Bab 10
![]() Bayi Yesus Disunat
Yosef kembali dari Betlehem dengan disertai lima imam dan seorang perempuan yang pelayanannya dibutuhkan dalam upacara. Mereka membawa bangku penyunatan dan sebuah lempeng batu yang tebal berbentuk segidelapan, serta segala yang dibutuhkan bagi upacara. Barang-barang ini mereka tata di lorong. Bangku penyunatan bentuknya seperti sebuah peti yang satu sisinya dapat diarik ke atas sehingga membentuk semacam kursi pendek dengan sandaran di satu sisinya. Bangku diselubungi kain merah. Lempeng penyunatan, mungkin, lebih dari dua kaki diameternya. Di tengahnya terdapat suatu piring logam yang di bawahnya, dalam lubang yang ada di lempengan, terdapat berbagai macam kotak kecil berisi cairan. Kotak-kotak ini berada dalam sekat-sekat terpisah, dan di satu sisinya terletak pisau sunat. Lempeng batu ditempatkan di atas bangku kecil yang diselubungi kain; bangku diletakkan di samping tempat di mana Yesus dilahirkan. Sore itu, diadakan suatu perjamuan di bawah anjang-anjang di pintu masuk gua. Serombongan orang-orang miskin membuntuti para imam, seperti yang biasa terjadi dalam acara-acara demikian, dan sepanjang perjamuan tak henti-hentinya mereka menerima sesuatu, baik dari para imam maupun dari Yosef. Para imam menghampiri Maria dan Bayi Yesus, berbicara kepada Maria dan lalu membawa Bayi dalam gendongan mereka. Mereka juga berbicara kepada Yosef mengenai nama yang akan diberikan kepada Anak itu. Mereka berdoa dan memadahkan puji-pujian nyaris sepanjang malam, dan menyunatkan Bayi Yesus ketika fajar menyingsing. Maria sungguh teramat cemas, sangat khawatir akan Bayinya. Setelah upacara, Bayi Yesus dibedung dalam lampin merah dan putih hingga di bawah ketiak-Nya, yang juga dibedung, dan kepala-Nya dibungkus kain. Bayi dibaringkan lagi di atas lempeng segidelapan dan doa-doa dipanjatkan bagi-Nya. Jika aku mengingat dengan benar, malaikat telah mengatakan kepada Yosef bahwa Bayi itu haruslah dinamai Yesus, dan aku ingat samar-samar, salah seorang imam pada mulanya tidak menyetujui nama itu, karenanya, mereka terus melanjutkan doa. Lalu, aku melihat seorang malaikat yang bercahaya berdiri di depan imam tersebut dan membentangkan di hadapannya sebuah prasasti seperti yang ada di atas Salib; di atas prasasti dituliskan nama Yesus. Aku melihat imam menuliskan nama itu di atas selembar perkamen. Aku tidak tahu apakah dia atau orang-orang lainnya melihat malaikat, tetapi, tergerak hatinya, imam menuliskan nama Yesus di bawah ilham ilahi. Sesudah itu, Yosef menerima Bayi kembali dan menyerahkan-Nya kepada Santa Perawan yang, bersama dua perempuan lain, berdiri di belakang Gua Palungan. Maria menyongsong Bayi yang menangis, mendekap serta menenangkan-Nya. Beberapa gembala berdiri di pintu masuk gua. Lentera-lentera dinyalakan; fajar merekah. Masih ada lagi doa-doa dan nyanyian dan, sebelum para imam pergi, mereka sarapan sedikit. Aku melihat bahwa mereka semua yang hadir dalam upacara penyunatan Yesus adalah orang-orang baik. Para imam mendapatkan pencerahan dan di kemudian hari memperoleh keselamatan. Amal derma dibagi-bagikan sepanjang pagi kepada banyak orang miskin yang datang. Sesudah mereka, datang gerombolan pengemis, orang-orang yang hitam dekil, yang menjijikkanku. Mereka membawa buntalan-buntalan dan, muncul dari lembah para gembala, melintasi Palungan seolah hendak ke Yerusalem untuk suatu perayaan. Mereka itu hiruk-pikuk, mengumpat serta mengutuk dengan ngeri, sebab mereka tidak mendapatkan amal derma sebanyak yang mereka inginkan. Aku tak tahu pasti apa mau mereka. Sepanjang upacara penyunatan, keledai ditambatkan lebih jauh ke belakang dari tempat biasanya; sekali waktu ia berdiri di Gua Palungan.
