Bab LVIII
Sekilas Mengenai Para Murid Yesus
pada Hari Sabtu Suci
Para murid Yesus yang setia berkumpul bersama di Senakel melewatkan malam Sabat. Mereka berjumlah sekitar duapuluh orang, mengenakan jubah putih panjang dengan pinggang berikat. Ruang perjamuan diterangi cahaya sebuah lentera; setelah bersantap, mereka berpisah; sebagian besar pulang ke rumah. Keesokan paginya, mereka berkumpul kembali dan duduk bersama membaca serta mendaraskan doa-doa secara bergantian; jika seorang sahabat masuk ke dalam ruangan, mereka bangkit berdiri untuk menyalaminya sepenuh hati.
Di bagian rumah yang didiami Santa Perawan, terdapat suatu ruangan yang luas, yang dibagi-bagi menjadi bilik-bilik kecil serupa sel, yang dipergunakan para perempuan kudus untuk tidur di malam hari. Ketika mereka kembali dari makam, seorang dari mereka menyalakan lentera yang tergantung di tengah ruangan, dan mereka semua berkumpul sekeliling Santa Perawan, mulai memanjatkan doa dengan hati duka namun penuh kenangan. Tak lama berselang, Marta, Maroni, Dina dan Mara, yang baru saja datang bersama Lazarus dari Betania - di mana mereka telah merayakan Sabat - memasuki ruangan. Santa Perawan dan para sahabatnya menceritakan kepada mereka secara terperinci wafat dan pemakaman Tuhan kita, menyertai setiap kisah dengan cucuran airmata. Malam semakin larut, Yusuf dari Arimatea masuk dengan beberapa orang murid lainnya guna menanyakan apakah ada di antara para perempuan yang bermaksud pulang ke rumah, mereka siap mengantarkan pulang. Sebagian kecil perempuan menerima tawaran dan mereka pun segera berangkat; tetapi, sebelum mereka mencapai pengadilan Kayafas, segerombolan orang bersenjata menghadang Yusuf dari Arimatea, menawan serta mengurungnya di sebuah menara kecil tua yang tak dipakai lagi.
Para perempuan kudus yang tidak meninggalkan Senakel undur diri untuk beristirahat di bilik; mereka mengenakan kerudung panjang sekeliling kepala mereka, duduk bersimpuh di atas lantai dalam duka, sambil menyandarkan diri pada bantalan panjang yang ditempelkan pada dinding. Selang beberapa waktu, mereka bangkit berdiri, menghamparkan seprei yang digulung pada bantalan, melepaskan sandal, ikat pinggang dan sebagian perlengkapan busana mereka, membaringkan diri berusaha memejamkan mata barang sejenak. Tengah malam, mereka bangun, mengenakan pakaian, membereskan tempat tidur, dan berkumpul kembali sekeliling lentera untuk melanjutkan doa bersama Santa Perawan.
Ketika Bunda Yesus dan para sahabatnya yang saleh telah selesai dengan doa malam mereka (kewajiban mulia yang telah dipraktekkan oleh segenap anak-anak Allah yang saleh dan jiwa-jiwa kudus, baik mereka yang karena suatu rahmat khusus merasakan dalam dirinya panggilan untuk melaksanakannya, maupun mereka yang mentaati peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan dan Gereja-Nya), terdengar suatu ketukan di pintu, yang segera dibuka; Yohanes bersama beberapa murid yang berjanji untuk mengantarkan mereka ke Bait Allah, masuk ke dalam; para perempuan membungkus diri dengan mantol mereka dan segera berangkat. Saat itu sekitar pukul tiga dini hari, mereka langsung menuju Bait Allah. Merupakan kebiasaan di kalangan banyak orang Yahudi untuk pergi ke sana sebelum fajar menyingsing pada hari sesudah mereka makan anak domba Paskah; karena itu Bait Suci dibuka sejak tengah malam sebab kurban mulai dipersembahkan pagi-pagi benar. Mereka mulai kira-kira bersamaan waktunya dengan para imam memasangkan meterai pada makam. Namun demikian, ketika rombongan tiba, keadaan dan suasana di Bait Allah amat jauh berbeda dari yang biasanya terjadi pada hari-hari demikian, sebab kurban-kurban terhenti, dan Bait Allah kelihatan kosong dan ditinggalkan, semua orang telah pergi oleh sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari sebelumnya yang menyebabkannya cemar. Bagiku, tampaknya Santa Perawan mengunjunginya semata-mata demi ziarah perpisahan dengan tempat di mana ia melewatkan masa mudanya.
