kebakaran batin dan keputusasaan itu.
3. Berada di tempat yang begitu menjijikkan, tiada dapat berharap akan penghiburan, aku mendapati mustahil untuk duduk ataupun berbaring, pun tidak ada ruangan, meski mereka menempatkanku dalam semacam lubang yang dibuat pada dinding. Dinding-dinding itu, yang begitu mengerikan untuk dilihat, menutup dengan sendirinya dan menghimpit apapun. Tak ada sinar, melainkan semuanya dilingkupi oleh kegelapan yang paling pekat. Aku tak mengerti bagaimana ini terjadi, bahwa segala yang menyakitkan untuk dilihat terlihat.”
dikutip dari : “The Collected Works of St. Teresa of Avila”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|