Siang hari, aku melihat perempuan perawat lagi bersama Maria sedang merawat Bayi. Sepanjang malam itu, Bayi Yesus menangis terus-menerus karena kesakitan. Ia menangis dan menjerit; Maria dan Yosef berusaha menenangkan-Nya dengan menggendong-Nya naik turun gua.
Sementara merenungkan misteri Penyunatan Yesus, aku mendapat suatu penglihatan. Aku melihat dua malaikat dengan prasasti-prasasti kecil di tangan mereka, berdiri di bawah sebatang pohon palma. Di atas suatu prasasti tertera lukisan berbagai macam alat kemartiran, salah satunya yang aku ingat, sebuah pilar yang berdiri di tengah. Pada pilar terdapat sebuah mortir dengan dua cincin. Pada prasasti yang lain tertera tulisan yang menunjukkan masa-masa dan tahun-tahun Gereja. Pada pohon palma, dan seolah muncul darinya, seorang Perawan sedang berlutut, mantol atau kerudung yang dibalutkan sekeliling kepalanya melambai-lambai sekelilingnya. Dalam kedua tangan Perawan terdapat sebentuk hati, di atasnya aku melihat seorang Bayi yang sangat mungil dan bercahaya. Aku melihat penampakan Allah Bapa yang menghampiri pohon palma, mematahkan sebuah cabang berat berbentuk sebuah salib, lalu meletakkannya ke atas Bayi. Aku melihat Bayi bangkit, seolah, terpaku pada salib, dan sang Perawan memberikan cabang palma dengan Bayi tersalib di atasnya kepada Allah Bapa, hanya hati saja yang masih tersisa dalam tangannya.
Sore keesokan harinya, aku melihat Elisabet menunggang seekor keledai dengan disertai oleh seorang pelayan tua, datang dari Yuta ke gua. Yosef menyambutnya dengan sangat hangat. Sukacita Maria dan Elisabet begitu hebat sementara mereka saling berpelukan. Elisabet mendekapkan Bayi Yesus ke hatinya. Ia tidur di gua Maria, di sebelah tempat Yesus dilahirkan. Di depan tempat kudus itu berdiri sebuah bangku yang sering mereka pergunakan untuk membaringkan Bayi.
Maria menceritakan kepada Elisabet segala sesuatu yang terjadi padanya, dan ketika Elisabet mendengar betapa sulit mendapatkan penginapan setibanya mereka di Betlehem, ia menangis dengan sedihnya. Maria mengisahkan kelahiran Yesus secara terperinci kepadanya. Aku ingat mendengar Maria mengatakan bahwa ia ada dalam keadaan ekstasi selama sepuluh menit saat Kabar Sukacita; ia merasa seolah hatinya membesar hingga dua kali lipat dan bahwa ia dikuasai sukacita yang tak terkatakan. Tetapi, saat kelahiran Yesus, ia merasakan suatu kerinduan yang begitu dahsyat. Sementara berlutut, ia dijunjung tinggi oleh para malaikat, dan seolah hatinya hancur remuk dan separuh dari hatinya direnggut daripadanya. Ia juga ada dalam keadaan ekstasi selama sepuluh menit saat kelahiran Yesus. Ia menyadari suatu kekosongan dalam dirinya, suatu kerinduan hebat akan sesuatu yang berada di luar dirinya. Sekonyong-konyong, suatu terang benderang bercahaya di hadapannya, dan sosok Bayi tampak tumbuh di hadapan matanya. Lalu ia melihat-Nya bergerak dan mendengar-Nya menangis; setelah tersadar kembali, ia mengangkat Bayi dari selimut dan mendekapkan-Nya ke dadanya, sebab pertama kali melihat sang Bayi bermandikan cahaya kemuliaan, ia ragu-ragu menggendong-Nya.
