Kisah-kisah Neraka:
Bagaimana Rasa Takut yang Kudus akan Neraka Telah Menjadikan Tak Terbilang Banyaknya Orang Kudus
St. Padre Pio (1887-1968) pernah ditanya bagaimana pendapatnya mengenai orang-orang yang tidak percaya akan neraka. Dengan bijaksana ia menjawab: "Mereka akan percaya dengan sangat baik di neraka ketika mereka tiba di sana."
Allah menghendaki kita semua bersatu dengan-Nya di surga untuk selama-lamanya. Namun demikian, dalam Injil, Yesus sering berbicara tentang neraka dan hukuman kekal, berbicara tentang tempat "... kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi" (Mat 8:11-12) dan hukuman kekal bagi orang-orang yang tak mengasihi dan orang-orang yang tak berbelas kasihan yang ditempatkan di sebelah kiri-Nya di Pengadilan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya" (Mat 25:41) atau lagi, "Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua" (Mat 18:8-9) - dan ini hanyalah sekedar dua contoh dari banyak kesempatan di mana Yesus berbicara tentang neraka.
Selain itu, ajaran mengenai neraka merupakan Dogma Gereja Katolik yang infabilis (= tak dapat sesat). Merupakan salah satu dari "empat hal terakhir"- surga, neraka, kematian dan hukuman - yang Gereja hadirkan kepada kita masing-masing untuk direnungkan. Singkat kata, baik Yesus maupun Gereja-Nya telah senantiasa mendorong orang untuk memiliki rasa takut yang saleh akan neraka. Dan mereka yang telah mempelajari kehidupan para kudus dan orang-orang saleh lainnya mendapati bahwa mayoritas dari mereka memiliki rasa takut yang sehat dan bermanfaat akan neraka yang menginspirasi dan mendorong mereka untuk melawan godaan-godaan jahat yang datang di jalan mereka. Selanjutnya, beberapa kisah berikut disajikan guna menggambarkan point penting ini, bahwa kita juga bisa meneladani dan mencontoh mereka.
Santa Perawan Maria Menyelamatkan Suatu Jiwa dari Neraka
Kita akan mulai dengan kesaksian Beato Richard dari St Anna - seorang imam Fransiskan yang wafat sebagai martir dengan dibakar di tiang pancang di Nagasaki, Jepang pada tahun 1622. Penampakan terkenal dari jiwa terkutuk yang akan kita bicarakan ini dibuktikan oleh Beato Richard sebagai alasan utama yang mendorongnya untuk menggabungkan diri dalam Ordo Fransiskan. Kesaksian ini dicantumkan juga dalam tiga karya tulis: Adrian Lyroeus mendokumentasikannya dalam buku "Trisagium Marianum, Buku III"; Santo Alfonsus Liguori, juga mengisahkan fakta yang sama dalam buku "Kemuliaan Maria", dan yang terakhir peristiwa tersebut dikisahkan dalam dokumen otentik yang dikenal sebagai "Catatan Misi Fransiskan, selama tahun 1866-1867."
Ketika Beato Richard tinggal di Brussels pada tahun 1604, ada dua mahasiswa muda yang, bukannya belajar, melainkan hanya memikirkan bagaimana hidup dalam kesenangan dan dosa. Suatu malam, ketika mereka pergi untuk berkubang dalam dosa di sebuah rumah pelacuran, salah seorang dari mereka meninggalkan tempat selang beberapa waktu, meninggalkan temannya sendirian.
Setibanya di rumah, ia hendak berbaring di tempat tidur, ketika ia ingat bahwa hari itu ia belum mendaraskan "Salam Maria" yang biasa ia daraskan setiap hari semenjak kecil demi menghormati Perawan Tersuci. Sebab dikuasai kantuk, sangat sulit baginya untuk mendaraskan doa-doa pendek tersebut, namun ia berusaha dan berhasil mendaraskannya, meski tanpa semangat devosi; dan lalu ia pun tertidur lelap. Tak lama kemudian sekonyong-konyong ia mendengar ketukan kasar di pintu; dan segera ia melihat di hadapannya temannya, dalam keadaan buruk dan mengerikan. "Siapa kau?" ia bertanya kepadanya. "Apa? Tidakkah kau mengenaliku?"jawab pemuda yang sedih itu. "Tapi bagaimana kau begitu berubah? Kau kelihatan seperti setan?" "Oh, berbelas-kasihanlah padaku, sebab aku binasa!" "Bagaimana itu terjadi?" "Yah, ketahuilah bahwa setelah kau meninggalkan rumah terkutuk itu seorang jahat melompat ke arahku dan mencekikku. Tubuhku tetap berada di tengah jalan, dan jiwaku di neraka. Di samping itu, ketahuilah bahwa hukuman yang sama menantimu, tetapi sang Perawan menghindarkanmu darinya, berkat tiga Salam Maria yang kau daraskan setiap hari demi menghormatinya. Dan berbahagialah kau jika kau tahu bagaimana mengambil manfaat dari informasi ini, yang diberikan Bunda Allah kepadamu melalui aku."