Bait Allah terbuka; lentera-lentera menyala dan orang-orang awam bebas memasuki panti imam, yang biasanya merupakan tempat kehormatan pada hari ini, juga pada hari-hari sesudah perjamuan Paskah. Bait Allah, seperti telah aku katakan sebelumnya, nyaris kosong, hanya sesekali seorang imam atau pelayan terlihat berjalan melintas; di setiap bagian tampak tanda-tanda kekacauan di mana segala sesuatu tergoncang pada hari sebelumnya oleh peristiwa-peristiwa luar biasa yang mengerikan yang terjadi; di samping itu Bait Allah telah tercemar dengan kehadiran orang-orang mati, aku merenungkan serta bertanya-tanya dalam benakku akankah mungkin ia dapat dikuduskan kembali.
Putera-putera Simeon, dan kemenakan-kemenakan Yusuf dari Arimatea, amat bersusah hati ketika mendengar bahwa paman mereka ditawan, namun demikian mereka menyambut ramah Santa Perawan dan para sahabatnya, menghantar mereka berkeliling Bait Allah, yang mereka lakukan tanpa kesulitan, sebab mereka memegang jabatan sebagai pengawas Bait Allah. Para perempuan kudus berdiri membisu sementara mereka merenungkan segala tanda murka Allah yang ngeri dan kelihatan mata dengan perasaan takjub yang dalam, lalu mereka mendengarkan dengan penuh minat penjelasan-penjelasan terperinci yang mengagumkan yang disampaikan oleh para pemandu mereka. Dampak-dampak gempa bumi masih tampak nyata, sebab baru sedikit saja yang dilakukan untuk memperbaiki banyak bengkah dan retak, baik di lantai mapupun di tembok. Di bagian Bait Suci di mana ruang depan terhubung dengan tempat kudus, tembok tergoncang gempa begitu hebat hingga mengakibatkan suatu celah yang cukup lebar bagi seorang dewasa untuk melewatinya, keseluruhan tembok tampak goyah, seolah dapat saja ambruk setiap saat. Tirai yang tergantung di tempat Yang Mahakudus dari Yang Kudus terbelah menjadi dua dan tergantung dalam keadaan terkoyak-koyak di sisi-sisinya; tak suatu pun yang dapat dilihat sekelilingnya selain dari tembok yang tinggal puing-puing, batu-batu ubin yang remuk, pilar-pilar yang tumbang entah sebagian atau nyaris seluruhnya.
Bunda Maria mengunjungi semua tempat yang dalam pandangannya telah dikuduskan oleh Yesus; ia merebahkan diri (= prostratio), menciumnya, dan dengan airmata berderai menjelaskan kepada para sahabat alasan-alasannya menghormati suatu tempat tertentu, di mana sesudahnya mereka segera mengikuti teladannya. Penghormatan khidmad senantiasa dinyatakan oleh orang-orang Yahudi terhadap segala tempat yang telah dikuduskan oleh manifestasi kuasa ilahi, merupakan kebiasaan mereka meletakkan tangan penuh hormat di atas tempat-tempat itu, menciumnya, dan merebahkan diri hingga wajahnya mencium tanah. Aku pikir tak ada sedikit pun yang mengherankan dalam tradisi demikian, sebab mereka tahu, melihat serta merasakan bahwa Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub, adalah Allah yang hidup, dan bahwa tempat tinggal-Nya di antara umat-Nya adalah dalam Bait Allah di Yerusalem; dan karenanya akan sungguh teramat mengherankan jika mereka tidak menghormati tempat-tempat kudus itu di mana kuasa-Nya telah dinyatakan secara istimewa, sebab Bait Suci dan tempat-tempat kudus bagi mereka adalah bagaikan Sakramen Mahakudus bagi umat Kristiani.
Dirasuki rasa hormat dan khidmad mendalam, Santa Perawan berjalan melintasi Bait Allah bersama para sahabat, menunjukkan kepada mereka tempat di mana ia dipersembahkan kepada Allah kala masih kanak-kanak, tempat-tempat di mana ia melewatkan masa kanak-kanaknya, tempat di mana ia dipertunangkan dengan St Yosef, dan tempat di mana ia berdiri saat ia mempersembahkan Kanak-kanak Yesus dan mendengar nubuat Simeon; kenangan akan kata-kata nubuatnya membuat Santa Perawan menangis pilu, sebab nubuat telah sungguh digenapi, dan pedang dukacita telah sungguh menembusi hatinya. Lagi, ia menghentikan langkah para sahabat ketika tiba di bagian Bait Suci di mana ia menemukan Yesus sedang mengajar ketika ia kehilangan Putranya itu saat Ia berusia duabelas tahun, dengan hormat diciumnya tanah di mana kala itu Yesus berdiri. Setelah para perempuan kudus mengunjungi setiap tempat yang dikuduskan oleh kehadiran Yesus, setelah mereka meneteskan airmata duka dan berdoa di sana, mereka kembali ke Sion.
