Apakah Neraka Pilihan yang Kita Tentukan di Dunia?
oleh: P. William P. Saunders *
Baru-baru ini seorang teman menantang keyakinan saya akan neraka. Ia menggambarkan neraka sebagai suatu keadaan di mana Tuhan senantiasa hadir, mengasihi mereka yang terkutuk, sementara para pendosa beku oleh dosa-dosa mereka hingga keadaan murni tanpa dosa menjadi tidak menarik bagi mereka. Ketika disambut ke dalam surga, mereka malahan memilih untuk tinggal di neraka hingga pada akhirnya mereka dapat menerima Tuhan. Bagaimanakah ajaran Gereja mengenai neraka? Apakah neraka merupakan pilihan yang kita tentukan di dunia?
~ seorang pembaca di Alexandria
Kitab Suci dengan jelas menyebutkan adanya suatu tempat siksa abadi yang disebut neraka atau terkadang disebut sebagai Gehenna. Beberapa di antaranya: Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus “diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala” (Mat 5:22). Kristus memperingatkan “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10:28). Lagi, Yesus bersabda, “Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;” (Mrk 9:43). Dengan mempergunakan suatu perumpamaan tentang lalang di antara gandum untuk menggambarkan pengadilan terakhir, Yesus mengatakan, “Semuanya [mereka yang jahat] akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.” (Mat 13:42). Demikian juga halnya ketika Yesus berbicara tentang pengadilan terakhir di mana domba-domba akan dipisahkan dari kambing-kambing, Ia akan berkata kepada mereka yang jahat, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” (Mat 25:41). Dan yang terakhir, dalam Kitab Wahyu dicatat bahwa setiap orang akan dihakimi menurut perbuatannya dan mereka yang jahat akan dicampakkan ke dalam “lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua” (Why 20:13-14; 21:8).
Sekedar keterangan, Gehenna adalah sebuah lembah di sebelah selatan Yerusalem yang terkenal akan kurban berhala di mana anak-anak dibakar dalam api. Nabi Yeremia mengutuk tempat itu dan meramalkannya menjadi tempat kematian dan kebinasaan. Dalam literatur rabiah sesudahnya, istilah Gehenna diidentifikasikan sebagai tempat penghukuman abadi dengan siksa dan api yang tak terpadamkan bagi mereka yang jahat.
Oleh karena itu, Gereja secara konsisten mengajarkan bahwa neraka sungguh ada. Jiwa-jiwa yang meninggal dalam keadaan dosa berat segera turun untuk siksa abadi di neraka. Hukuman neraka yang terutama adalah terpisahnya jiwa dari Tuhan untuk selama-lamanya. Di neraka jiwa menderita perasaan kehilangan - kehilangan kasih Allah, kehilangan hidup bersama Tuhan, dan kehilangan kebahagiaan: kasih, kehidupan dan kebahagiaan sejati berasal dari Tuhan, dan setiap manusia merindukannya. Namun demikian, hanya dalam Dia manusia akan menemukan pemenuhannya (bdk Katekismus Gereja Katolik no. 1035).
Jiwa yang dikutuk juga menderita siksa. Dengan gambaran “api” konstitusi apostolik Benedictus Deus (1336) oleh Paus Benediktus XII menyatakan bahwa jiwa akan “menderita siksa neraka,” dan Konsili Florensia (1439) memaklumkan bahwa jiwa akan “dihukum dengan hukuman yang berbeda-beda.”