Sesudah menyelesaikan perkataannya, jiwa terkutuk itu membuka sebagian pakaiannya, membiarkan api dan roh-roh jahat yang menyiksanya terlihat, dan dia pun lenyap. Kemudian si pemuda, menangis tak terkendali, melemparkan diri dengan wajahnya mencium lantai, ia berdoa untuk jangka waktu yang lama, mengucap syukur kepada Perawan Tersuci Maria, pembebasnya. Sekarang, sementara masih berdoa dengan cara demikian ia mulai merenungkan apa yang sebaiknya ia lakukan selanjutnya guna mengubah hidupnya, dan pada saat itu ia mendengar lonceng ibadat pagi berdentang di Biara Fransiskan.
Saat itu juga ia berseru, "Jadi ke sanalah Allah memanggilku untuk melakukan penitensi."
Pagi-pagi benar keesokan harinya ia pergi ke biara dan memohon Pater Pelindung untuk menerimanya. Pater Pelindung, yang mengerti benar akan hidupnya yang buruk, sama sekali tak tertarik untuk menerimanya. Si pemuda, dengan mencucurkan banjir airmata, menceritakan kepadanya semua yang telah terjadi. Imam yang baik itu segera menyuruh dua orang biarawan ke jalan yang ditunjuk, dan di sana mereka menemukan mayat si pemuda malang. Si mahasiswa segera diterima sebagai postulan di antara para biarawan; ia segera dicerahkan ke hidup yang sepenuhnya dibaktikan demi penitensi dan silih.
Adalah fakta-fakta mengerikan ini yang dengan kencang mengikat Beato Richard pada sekaligus ketakutan yang kudus akan neraka dan devosi kepada Santa Perawan Maria, sehingga ia mengkonsekrasikan diri sepenuhnya kepada Allah dan kepada Santa Perawan Maria dalam ordo yang sama di mana si mahasiswa, yang dengan begitu luar biasa dilindungi oleh Maria, baru saja diterima.
Cap Tangan Terbakar dari Neraka - Sebuah Pengingat Seumur Hidup
Kisah berikut berasal dari seorang imam terhormat yang juga adalah superior sebuah komunitas religius. Imam ini mendapatkan rincian kisah dari seorang relasi dekat si perempuan yang mengalami peristiwa tersebut. Pada saat kisah dituliskan, Hari Raya Natal 1859, perempuan ini masih hidup dan berusia sekitar empatpuluh tahun, oleh sebab itu tak disebutkan nama dalam catatan peristiwa ini demi melindungi identitasnya.
Perempuan yang diceritakan dalam kisah ini tinggal di London pada musim dingin tahun 1847-1848. Dia seorang janda, sekitar duapuluh sembilan tahun, cukup kaya dan duniawi. Di antara para pemuda yang mengunjunginya ada seorang tuan muda berperilaku buruk yang merayunya dan dengan siapa pada akhirnya si perempuan melakukan berbagai macam dosa.
Suatu malam dia sedang berada di tempat tidur membaca sebuah novel ketika jam berdentang pukul satu malam; dia meniup lilinnya dan nyaris tertidur ketika, betapa kagetnya, dia melihat cahaya aneh datang dari pintu ruang tamu, yang berada beberapa derajat ke arah kamarnya. Pada awalnya dia heran, dan sebab tak tahu apa artinya itu, ia mulai merasa was-was, ketika dia melihat pintu ruang tamu perlahan terbuka dan si tuan muda, rekan kekacauan hidupnya, memasuki kamar. Sebelum si perempuan sempat mengucapkan sepatah kata pun, si tuan muda menangkap pergelangan kiri si perempuan, dan dengan suara mendesis, mengatakan kepadanya dalam bahasa Inggris: "Neraka itu ada!" Rasa sakit yang sekonyong-konyong terasa di tangannya begitu dahsyat hingga dia langsung tak sadarkan diri.