Elisabet mengatakan. “Engkau melahirkan tidak seperti para ibu pada umumnya. Kelahiran Yohanes juga menakjubkan, tetapi tidak sedahsyat kelahiran Putramu.”
Suatu kali aku melihat Elisabet bersama Maria dan Bayi Yesus menyembunyikan diri menjelang sore hari di sisi gua. Mereka tinggal di sana sepanjang malam, sebab akan datang tamu-tamu dari Betlehem yang tak ingin mereka jumpai.
Para perempuan Yahudi tak biasa membiarkan anak-anak mereka tanpa makanan lain selain airsusu; jadi, Bayi Yesus, pada hari-hari pertama hidup-Nya, diberi makan bubur bayi yang terbuat dari gula dan saripati yang ringan dan bergizi dari suatu tanam-tanaman tertentu.
Sementara itu, di Bait Allah di Yerusalem Pesta Makabe mulai dirayakan; Yosef juga merayakannya di Gua Palungan. Ia memasang tiga lentera dengan tujuh cahaya kecil pada tembok gua dan, sepanjang satu pekan penuh, menyalakannya siang dan malam. Suatu kali, aku melihat di gua, salah seorang imam yang ada saat penyunatan Bayi Yesus. Ada padanya sebuah gulungan tulisan darimana ia dan St Yosef berdoa. Aku merasa imam itu ingin mengetahui apakah Yosef merayakan pesta atau tidak. Aku pikir juga, ia mengatakan kepada Yosef mengenai suatu hari pesta yang lain, sebab suatu puasa lain hampir tiba. Aku melihat persiapan perayaannya di Yerusalem. Makanan dipersiapkan sehari sebelum perayaan, perapian dimatikan, dan pekerjaan-pekerjaan berat ditinggalkan, pintu-pintu dan jendela-jendela ditutup dengan tirai.
Anna seringkali mengutus para pelayan dengan hadiah-hadiah berupa berbagai macam perlengkapan dan perbekalan; semuanya oleh Maria segera dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Suatu ketika Anna mengirimkan sebuah keranjang kecil yang indah berisi buah-buahan, dengan bunga-bunga mawar yang besar, yang baru merekah diselipkan di antaranya. Mawar-mawar merah muda lebih pucat warnanya daripada mawar-mawar kita sekarang, nyaris putih; ada juga mawar-mawar kuning dan putih. Maria sungguh teramat senang menerimanya, ia menempatkannya di sisinya.
Dan sekarang Anna sendiri datang dengan disertai suaminya yang kedua dan seorang pelayan. Bayi Yesus merentangkan kedua tangan mungil-Nya ke arah Anna; sungguh luar biasa bahagia hati Anna. Maria menceritakan kepadanya secara terperinci segala sesuatu yang telah terjadi, seperti yang diceritakannya kepada Elisabet. Mereka berdua berlinangan airmata; sesekali mereka berhenti berbincang untuk menimang Bayi Yesus.
Anna membawa banyak sekali barang-barang bagi Maria dan Bayi Yesus; selimut-selimut, pita-pita pengikat lampin, dll, dll,. Meski Maria menerima begitu banyak barang dan perlengkapan dari bundanya, namun demikian tetap saja Gua Palungan tampak miskin, sebab apapun yang dirasa tak diperlukan, segera dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Maria mengatakan kepada Anna bahwa para Raja dari Timur akan segera datang dengan persembahan-persembahan berharga, dan bahwa kedatangan para raja itu akan menarik banyak perhatian orang. Sebab itu, Anna memutuskan untuk pergi dan tinggal bersama saudarinya yang tinggal beberapa jam perjalanan jauhnya dari sana, dan kembali kemudian sesudah kepulangan rombongan kerajaan. Lalu, aku melihat Yosef mulai bekerja membersihkan Gua Palungan, pula area sekitarnya, sebagai persiapan menyambut kedatangan para Raja seperti yang telah dilihat Maria dalam roh. Yosef juga pergi ke Betlehem untuk melunasi pembayaran pajak yang kedua, dan untuk mencari tempat tinggal, sebab ia berencana menetap di Betlehem setelah Pentahiran Maria.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|
|