Bab XXIX
Yesus Dijatuhi Hukuman Mati


Pilatus, yang tak hendak mengetahui kebenaran, melainkan hanya ingin segera keluar dari masalah tanpa merugikan dirinya, menjadi terlebih lagi bimbang dan ragu dari sebelumnya; hati nuraninya membisikkan, “Yesus tidak bersalah”; isterinya mengatakan “Ia adalah Orang Benar”; perasaan takhayul membuatnya gelisah khawatir Yesus adalah musuh para dewa; dan jiwa pengecut meliputinya dengan perasaan gentar kalau-kalau Yesus, jika Ia adalah dewa, akan membalas dendam atas pengadilannya. Pilatus sekaligus gusar dan was-was akan perkataan Yesus yang terakhir, jadi ia mengusahakan daya upaya lain demi membebaskan-Nya; tetapi orang-orang Yahudi segera mengancam akan mendakwanya di hadapan kaisar. Ancaman ini menciutkan nyali Pilatus, sebab itu ia memutuskan untuk mengabulkan tuntutan mereka, meskipun ia sendiri yakin benar dalam hatinya bahwa Yesus tidak bersalah; Pilatus sepenuhnya sadar bahwa dengan menjatuhkan hukuman mati atas Yesus ia mengabaikan segala hukum keadilan, di samping mengingkari janji yang ia ikrarkan kepada isterinya pagi tadi. Demikianlah ia menyerahkan Yesus pada kedengkian bangsa Yahudi dan berusaha menghalau rasa bersalahnya dengan membasuh tangan di hadapan rakyat seraya berkata, “Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!” Ah, betapa sia-sia engkau mengucapkan kata-kata itu, hai Pilatus, sebab darah-Nya ditanggungkan atasmu juga; engkau tak dapat membasuh darah-Nya dari jiwamu, seperti engkau membasuh tanganmu.

Kata-kata ngeri itu, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” tak henti-hentinya berkumandang sementara Pilatus memulai persiapannya untuk menjatuhkan hukuman mati. Pilatus meminta jubah yang biasa ia kenakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, mengenakan sejenis mahkota, menyematkan batu berharga di atas kepalanya, menukar mantolnya, dan menyuruh agar tongkat dibawa ke hadapannya. Pilatus dikelilingi para prajurit, didahului oleh para pejabat pengadilan, dan diikuti oleh para ahli Taurat yang membawa gulungan-gulungan perkamen serta buku-buku yang digunakan untuk mencatat nama-nama dan tanggal. Seorang berjalan di depan dengan membawa terompet. Demikianlah urutan iring-iringan yang berarak dari istana Pilatus menuju forum, di mana kursi pengadilan yang biasa dipergunakan dalam peristiwa-peristiwa khusus seperti ini ditempatkan berhadapan dengan pilar di mana Yesus didera. Balai pengadilan ini disebut Gabata; semacam serambi bundar, letaknya agak tinggi dengan anak-anak tangga; di atasnya terdapat kursi Pilatus, di belakang kursi ini terdapat sebuah bangku bagi para pejabat yang lebih rendah, sementara sejumlah serdadu disiagakan sekeliling serambi dan di atas anak-anak tangga. Banyak dari antara kaum Farisi yang telah meninggalkan istana untuk pergi ke Bait Allah, sehingga Hanas, Kayafas, dan duapuluh delapan imam saja bersama dengan Gubernur Romawi yang berada di forum. Juga kedua penyamun dibawa ke sana pada saat Pilatus mengajukan Juruselamat kita ke hadapan rakyat seraya berkata, “Lihatlah manusia itu!

Tuhan kita masih mengenakan mantol ungu, dengan mahkota duri di atas kepala-Nya, dan kedua tangan-Nya dibelenggu, ketika para prajurit pembantu menyeret-Nya ke balai pengadilan dan menempatkan-Nya di antara kedua penjahat. Segera sesudah Pilatus duduk, ia kembali menyapa para musuh Yesus dengan kata-kata ini, “Inilah rajamu!

Tetapi teriakan `Salibkan Dia! Salibkan Dia!' segera membahana dari segala penjuru.

Haruskah aku menyalibkan rajamu?” tanya Pilatus.

“Kami tidak mempunyai raja selain dari Kaisar!” jawab para imam besar.

