Kisah Mengagumkan Seorang Gadis Kecil Bernama Li
oleh: Suster Emmanuel
Di sebuah sekolah paroki, anak-anak dengan rajin mendaraskan doa-doa mereka. Sr Euphrasia sangat senang sebab dua bulan sebelumnya, kebanyakan dari mereka telah menyambut Komuni Pertama mereka, dan mereka menyambut-Nya dengan sangat khidmad; dari dalam lubuk hati mereka. Biarawati itu tersenyum ketika Li, yang berumur sepuluh tahun, bertanya: "Mengapakah Tuhan Yesus tidak mengajarkan kita untuk berdoa 'Berilah kami nasi pada hari ini?'" Suatu pertanyaan yang sulit dijawab, sebab anak-anak ini makan nasi pagi, siang maupun malam.
"Yah, adalah 'roti' yang berarti 'Ekaristi'," jawab Sr Euphrasia, yang hatinya lebih cemerlang dari teologinya. "Kalian meminta Yesus yang baik Komuni setiap hari. Memang benar bahwa untuk tubuh kalian, kalian membutuhkan nasi. Tapi bagi jiwa kalian, yang jauh lebih berharga dari tubuh, kalian membutuhkan roti. Yakni Roti Hidup!"
Pada bulan Mei 1953, saat menyambut Komuni Petama, Li telah memohon kepada Yesus dalam hatinya: "Selalu berilah aku Roti itu supaya jiwaku dapat hidup dan sehat!" Sejak itu, Li menyambut Komuni Kudus setiap hari, meski dia sadar akan kenyataan bahwa "orang-orang jahat" (orang-orang Komunis yang tak mengenal Allah) setiap saat dapat menghalanginya menyambut Kristus. Jadi, dia berdoa dengan sungguh agar hal itu jangan pernah terjadi.
Dia tidak akan pernah melupakan hari ketika mereka menyerbu kelas dan berteriak kepada anak-anak: "Sekarang, berikan kepada kami semua berhala kalian!" Li tahu dengan pasti apa yang mereka maksudkan. Gemetar ketakutan, anak-anak menyerahkan gambar-gambar suci Yesus, Maria dan para kudus yang dengan seksama dilukis dengan tangan. Kemudian, dalam puncak murkanya, sang Kapten merenggut Salib dari tembok, mencampakkannya ke lantai dan menginjak-injaknya seraya berseru: "Cina Baru tidak akan menolerir takhayul mengerikan macam ini!"
Li kecil, yang sangat mencintai gambar Gembala Yang Baik miliknya, berusaha menyembunyikannya di balik blusnya. Itu adalah gambar istimewa yang dihadiahkan kepadanya pada saat Komuni Pertama. Namun, suatu tamparan keras di pipinya membuatnya jatuh terjerembab ke lantai. Kapten memanggil ayah Li dan mempermalukannya sebelum akhirnya membelenggunya dengan tali.
Pada hari yang sama, polisi menggeledah seluruh desa, menjejalkan seluruh penduduk yang dapat mereka temukan ke dalam gereja yang kecil. Sang Kapten menyampaikan semacam "khotbah" baru yang memperolok para misionaris dan "para agen imperialisme Amerika." Lalu, dengan suara menggelegar, dia memerintahkan para prajurit untuk menembaki tabernakel. Semuanya dan serentak; jemaat menarik napas dalam dan meningkatkan intensitas doa mereka.
Kapten berbalik ke arah orang banyak dan berteriak: "Marilah kita lihat bagaimana Kristus kalian dapat membela DiriNya - ini adalah apa yang aku pikir 'Kehadiran Nyata' kalian - muslihat Vatican untuk mengeksploitasi kalian semua!" Sembari berkata demikian, dia merenggut sibori dan menumpahkan semua Hosti ke atas lantai. Amat terperanjat, umat beriman memalingkan muka dari pandangannya dengan menahan tangis. Li kecil berdiri mematung dalam kengerian.
"Oh, tidak," pikirnya. "Lihat, apa yang terjadi dengan Roti!" Hatinya yang tak berdosa dan benar meneteskan darah atas Hosti yang dicecerkan di atas lantai. "Tak adakah seorang pun yang hendak menolong Yesus?" dia bertanya dalam hati. Sang Kapten melanjutkan khotbah panjangnya yang menghina, sesekali menyela hujatannya hanya untuk meledakkan tawa paraunya. Li menangis diam-diam.
"Sekarang, keluar!" teriak Kapten. "Dan celakalah orang yang berani kembali ke liang ini untuk takhayul! Dia harus berurusan denganku!"
Gereja segera menjadi sepi. Tapi di samping para malaikat yang selalu ada sekeliling Yesus dalam Sakramen Mahakudus yang sujud menyembah-Nya, ada seorang saksi lain yang menyaksikan seluruh peristiwa tanpa melewatkannya barang sedetik pun. Dia adalah Pastor Lukas dari Missions Etrangeres (Misi Asing). Satu bulan sebelumnya, dengan memprediksi apa yang akan terjadi atas desa mereka, umat paroki telah menyembunyikan Pastor dalam sebuah relung kecil di tempat paduan suara, yang memungkinkannya melihat apa yang terjadi dalam gereja. Ia tenggelam dalam doa silih atas sakrilagi yang dilakukan terhadap Yesus dan merasa sangat menderita sebab ia tak dapat datang membela Yesus: satu tindakan salah dari pihaknya, maka umat paroki yang telah menyembunyikannya akan ditangkap atas tuduhan pengkhianatan.
