Anda Bertanya, Kami Menjawab
bersama: P. Gregorius Kaha, SVD
GERAKAN-GERAKAN MISDINAR DALAM MISA: APA DASARNYA?
Saya sedang berusaha mendalami liturgi, khususnya dasar tata cara / gerakan-gerakan yang dilakukan misdinar pada waktu misa. Saya sudah membaca cukup banyak buku dan sumber-sumber lain tentang misdinar, tetapi yang dibahas paling sejauh pengetahuan liturgi seperti makna gerakan-gerakan liturgi, dsbnya. Saya sungguh ingin tahu, apa sih yang mendasari penciptaan gerakan-gerakan misdinar itu? Karena saya lihat di beberapa gereja, seakan-akan gerakan misdinar itu sudah ada rumusannya untuk situasi dan kondisi tertentu. Mohon penjelasan, mungkin dapat juga disarankan buku atau sumber di internet.
~ Ronald, Surabaya
Kami memahami “kebingungan-mu” dalam hubungan dengan gerakan-gerakan misdinar dalam liturgi. Bukan hanya tata-gerak yang berbeda dari satu gereja ke gereja yang lain, tetapi bahkan dalam satu gereja. Contohnya, sebelum gerejamu direnovasi banyak gerakan misdinar yang lain dengan sesudah gerejamu direnovasi. Ini salah satu (ingat lho, salah satu) bukti bahwa tidak ada gerakan misdinar yang paten atau gerakan baku yang khas misdinar (= misdinar harus begini harus begitu di semua gereja). Adanya persamaan-persamaan gerakan di antara gereja lebih dilihat sebagai perwujudan dari makna sebuah sikap liturgis. Misalnya, pada waktu konsekrasi misdinar harus berlutut karena berlutut adalah simbol sembah sujud.
Dalam Gereja Katolik ada yang kita sebut “tindakan simbolis”, artinya setiap sikap atau tindakan mempunyai arti tersirat. Misalnya duduk menunjukkan sikap siap mendegar; berdiri menunjukkan sikap siap menerima perintah; dan masih banyak yang lain. Jadi menurut kami, yang Ronald pertama harus cari bukan kapan duduk - kapan berdiri - kapan berlutut, tetapi pertama-tama cari dulu makna apa kalau orang berlutut.
Jika kita sudah tahu atau lebih tepat memahami maknanya, maka:
Pertama, dengan sangat mudah kita menentukan tata gerak secara bersama (= karena liturgi itu memang soal kesepakatan). Misalnya, di depan romo pada waktu mengantar persembahan dari meja misdinar, misdinar tunduk karena romo tidak perlu disembah. Romo dihormati karena dalam perayaan ia menjadi tanda kesatuan kita.
Kedua, dengan memahami maknanya seorang misdinar lebih sungguh-sungguh menghayati apa yang ia lakukan. Berlutut dengan sikap sempurna misalnya, atau kalau semua berlutut yah jangan ada yang berdiri, khan aneh kelihatannya. Makanya, supaya jangan ada banyak keanehan, misdinar perlu latihan.
Soal sumber buku banyak sekali. Ada yang judulnya langsung tentang misdinar, ada yang judul dan temanya tentang liturgi pada umumnya. Kami kira jangan lupa hubungi pastor parokimu, pasti pastor membantu. Asal jangan minta rokoknya. Merokok itu mengganggu kesehatan lho? Minta nasihat dan buku-bukunya. **p.gregoriuskh
SERUAN APAKAH YANG PALING TEPAT SAAT KONSEKRASI?
Saat konsekrasi, ketika piala berisi roti atau anggur diunjukkan, seruan apakah yang paling tepat diucapkan oleh umat? Seringkali diserukan “Ya Tuhanku dan Allahku.” Apakah ini sudah tepat? Bagaimana jika diserukan, “Tubuh Kristus, selamatkanlah kami” dan “Darah Kristus, sucikanlah kami”, sebab dengan berseru demikian kita menyatakan pengakuan iman sekaligus penghormatan kita?
~ V. Surawan, Ds. Karangasem, Solo
Bukan Soal Tepat atau Tidak Tepat, Melainkan Penghayatan Pribadi akan Tindakan Liturgis
Kalau orang bertanya, doa apakah yang paling tepat ketika imam mengangkat hosti dan anggur pada saat konsekrasi, maka jawabannya bisa bervariasi, kadang tergantung siapa yang menjawab atau menjelaskan. Saya ingin menjawab dengan cara seperti ini (mudah-mudahan bisa membantu):
Dalam Liturgi ada yang kita kenal dengan “tindakan bersama” dan “tindakan pribadi” artinya ada tindakan bahkan doa yang sudah ditentukan secara resmi sebagai ungkapan bersama dan ada tindakan atau doa yang dilakukan sebagai keyakinan pribadi. Dalam tata liturgi, Doa Syukur Agung (DSA) adalah doa presidensil yang hanya diucapkan oleh pemimpin. Karena yang ditanyakan di atas terjadi pada saat konsekrasi, yang adalah bagian penting dari DSA, maka tidak ada kata-kata yang diucapkan pada saat hosti dan anggur diperlihatkan kepada umat. Dalam Pedoman Umum Misale Romawi Baru no 150 dikatakan: “Bila dianggap perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula sesuai dengan kebiasaan setempat, pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi.”