Santa Perawan meninggalkan Bait Allah dengan bersimbah airmata, sementara ia merenungkan keadaan bagaimana Bait Allah telah ditinggalkan; dan keadaan ditinggalkan ini masih lebih mengenaskan lagi mengingat kontrasnya suasana dengan yang biasanya terjadi di Bait Allah pada hari-hari perayaan. Bukannya nyanyian dan madah perayaan, melainkan kesunyian yang menyayat hati meliputi seluruh bangunan besar dan megah ini; sebagai ganti kelompok-kelompok jemaat yang saleh dan penuh sukacita, mata memandang kesunyian yang sepi dan mati. Sungguh malang, perubahan ini merupakan tanda kejahatan mengerikan yang dilakukan uamt Allah; Santa Perawan terkenang bagaimana Yesus menangisi Bait Allah sembari berkata, “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Bunda Maria merenungkan kebinasaan Tubuh Yesus yang adalah Bait Allah, yang diakibatkan oleh angkara murka keji para musuh-Nya, dan ia menghela napas panjang dalam kerinduan yang sangat akan segera datangnya fajar hari ketiga, saat kata-kata kebenaran kekal akan digenapi.
Fajar menyingsing ketika Bunda Maria dan para sahabat tiba kembali di Senakel. Mereka undur diri ke dalam bangunan di sebelah kanan Senakel, sementara Yohanes dan sebagian murid masuk ke dalam Senakel, di mana sekitar duapuluh orang laki-laki sedang berkumpul bersama sekeliling lentera, melewatkan waktu dalam doa. Dari waktu ke waktu, pendatang-pendatang baru menghampiri pintu, masuk dengan malu-malu, menggabungkan diri dalam kelompok sekeliling lentera, menyampaikan beberapa patah kata duka dengan disertai deraian airmata. Setiap orang tampak menaruh hormat kepada Yohanes, sebab ia tinggal setia bersama Yesus hingga wafat-Nya; tetapi perasaan hormat ini bercampur dengan perasaan malu dan gelisah, sementara mereka merenungkan tindakan mereka sendiri yang pengecut dalam meninggalkan Tuhan dan Guru mereka di saat Ia menderita sengsara. Yohanes berbicara kepada setiap orang dengan penuh belas-kasih dan kelemah-lembutan; tingkah-lakunya amat bersahaja dan lugu bagaikan seorang anak, tampaknya ia takut menerima segala puji-pujian. Aku melihat kelompok yang berkumpul ini bersantap satu kali sepanjang hari itu, tetapi sebagian besar mereka tetap diam membisu, tak suatu suara pun terdengar di seluruh rumah; pintu-pintu tertutup rapat, walau sesungguhnya, rasanya tak mungkin seorang pun akan mengganggu mereka, sebab rumah ini milik Nikodemus, dan ia telah menyerahkannya kepada mereka untuk kepentingan perayaan.
Para perempuan kudus tinggal di kamar mereka hingga malam tiba; ruangan diterangi cahaya sebuah lentera; pintu-pintu terkunci rapat dan tirai-tirai diturunkan menutup jendela. Terkadang mereka berkumpul sekeliling Bunda Maria dan memanjatkan doa di bawah lentera; di lain waktu mereka beristirahat di sisi ruangan, membungkus kepala mereka dengan kerudung hitam, terkadang duduk di atas abu sebagai tanda duka, atau berdoa dengan wajah menatap tembok; mereka yang kesehatannya rapuh makan sedikit, tetapi semua yang lain berpuasa.
Aku mengamati mereka lagi dan lagi, dan aku melihat mereka senantiasa menyibukkan diri dengan cara yang sama, yaitu dengan berdoa atau merenungkan sengsara Guru mereka terkasih. Saat pikiranku melayang dari kontemplasi mengenai Santa Perawan ke Putra Ilahinya, aku melihat makam kudus dengan enam atau tujuh pengawal di pintu masuknya - Cassius berdiri di pintu gua, tampaknya larut dalam meditasi, pintu luar tertutup, dan batu digulingkan dekatnya. Kendati pintu tebal menghalangi aku dari tubuh Juruselamat kita, namun aku dapat melihat dengan jelas; tubuh-Nya transparan dengan cahaya ilahi, dan dua malaikat bersembah sujud di samping-Nya. Pikiranku kemudian beralih ke kontemplasi akan jiwa terkudus Penebus-ku, dan suatu gambaran yang luas serta rumit akan Yesus turun ke tempat penantian diperlihatkan kepadaku; aku hanya dapat mengingat sebagian kecil saja darinya, yang akan aku gambarkan sebaik-baiknya dengan segala daya-upayaku.
sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|
|