Beberapa orang kudus dianugerahi penglihatan akan neraka. St Faustina menggambarkan neraka sebagai berikut: “Pada hari ini aku dibimbing oleh seorang malaikat ke jurang neraka. Suatu tempat siksa yang dahsyat; alangkah mencengangkan besarnya dan luasnya! Macam-macam siksa yang aku lihat: Siksa pertama yang merupakan neraka adalah perasaan kehilangan Tuhan; kedua adalah sesal batin yang tak kunjung henti; ketiga adalah kondisi jiwa yang tak akan pernah berubah; keempat adalah api yang akan membakar jiwa tanpa membinasakannya - sungguh suatu siksa yang amat mengerikan, bagaikan suatu kobaran api rohani murni, yang menyala-nyala karena murka Allah; siksa kelima adalah kegelapan terus-menerus dan bau busuk yang amat memuakkan, dan meskipun keadaan gelap, para iblis dan jiwa-jiwa terkutuk saling melihat satu sama lain dan semua yang jahat, baik yang lain maupun diri sendiri; siksa keenam adalah kehadiran iblis yang terus-menerus; siksa ketujuh adalah keputusasaan yang mengerikan, kebencian terhadap Tuhan, kata-kata umpatan, kutuk serta hujat. Siksa-siksa inilah yang diderita oleh mereka semua yang terkutuk secara bersama-sama, tetapi itu bukanlah akhir dari siksa. Ada siksa-siksa khusus yang diperuntukkan bagi jiwa-jiwa tertentu. Inilah siksa rasa. Tiap-tiap jiwa mengalami siksa dahsyat yang tak terlukiskan sehubungan dengan dosa yang dilakukannya. Ada gua-gua dan ruang-ruang penyiksaan di mana siksa yang satu berbeda dengan yang lainnya. Pastilah aku mati seketika begitu melihat siksa-siksa itu jika penyelenggaraan Ilahi tidak menopang aku. Biarlah para pendosa tahu bahwa ia akan disiksa untuk selama-lamanya dalam keabadian dengan cara ia berbuat dosa. Aku menuliskan ini atas perintah Tuhan, agar tak satu pun jiwa dapat mengelak dengan mengatakan bahwa tidak ada neraka, atau bahwa tak seorang pun pernah ke sana, sehingga tak seorang pun dapat mengatakan seperti apa neraka itu.”
Patutlah kita ingat bahwa Tuhan tidak menentukan terlebih dulu apakah seseorang harus pergi ke neraka ataupun menghendaki siapa pun dikutuk. Tuhan dengan penuh kasih menganugerahkan rahmat aktual kepada kita guna menerangi akal budi dan meneguhkan kehendak agar kita dapat melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat. Namun demikian, manusia dengan pengetahuan dalam akal budinya dan dengan kehendak bebasnya dapat memilih untuk melakukan yang jahat, berbuat dosa berat, dan karenanya berpaling dari Tuhan. Jika manusia tidak bertobat atas dosa berat yang dilakukannya, tidak menyesal dan tetap bersikeras dalam keadaan tersebut, maka penolakannya terhadap Tuhan akan berlanjut di kehidupan kekal. Dengan kata lain, manusia menempatkan dirinya sendiri dalam neraka.
Paus Yohanes Paulus II dalam Crossing the Threshold of Hope (185-6) mengajukan pertanyaan ini, “Mungkinkah Tuhan, yang begitu mengasihi manusia, menghendaki manusia yang menolak-Nya dikutuk dalam siksa abadi?” Dengan mengutip Kitab Suci, Bapa Suci dalam jawabannya mengulangi ajaran Kristus yang tegas. Beliau juga mengingatkan kita bahwa Gereja tidak pernah mengutuk seseorang tertentu ke neraka, bahkan tidak pula Yudas; sebaliknya, Gereja menyerahkan segala penghakiman kepada Tuhan. Tetapi, Sri Paus, lewat serangkaian pertanyaan, menegaskan bahwa Allah yang adalah Kasih, juga adalah Allah Keadilan; yang menuntut pertanggungjawaban kita atas dosa-dosa yang kita lakukan dan menghukumnya dengan adil.
Sepatutnyalah kita berdoa mohon rahmat melawan pencobaan dan mengikuti jalan Tuhan, sementara pada saat yang sama, kita senantiasa mohon pengampunan-Nya atas kelemahan dan kegagalan kita. Berbicara mengenai perjalanan Gereja yang Berziarah, Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja no. 48 menasehatkan, “Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja, kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati, dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal, ke dalam kegelapan di luar, di tempat `ratapan dan kertakan gigi'”. Karena itu, dalam Doa Syukur Agung I kita berdoa, “Terimalah dengan rela persembahan umat-Mu. Bimbinglah jalan hidup kami, dan selamatkanlah kami dari hukuman abadi agar tetap menjadi umat kesayangan-Mu.”
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Is Hell a Choice Made on Earth?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|