Di Indonesia, dengan alasan keterlibatan dan partisipasi umat, DSA didoakan bersama-sama. Saya justru setuju bahwa ketika hosti dan anggur di angkat, tidak ada rumusan doa sebagai tindakan bersama (= saat hening dan memandang serta menyatakan rasa hormat-sembah). Tetapi, kalau ada yang kemudian mengungkapkan rasa hormat-sembah itu dengan kata-kata; itu yang merupakan tindakan pribadi (= disampaikan dalam hati sebagai jawaban pribadi atas apa yang diimaninya).
Doa pribadi macam mana? Semua yang dikatakan di atas bisa digunakan, asal merupakan ungkapan atas pernyataan iman pribadi. Umumnya orang menggunakan rumusan-rumusan yang pendek, dengan fokus yang berbeda: ada yang bersyukur, ada yang mohon ampun, ada yang merupakan pernyataan iman - suasana dan pengalaman pribadi saat itu sangat mempengaruhi.**p.gregoriuskh
APAKAH MEREKA YANG CACAT MENTAL LAYAK MENERIMA SAKRAMEN BAPTIS?
Pastor paroki kami menolak memberikan Sakramen Baptis kepada seorang gadis yang menderita cacat mental. Beliau mengajukan alasan bahwa Gereja lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. Bagaimanakah mereka yang menderita cacat mental, fisik ataupun mengidap suatu penyakit serius dapat dibantu dalam masalah ini?
~ Angel, Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia.
Saya tidak tahu persis situasi dan alasan penolakan Pastor Paroki di situ khusus dalam perkara ini. Saya coba memberi sedikit masukan:
Sakramen Baptis adalah Sakramen Pembuka - seseorang menjadi Kristen dengan baptisan. Dia tidak bisa menerima sakramen yang lain kalau belum dibaptis. Dalam Gereja Katolik, baptisan bisa dilakukan untuk orang dewasa, tetapi juga bisa untuk bayi / anak-anak dibawah lima tahun.
Baptisan Dewasa:
Keputusan untuk menjadi orang Katolik tentu harus berdasarkan pada “Kehendak atau Keputusan sendiri”. Bukan hanya itu, demi kualitas calon baptis, mereka harus masuk dalam proses katekumen (= proses persiapan / pendalaman iman). Di paroki tempat saya bertugas, pembinaan katekumen dilakukan selama satu tahun; tetapi jika calon berasal dari latar belakang gereja Kristen Protestan, biasanya hanya 6 bulan. Kenapa? Karena hal-hal mendasar tentang Yesus umumnya sudah diketahui, calon baptis tinggal memperdalam tentang inti dan ajaran iman Katolik.
Baptisan Bayi:
Pada saat orangtua membawa bayi atau anaknya yang berusia di bawah lima tahun untuk dibaptis, Gereja mengatakan “Keputusan untuk menjadi orang Katolik adalah keputusan orangtua, BUKAN keputusan anak.” Jadi kalau sepasang suami-istri membawa anaknya yang masih kecil dan mengatakan: “Pastor, tadi malam anak saya tidak bisa tidur; menangis karena ingin menjadi orang Katolik”; itu bohong. Anak belum bisa ambil keputusan penting seperti itu. Lalu, kenapa gereja mengijinkan? Karena Gereja yakin dan percaya bahwa tanggung-jawab iman anak ada dalam tangan orangtua berkat Sakramen Perkawinan. Artinya, jaminan iman anak ada pada tangan orangtua. Maka, orangtua berkewajiban untuk membantu anak agar perlahan-lahan keputusan menjadi orang Katolik bukan lagi keputusan orangtua, melainkan keputusan pribadi anak. Tugas ini berat, maka dianjurkan perlu adanya Wali Baptis. Tugas wali baptis adalah membantu orangtua dalam tanggung-jawab yang besar tadi.
Dalam perkara yang kamu alami, pasti Pastor parokimu mempunyai pertimbangan tersendiri. Ini yang kita sebut “Reksa Pastoral” gereja setempat. Saya menghormati itu. Seandainya perkara ini terjadi di tempat saya maka:
Pertama, saya akan membaptis anak itu menjadi anggota gereja dengan catatan perlu ada penjamin. Cacat, apa pun bentuknya, bukan kehendak orang tersebut. Allah mengasihi semua orang, karenanya, semua orang, baik normal, cacat mental ataupun cacat fisik, sehat ataupun sakit, punya hak yang sama untuk menjadi anak-anak Allah. Kedua, jenis cacat juga harus dipertimbangkan. Kalau cacat yang dideritanya membuat dia tidak sadar menggunakan akal atau kesadarannya sama sekali, maka sakramen-sakramen lain sebaiknya tidak usah diberikan.