Ketika tersadar kembali sekitar setengah jam sesudahnya, dia segera menelepon pelayan. Saat masuk, si pelayan mencium bau terbakar yang kuat. Mendekati majikannya yang panik dan nyaris tak dapat berbicara dia segera melihat di pergelangan tangan majikannya sebuah luka bakar yang begitu dalam hingga tulangnya terlihat, dan dagingnya nyaris terbakar habis. Di samping itu, ia mengatakan bahwa, dari pintu kamar ke tempat tidur, dan kembali dari tempat tidur ke pintu yang sama, di atas karpet tergambar jejak-jejak kaki seorang laki-laki, yang membakar hingga serat-serat karpet. Seturut perintah majikannya, dia membuka pintu ruang tamu dan di sana dia mendapati lebih banyak jejak di atas karpet.
Keesokan harinya, si perempuan malang itu mengetahui, dengan kengerian yang mudah dibayangkan, bahwa tepat malam itu, sekitar pukul satu dini hari, si tuan temannya ditemukan mabuk berat di bawah meja, dan bahwa para pelayan menggotongnya ke kamarnya, dan bahwa dia tewas keracunan alkohol dalam pelukan mereka.
Saya tidak tahu pasti, tambah sang Imam-Superior, apakah pelajaran mengerikan itu berhasil mempertobatkan hati perempuan malang itu, tapi apa yang aku tahu adalah bahwa dia masih hidup dan bahwa, untuk menyembunyikan bekas luka bakarnya yang buruk dari pandangan orang, dia mengenakan pada pergelangan kirinya, semacam gelang, sebuah pita emas yang lebar, yang tak pernah dilepaskannya baik siang maupun malam. Saya ulangi: saya mendapatkan semua rincian ini dari relasi dekatnya, seorang Kristen yang saleh, yang perkataannya dapat saya percayai sepenuhnya. Dia menyatakan bahwa kisah ini tidak pernah dibicarakan, bahkan dalam lingkungan keluarga, dan bahwa dia hanya mempercayakannya kepada saya, dengan tiada menyebutkan nama.
"Aku terkutuk! Dan jika kau tak ingin sepertiku, tinggalkan tempat aib ini dan kembali kepada Allah."
Berikut ini dikisahkan oleh Monsignor de Segur dalam bukunya "Opuscule on Hell":
Pada tahun 1873 beberapa hari sebelum Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga (15 Agustus), terjadi lagi satu dari penampakan-penampakan dari liang kubur, yang begitu ampuh dalam meneguhkan realita neraka. Peristiwa ini terjadi di Roma. Sebuah pelacuran, yang dibuka di kota itu sesudah invasi Piedmont, berdiri dekat sebuah kantor polisi. Salah seorang gadis malang yang tinggal di sana terluka tangannya dan didapati perlu untuk membawanya ke rumah sakit Penghiburan. Apakah darahnya, cemar oleh hidup yang buruk, atau infeksi luka, atau akibat komplikasi yang tak terantisipasi, dia mati mendadak malam itu. Pada saat yang sama, salah seorang dari teman-temannya, yang sama sekali tak tahu akan apa yang telah terjadi di rumah sakit, mulai melontarkan jeritan-jeritan keputusasaan hingga membangunkan penduduk setempat, menyebabkan hiruk-pikuk di kalangan makhluk-makhluk malang dari rumah pelacuran, hingga mengakibatkan campur-tangan polisi. Gadis yang mati di rumah sakit, dengan dikelilingi oleh api, telah menampakkan diri kepadanya dan mengatakan: "Aku terkutuk! Dan jika kau tak ingin sepertiku, tinggalkan tempat aib ini dan kembali kepada Allah."
"Tak ada yang dapat meredakan keputusasaan gadis ini, yang, ketika fajar tiba, pergi, meninggalkan seluruh penghuni rumah dalam kebingungan, bahkan terlebih lagi ketika berita kematian temannya di rumah sakit disampaikan.