Pilatus tahu bahwa akan sia-sia saja berbicara lagi, sebab itu ia memulai persiapannya untuk menjatuhkan hukuman mati. Kedua penyamun telah dijatuhi hukuman mati dengan disalibkan beberapa waktu sebelumnya, tetapi para imam besar berhasil mendapatkan penangguhan atas eksekusi mereka, maksudnya agar Tuhan kita menanggung penghinaan terlebih lagi dengan disalibkan bersama dua orang penjahat yang paling tercela. Salib kedua penyamun ada di samping mereka, tetapi salib yang diperuntukkan bagi Tuhan kita masih belum dibawa, sebab Ia masih belum dijatuhi hukuman mati.

Santa Perawan, yang telah undur diri ke tempat yang agak jauh setelah penderaan Yesus, maju mendekat untuk mendengarkan pemakluman hukuman mati atas Putra sekaligus Tuhannya. Yesus berdiri di antara para prajurit pembantu, di kaki anak tangga yang menuju ke balai pengadilan. Terompet ditiup guna menenangkan massa, lalu hakim yang pengecut dan hina, dengan suara gemetar dan bimbang, memaklumkan hukuman mati atas Manusia yang Benar. Penglihatan akan sikap pengecut serta munafik dari makhluk tercela ini, yang walau demikian dipenuhi kesombongan dan kebanggaan diri atas kedudukannya yang penting, nyaris menguasai diriku; sorak-sorai buas para algojo - wajah-wajah para imam besar yang menyeringai penuh kemenangan, semakin membuat Yesus terpuruk dalam keadaan-Nya yang dihinakan begitu rupa, pula dukacita pilu yang menembusi hati BundaNya terkasih - semakin dalam menyayat hatiku. Aku mendongakkan kepala dan melihat orang-orang Yahudi yang keji hampir-hampir melahap kurbannya dengan sorot mata mereka, para serdadu berdiri dengan wajah dingin, sejumlah besar iblis yang mengerikan bersliweran ke sana ke mari dan berbaur dengan khalayak ramai. Aku merasa bahwa seharusnyalah aku ada di tempat Yesus, Mempelaiku terkasih, oleh sebab hukuman yang dijatuhkan atas-Nya sama sekali tidak adil; tetapi aku begitu larut dalam dukacita, dan sengsaraku begitu dahsyat, hingga tak dapat mengingat dengan pasti segala yang aku lihat. Bagaimanapun, aku akan menceritakannya sejauh yang dapat aku ingat.

Setelah sambutan bertele-tele yang pada intinya berbicara mengenai pujian yang muluk dan berlebihan atas Kaisar Tiberias, Pilatus berbicara mengenai tuduhan-tuduhan yang diajukan para imam besar terhadap Yesus. Ia mengatakan bahwa mereka menjatuhkan hukuman mati atas Yesus karena Yesus telah mengganggu ketenangan masyarakat dan melanggar hukum mereka dengan menyebut DiriNya sebagai Putra Allah dan Raja bangsa Yahudi; dan bahwa rakyat telah sepakat menuntut agar permintaan mereka dikabulkan. Kendati berulang kali menyatakan bahwa Yesus tidak bersalah, namun hakim yang culas dan tak berguna ini tidak malu mengatakan bahwa ia sendiri juga berpendapat bahwa keputusan mereka itu adil, dan oleh sebab itu ia memaklumkan hukuman - yang dilakukannya dengan mengatakan, “Aku menjatuhkan hukuman mati atas Yesus dari Nazaret, Raja orang Yahudi, dengan disalibkan!” Lalu, Pilatus memerintahkan agar para algojo membawa masuk salib. Aku pikir, aku ingat pula ia mengambil sebatang kayu panjang dalam tangannya, mematahkannya, lalu melemparkan potongan-potongannya ke kaki Yesus.

Mendengar kata-kata Pilatus ini, Bunda Yesus sepenuhnya tak sadarkan diri untuk beberapa waktu lamanya, sebab ia tahu pasti sekarang bahwa Putranya terkasih harus mati dengan cara yang paling hina dan paling mengerikan dari segala kematian. Yohanes dan para perempuan kudus membopongnya pergi, agar jangan sampai makhluk-makhluk tanpa hati yang mengelilingi mereka menambahkan lagi kejahatan demi kejahatan dengan menertawakan dukacitanya. Tetapi, baru saja Bunda Maria siuman kembali, ia mohon dengan sangat agar dibawa kembali ke setiap tempat yang telah dikuduskan oleh sengsara Putranya, agar ia dapat membasahi tempat-tempat itu dengan air matanya. Demikianlah Bunda Tuhan kita, atas nama Gereja, menjadikan tempat-tempat kudus itu sebagai miliknya.