Bagaimana dengan kualitas iman? Kualitas hidup iman sama sekali tidak diukur berdasarkan kepandaian ataupun lamanya orang dibaptis menjadi Kristen. Kualitas iman ditentukan oleh isi hidup. Maka, bisa saja orang yang baru satu tahun dibaptis hidup kekristenannya jauh lebih kuat dari pada yang telah bertahun-tahun dibaptis.
Bicara dengan Pastor parokimu dan berusaha tangkap alasan paling dalam dari penolakan itu. Saya yakin pastor mempunyai pertimbangan khusus. Mudah-mudahan ada jalan keluar yang terbaik khusus untuk anak cacat tadi.**p.gregoriuskh
DAPATKAH SESEORANG MENERIMA PELAJARAN AGAMA LEWAT INTERNET UNTUK DIBAPTIS?
~ Johan Lau
Jawaban singkat atas pertanyaan di atas adalah tidak dapat. Ada dua alasan pokok mengapa katekumenat (pelajaran agama bagi calon baptis) tidak dapat dilakukan lewat internet:
1. Katekumenat diadakan guna mempersiapkan iman katekumen (calon baptis) untuk menerima Sakramen Baptis. Iman tidak dapat diperoleh hanya melalui pengetahuan saja, melainkan juga melalui pengenalan / hubungan pribadi dengan pribadi yang diimani, yaitu Yesus Kristus. Itu sebabnya Gereja memberikan pendampingan khusus yang dibutuhkan para katekumen dalam membangun serta membina hubungan pribadi dengan Kristus.
2. Dengan menerima Sakramen Baptis, seseorang secara otomatis masuk dan diterima sebagai anggota Gereja, yaitu persekutuan orang beriman. Oleh karena Gereja adalah persekutuan / kumpulan orang beriman, maka perlu adanya komunikasi antar sesama anggotanya. Melalui katekumenat, Gereja memberikan pendampingan bagi para katekumen untuk mengenal, menjalin komunikasi, bersekutu, membangun dan membina kebersamaan dengan warga Gereja lainnya, serta bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan itu. Sebagai contoh: dalam katekumenat para katekumen diajak mengenal imam paroki sebagai gembala Gerejanya dan juga mengenal sesama warga Gereja di lingkungan, wilayah, paroki di mana ia tinggal.**p.gregoriuskh
BOLEHKAH PERCAYA PADA DUKUN ATAU ORANG PINTAR? BAGAIMANA DENGAN PENGOBATAN ALTERNATIF?
Kitab Ulangan 18:10-11 menyatakan, “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati.” Menurut Gereja, memohon petunjuk kepada peramal masa depan dapat digolongkan sebagai dosa melawan hukum pertama dari Sepuluh Perintah Allah. Oleh karena itu, seorang Kristen harus “menyerahkan masa depan dengan penuh kepercayaan kepada penyelenggaraan ilahi dan menjauhkan diri dari tiap rasa ingin tahu yang tidak sehat.” (Katekismus Gereja Katolik no. 2115)
Mengenai pengobatan alternatif, kita harus sangat hati-hati dalam memilih orang yang kita mintai tolong. Sebab apa yang tampaknya baik dari luar, bisa jadi membahayakan iman kita. Oleh karena itu, bila anda membutuhkan pengobatan alternatif, lebih aman menggunakan metode Rm. H. Loogman, MSC, yaitu pengobatan alternatif radiesthesi medik yang telah 30 tahun menjadi pilihan banyak pasien. Manfaat pengobatan ini tidak hanya melepaskan orang dari penderitaan fisik, tetapi juga mampu menetralisir rumah dan mendeteksi adanya hal-hal “aneh”. Radiesthesi ini merupakan seni memahami atau merasakan gelombang elektromagnetik dengan bantuan alat detektor, antara lain dengan pendulum, batang kayu, dll. Mereka menangkap sinyal dengan indera keenam.
Alamat :
Rm. H. Loogman, MSC
Jl. Jend Sudirman no 7
Telepon: (0275) 325 210
Purworejo - Jawa Tengah.
|
|
Kelompoknya yang terdekat dengan kita :
Dr. Santoso
Jl. Sulawesi no 49
Telepon: (031) 472 749
Surabaya - Jawa Timur
|
(“Bolehkah Percaya pada Dukun atau Orang Pintar?” dikutip dari “Ruang Konsultasi & Opini” Warta Paroki Maria Diangkat ke Surga, Malang, edisi April 2004 Th V / no. 170)
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan sebagian / seluruh artikel di atas dengan mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|