"Pada masa itu juga, majikan tempat pelacuran itu, seorang Garribaldian, jatuh sakit. Dia segera meminta didatangkan seorang imam agar dapat menyambut sakramen-sakramen. Otoritas Gerejawi mengutus Mgr. Sirolli, pastor paroki Saint-Saviour di Laura. Pertama-tama monsignor menuntut perempuan yang sakit, di hadapan banyak saksi, untuk sepenuhnya mencabut kembali hujatan-hujatannya melawan Paus dan untuk menghentikan bisnis dosa yang ia kelola. Makhluk malang ini melakukannya tanpa ragu dan setuju untuk membersihkan rumahnya, lalu ia melakukan Pengakuan Dosa dan menyambut Viaticum Suci dengan semangat pertobatan dan kerendahan hati yang besar.
"Merasa sedang di ambang ajal, dia memohon dengan cucuran air mata kepada imam yang baik itu untuk tidak meninggalkannya, sebab ia selalu takut oleh penampakan si gadis terkutuk. Mgr. Sirolli tentu saja tak dapat memenuhi permintaannya mengingat skandal publik yang pasti akan muncul dengan bermalam di tempat seperti itu; karenanya beliau meminta dari kepolisian dua orang polisi yang akan tetap tinggal hingga perempuan yang sedang di ambang ajal itu menghembuskan nafas terakhirnya.
"Segera saja, segenap masyarakat Roma tahu akan peristiwa tragis ini. Seperti biasa dalam peristiwa yang demikian, orang fasik dan cemar menertawakannya, tak ambil peduli untuk mencari informasi lebih lanjut mengenainya; akan tetapi orang-orang saleh mengambil manfaat darinya dan menjadi lebih saleh dan lebih setia pada kewajiban iman mereka."
Meragukan Keberadaan Neraka adalah Kenekatan yang Bodoh
Dalam bukunya tentang Neraka, Pater F.X. Schouppe, S.J. menceritakan kisah berikut:
"Alasan alamiah menegaskan dogma neraka. Seorang ateis suatu ketika berkoar-koar bahwa ia tidak percaya akan neraka. Di antara para pendengarnya, adalah seorang pemuda yang bijaksana, rendah hati, namun berpikiran bahwa ia harus menutup mulut pembicara yang konyol itu. Ia mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya: "Tuan," katanya, "raja-raja di bumi memiliki penjara-penjara untuk menghukum rakyat mereka yang jahat, bagaimana mungkin Allah, Raja Semesta, tiada memiliki penjara bagi mereka yang memurkakan kemuliaan-Nya? " Si ateis tentu saja tak dapat menjawab sepatah kata pun.
Taruhan Pascal dan Asuransi Kebakaran
Blaise Pascal yang hidup pada abad ketujuh belas di Perancis adalah seorang filsuf, ahli matematika dan fisika. Tak seperti kebanyakan ilmuwan pada masa kini, ia menggunakan karunia akal-budinya untuk mendukung iman dan kepercayaannya kepada Allah, surga dan neraka, dan ia mengembangkan suatu pengandaian logis yang secara umum dikenal sebagai "Taruhan Pascal" yang menyatakan demikian:
Jika orang percaya kepada Allah, namun setelah kematian ia mendapati bahwa Allah tidak ada, maka ia sama sekali tidak kehilangan apa-apa dalam kehidupan atau kematian, sedangkan jika Allah ada, dan orang percaya kepada Allah, ia memperoleh segalanya setelah kematian (ganjaran kekal di surga).
Akan tetapi, jika orang tidak percaya kepada Allah, dan setelah kematian mendapati bahwa Allah tidak ada, orang tidak akan mendapatkan apa-apa dalam kehidupan atau kematian, sedangkan jika orang secara sesat tidak percaya dan berpaling dari Allah, dan setelah kematian mendapati bahwa Allah ada, ia kehilangan segalanya (hukuman kekal di neraka).
Singkat kata, Taruhan Pascal berlaku di bawah pengandaian yang sangat logis bahwa adalah tidak mencelakakan orang apabila ia percaya akan Allah dan takut akan neraka. Akan tetapi jika orang tidak melakukannya, ia mengambil risiko yang sangat serius; risiko binasa untuk selama-lamanya. Kita mengasuransikan properti kita atas risiko kebakaran - tidakkah bijaksana untuk setidaknya melakukan yang sama bagi diri kita, teristimewa jika dalam hal ini biaya asuransinya sama sekali tidak ada, dan sementara itu dalam kenyataannya iman kepada Allah pada umumnya menjadikan orang lebih peduli dan menaruh cinta kasih kepada sesama?
sumber : “Stories of Hell - How the holy fear of hell has made countless Saints”; Mystics of the Church; www.mysticsofthechurch.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net atas ijin Mystics of the Church.”
|