Pilatus kemudian menuliskan hukuman, dan mereka yang berdiri di belakangnya menyalinnya sebanyak tiga kali. Kata-kata yang ia tulis berbeda dari apa yang ia ucapkan; aku dapat melihat dengan jelas bahwa pikirannya sama sekali kacau - seorang malaikat murka tampak membimbing tangannya. Isi hukuman tertulis adalah: “Aku terpaksa, karena khawatir timbul pergolakan, memenuhi keinginan para imam besar, kaum Sanhedrin, dan rakyat, yang berteriak-teriak menuntut kematian Yesus dari Nazaret, yang mereka tuduh telah mengganggu ketenangan rakyat dan menghujat serta melanggar hukum mereka. Aku telah menyerahkan Dia kepada mereka untuk disalibkan, walau tuduhan-tuduhan mereka tampaknya tanpa dasar. Aku melakukannya karena khawatir mereka mendakwaku di hadapan kaisar bahwa aku mendukung pemberontakan, dan menyebabkan ketidakpuasan di kalangan bangsa Yahudi dengan menolak hak-hak keadilan mereka.”

Pilatus kemudian menulis pada prasasti yang akan dipasang pada salib, sementara para pegawai menyalin hukuman tertulis beberapa kali, agar salinan tersebut dapat dikirimkan ke bagian-bagian negeri yang jauh.

Para imam besar sama sekali tidak puas dengan kata-kata yang dituliskan, yang menurut mereka tidak benar; dengan geram mereka mengepung balai pengadilan guna berusaha membujuk Pilatus agar mengganti tulisan tersebut, “Jangan engkau menulis: Raja orang Yahudi, tetapi bahwa Ia mengatakan: Aku adalah Raja orang Yahudi.

Pilatus menjadi murka dan menjawab dengan berang, “Apa yang kutulis, tetap tertulis!

Para imam besar juga mendongkol sebab salib Tuhan kita seharusnyalah tidak lebih tinggi dari salib kedua penyamun, tetapi hal itu perlu dilakukan, jika tidak, tak akan ada cukup tempat untuk menempelkan prasasti; sebab itu mereka berusaha keras membujuk Pilatus agar prasasti yang memuakkan itu jangan dipasang saja. Tetapi Pilatus sudah memutuskan, dan kata-kata mereka tak dapat mengubah pendiriannya; sebab itu salib harus dipanjangkan dengan sepotong kayu baru. Sebab itu, bentuk salib Yesus menjadi istimewa - potongan kayu yang merupakan lengan salib mencuat ke atas bagaikan cabang-cabang pohon yang tumbuh dari batangnya, bentuknya amat mirip dengan huruf Y, dengan bagian bawahnya dipanjangkan hingga seolah muncul dari tengah lengan salib; tambahan kayu yang dipasangkan pada bagian bawah lengan salib lebih tipis dari badan salib. Sepotong kayu juga dipakukan di bagian bawah badan salib sebagai tempat tumpuan kaki.

Pada saat Pilatus memaklumkan hukuman keji ini, aku melihat isterinya, Claudia Procles, mengembalikan kepadanya tanda janji yang telah ia berikan. Sore hari perempuan itu meninggalkan istana dan bergabung dengan sahabat-sahabat Tuhan kita, yang menyembunyikannya di suatu kamar bawah tanah dalam rumah Lazarus di Yerusalem. Sesudahnya, pada hari itu juga, aku melihat seorang sahabat Yesus mengukirkan kata-kata “Judex injustus”, dan nama Claudia Procles, pada sebuah batu berwarna hijau yang terdapat di belakang serambi Gabata - batu ini hingga sekarang masih dapat ditemukan pada pondasi sebuah gereja atau rumah di Yerusalem, yang didirikan di tempat yang dulu bernama Gabata. Claudia Procles menjadi seorang Kristen, mengikuti St Paulus, dan menjadi sahabatnya yang istimewa.