"Tuhan, kasihanilah Diri-Mu," ia berdoa dalam duka. "Akhirilah sakrilegi ini! Tuhan Yesus!"
Sekonyong-konyong, suara berderit memecah keheningan yang mencekam dalam gereja. Dengan sangat perlahan, dengan sangat lembut, pintu terbuka. Si kecil Li! Yang baru berusia sepuluh tahun, dia di sana, menghampiri altar dengan langkah-langkah kecil seorang gadis Cina. Pastor Lukas gemetar: dia dapat dibunuh setiap saat! Tak dapat berkomunikasi dengannya, Pastor hanya dapat mengamati dan memohon kepada segenap para kudus di Surga untuk menyelamatkan anak ini. Li kecil membungkuk hormat sesaat dan beradorasi dalam keheningan, tepat seperti yang diajarkan Sr Euphrasia kepadanya. Dia tinggal bersama Yesus dalam adorasi selama satu jam, tahu bahwa dia harus mempersiapkan hatinya sebelum menyambut-Nya. Dengan tangan-tangannya terjalin erat dalam doa, dia membisikkan dosa misterius kepada Yesus-nya terkasih - yang diperlakukan semena-mena dan ditinggalkan. Mata Pastor Lukas melekat pada si gadis kecil sementara si gadis membungkukkan badannya hingga mencium tanah; dan dengan lidahnya, memungut satu dari Hosti-Hosti di sana. Dia tetap tinggal berlutut, dengan mata tertutup, berhadapan muka dengan muka dengan Sahabat Surgawi-nya.
Setiap detik seolah seabad lamanya bagi Pastor Lukas . Ia mengkhawatirkan yang terburuk akan terjadi. Andai ia dapat berbicara kepadanya! Tapi, segera si bocah pergi tanpa suara seperti saat dia masuk, nyaris melesat terbang.
Penggeledahan terus berlangsung dengan pasukan sukarelawan yang memeriksa seluruh desa dan daerah sekitarnya. Teror seperti ini terjadi di segenap penjuru "Cina Baru". Para petani tidak berani bergerak. Bersembunyi dalam rumah-rumah bambu, mereka sama sekali tidak punya gambaran akan masa mendatang dan tidak dapat memperkirakan hari esok. Kendati demikian, setiap pagi Li kecil kita menyelinap untuk mendapatkan Roti Hidup-nya di gereja. Dengan melakukan skenario yang sama seperti hari sebelumnya, setiap kali dia beradorasi selama satu jam dan lalu memungut satu Hosti dengan lidahnya dan lenyap. Pastor Lukas mengernyitkan kening: Mengapakah dia tidak mengambil semuanya? Ia tahu dengan tepat berapa jumlahnya: tigapuluh dua. "Tidakkah dia tahu bahwa dia dapat mengambil beberapa Hosti sekaligus?" pikirnya.
Tidak, Li tidak tahu. Sr Euphrasia dengan sangat jelas menerangkan bahwa: "Satu Hosti setiap hari sudah cukup. Dan jangan pernah menyentuh Hosti; kita menyambutnya di lidah!" Si gadis kecil dengan sempurna mematuhi peraturan.
Suatu hari di lantai hanya tinggal satu Hosti. Saat fajar, Li menyelinap masuk ke dalam gereja seperti biasa dan menghampiri altar. Dia berlutut di atas lantai untuk berdoa, sangat dekat dengan Hosti. Pastor Lukas tercekat menahan tangis. Sekonyong-konyong seorang tentara, yang berdiri di pintu masuk, mengarahkan moncong senapannya pada si bocah. Satu letusan keras terdengar, diikuti ledakan tawa lantang. Li langsung roboh. Pastor Lukas menyangka dia telah mati, tapi tidak! Ia melihatnya berjuang merangkak menuju Hosti, ia melihatnya menempatkan lidah di atas Hosti dan menyantapnya. Lalu, kejang-kejang menyerang tubuhnya, sebelum akhirnya tubuh itu terbaring tenang.
Li kecil tewas - tapi tidak sebelum dia menyelamatkan semua Hosti!
Suster Emmanuel menulis dalam bukunya, "The Hidden Child": "Li kecil terkasih, jika aku mendedikasikan buku ini untukmu, itu sebab kau adalah pahlawan favoritku! Tapi… Kau belum selesai Li kecil! Kenyataannya adalah, ketika kau mengalami kemartiranmu di Cina, kau baru saja memulainya! Datanglah tolong kami! Seperti kau berdiri di samping Uskup Agung Sheen, datang dan berdirilah di samping setiap imam, setiap uskup, setiap pelayan tertahbis dan setiap umat Kristiani sekarang ini. Nyatakanlah kepada kami Kanak-kanak yang tersembunyi, Sahabat karib-mu! Tularkanlah pada kami kasihmu yang tak bercela kepada Yesus, kasih yang radikal dan lemah-lembut dari hatimu yang tak berdosa."
Sumber : "The Amazing Story of Little Li" by Sister Emmanuel, taken from The Hidden Child of Medjugorje"; www.childrenofmary.net
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|