Segera sesudah Pilatus memaklumkan hukuman mati, Yesus diserahkan ke dalam tangan para prajurit pembantu. Pakaian yang ditanggalkan dari tubuh-Nya di istana Kayafas dibawa untuk dikenakan-Nya lagi. Aku pikir orang-orang yang berbelas-kasih telah mencucinya, sebab pakaian itu tampak bersih. Para bajingan yang mengelilingi Yesus membuka belenggu tangan-Nya agar Ia dapat mengenakan pakaian-Nya. Dengan kasar mereka merenggut mantol merah yang mereka kenakan pada-Nya sebagai olok-olok, sebab itu, luka-luka-Nya terkoyak lagi dan darah pun memancar. Yesus mengenakan baju dalam linen milik-Nya sendiri dengan tangan-tangan gemetar; mereka melemparkan selendang bahu di atas pundak-Nya. Karena mahkota duri terlalu besar dan menghalangi jubah tak berjahit yang dibuat BundaNya untuk-Nya, masuk melalui kepala-Nya, mereka merenggut mahkota duri dengan bengis, tanpa menghiraukan sakit hebat yang diakibatkannya. Pakaian wol-Nya yang berwarna putih lalu dilemparkan ke atas pundak-Nya, lalu ikat pinggang-Nya yang lebar dan mantol-Nya. Kemudian, mereka melingkarkan ke pinggang-Nya suatu cincin dengan ujung-ujung besi yang runcing pada permukaannya, ke cincin itulah mereka mengikatkan tali-temali dengan mana Ia digiring. Semuanya dilakukan dengan kebrutalan para prajurit seperti biasanya.

Kedua penyamun berdiri, satu di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri Yesus; tangan-tangan mereka dibelenggu dan sebuah rantai dikenakan sekeliling leher mereka; sekujur tubuh mereka penuh bilur-bilur biru dan hitam, bekas penderaan hari sebelumnya. Perilaku penyamun yang kemudian bertobat tampak tenang dan damai, sementara penyamun lainnya, memperlihatkan perilaku sebaliknya, kasar dan beringas; ia bergabung dengan para prajurit pembantu dalam menganiaya serta menyiksa Yesus, yang memandang kepada kedua rekan-Nya dengan penuh belas dan kasih, serta mempersembahkan sengsara-Nya demi keselamatan mereka. Para prajurit pembantu mengumpulkan segala peralatan yang diperlukan untuk penyaliban serta mempersiapkan segala sesuatu untuk perjalanan yang ngeri dan penuh sengsara ke Kalvari.

Pada akhirnya, Hanas dan Kayafas menyudahi perdebatan mereka dengan Pilatus dan pergi dengan mendongkol, membawa bersama mereka lembaran-lembaran perkamen di mana hukuman dituliskan. Mereka pergi bergegas, takut kalau-kalau terlambat tiba di Bait Allah untuk merayakan kurban Paskah. Demikianlah para imam besar, yang sama sekali buta, meninggalkan Anak Domba Paskah sejati. Mereka pergi ke Bait Allah yang terbuat dari batu guna menyembelih serta mengurbankan anak domba yang tak lain hanyalah sekedar simbol, sementara mereka meninggalkan Anak Domba Paskah sejati, yang digiring ke Altar Salib oleh para algojo-algojo yang keji. Para imam itu sangat berhati-hati untuk tidak mencemarkan raga mereka, sementara jiwa mereka sepenuhnya cemar oleh murka, dengki dan iri. Mereka telah mengatakan, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” Dengan kata-kata itulah mereka merayakan Paskah dan meletakkan tangan algojo atas kepala Kurban. Demikianlah, dua jalan terbentuk - yang satu menghantar orang ke altar milik hukum Yahudi, sementara yang lainnya menghantar orang ke Altar Rahmat: Pilatus, si kafir yang congkak dan pengecut, hamba dunia itu, yang gemetar di hadapan Allah yang benar, namun demikian memuja berhala-berhala palsunya, mengambil jalan tengah dan kembali ke istananya.

Hukuman mati keji ini dimaklumkan sekitar pukul sepuluh pagi.

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus          previous  Halaman Sebelumnya     Halaman Selanjutnya  next      up  Halaman Utama