Bab 9
![]() Sembah Sujud Para Gembala
Kunjungan Saleh ke Palungan
![]() Pagi-pagi benar sesudah kelahiran Yesus, ketiga gembala tua datang ke Gua Palungan dengan membawa persembahan-persembahan yang telah mereka kumpulkan bersama. Persembahan mereka berupa hewan-hewan kecil serupa kijang, tubuhnya sangat ringan dan gerakannya gesit, lehernya panjang dan matanya jernih indah. Mereka berjalan atau berlarian di samping para gembala yang menggiring mereka dengan tali-tali yang baik. Para gembala juga membawa burung-burung besar, yang hidup mereka bawa di bawah ketiak mereka, dan yang mati digantungkan di pundak.
Di pintu masuk gua, mereka mengatakan kepada Yosef apa yang telah dimaklumkan malaikat kepada mereka, dan bahwa mereka datang untuk bersembah sujud kepada Bayi yang Dijanjikan dan menyampaikan persembahan kepada-Nya. Yosef menerima persembahan mereka dan membiarkan mereka menggiring binatang-binatang itu ke tempat yang membentuk semacam penyimpanan bawah tanah dekat pintu masuk samping gua. Lalu ia menghantar mereka kepada Santa Perawan yang duduk di atas tikar di tanah dekat Palungan; Bayi Yesus ada dalam pangkuannya. Para gembala, dengan tongkat tergantung di tangan, berlutut dan menangis bahagia. Mereka berlutut lama, mencecap kemanisan batin yang luar biasa, dan lalu memadahkan kidung pujian malaikat dan sebuah Mazmur yang aku lupa. Ketika mereka hendak pergi, Maria menempatkan Bayi Yesus dalam pelukan mereka.
Sebagian dari para gembala lain datang sore hari disertai para perempuan dan anak-anak dengan membawa persembahan. Di depan Palungan, mereka memadahkan dengan sangat manis Gloria, beberapa Mazmur, dan bait-bait pendek yang diulang-ulang, di antaranya yang aku ingat, “Ya Kanak-kanak, Engkau mekar bagaikan mawar! Sebagai bentara Engkau datang!” Mereka membawa persembahan berupa burung-burung, telur, madu, barang-barang tenunan warna-warni, helaian-helaian sutera kasar, dan butir-butir jagung, juga beberapa kantong jagung dengan bulir-bulir penuh pada tongkolnya yang berdaun lebar.
Ketiga gembala tua datang kembali sesudahnya dan membantu Yosef menjadikan Gua Palungan dan sekitarnya lebih nyaman dihuni. Aku juga melihat beberapa perempuan saleh yang membantu Santa Perawan. Para perempuan ini adalah kaum Esseni yang tinggal di lembah, tak jauh dari Gua Palungan, dalam bilik-bilik batu yang kecil, yang saling berdekatan satu sama lain. Mereka memiliki kebun-kebun kecil dekat bilik-bilik mereka; mereka mengajar anak-anak dalam komunitas mereka. St Yosef mengundang mereka datang; ia telah mengenal mereka bahkan sejak dari masa mudanya. Ketika Yosef menyembunyikan diri dari saudara-saudaranya di Gua Palungan, ia mengunjungi para perempuan saleh ini yang tinggal di sisi bukit karang. Sekarang mereka ganti datang kepada Santa Perawan dengan membawa kebutuhan-kebutuhan kecil dan beberapa ikat kayu bakar. Mereka memasak dan mencuci bagi Keluarga Kudus.
Beberapa hari setelah kelahiran Yesus, aku melihat suatu peristiwa yang amat menyentuh hati dalam Gua Palungan. Yosef dan Maria sedang berdiri di sisi Palungan dan memandangi Bayi Yesus dengan penuh perasaan, ketika tiba-tiba keledai mereka jatuh berlutut dan menundukkan kepalanya dalam-dalam hingga ke tanah. Maria dan Yosef berlinangan airmata. Aku melihat Maria di lain kesempatan berdiri di sisi Palungan. Sementara ia memandangi sang Bayi, suatu kepastian pilu menembusi hatinya bahwa Ia datang ke dunia untuk menderita. Hal ini mengingatkanku akan suatu penglihatan yang dianugerahkan kepadaku sebelumnya, di mana diperlihatkan kepadaku bagaimana Yesus, sementara masih berada dalam rahim BundaNya dan dari pergerakan kelahiran-Nya, telah menanggung penderitaan. Aku melihat di bawah hati Maria suatu kemuliaan dan di dalamnya seorang Bayi yang kemilau bercahaya. Sementara aku memandangi-Nya, tampak seolah Maria menunggui-Nya dan mengelilingi-Nya. Aku melihat sang Bayi tumbuh dan segala siksa Salib ditimpakan atas-Nya. Sungguh suatu penglihatan yang ngeri serta memilukan! Aku menangis dan meratap keras-keras. Aku melihat sosok-sosok lain sekeliling Bayi yang memukuli dan mendorong, mendera dan memahkotai-Nya. Kemudian, mereka meletakkan Salib atas-Nya, lalu memakukan-Nya ke salib, dan menembusi lambung-Nya. Aku melihat keseluruhan Sengsara Kristus dalam diri sang Bayi. Sungguh suatu penglihatan yang ngeri! Sementara sang Bayi tergantung di Salib, Ia berkata kepadaku, “Semua ini Aku derita sejak saat perkandungan-Ku hingga tahun yang keempatpuluh empat, saat Sengsaraku digenapi secara lahiriah.” (Tuhan wafat dalam usia-Nya yang ketigapuluh tiga tahun tiga bulan.) “Pergi dan wartakanlah hal ini kepada umat manusia!” Tetapi, bagaimanakah aku dapat mewartakannya kepada umat manusia?
Aku juga melihat Yesus sebagai Bayi yang baru dilahirkan, dan aku melihat berapa banyak dari anak-anak yang pergi ke Palungan memperlakukan Bayi Yesus dengan keji. Bunda Allah tak ada di sana untuk melindungi-Nya, dan anak-anak datang dengan segala macam batang dan ranting, memukulkannya ke wajah sang Bayi hingga darah mengalir. Sang Bayi dengan lemah-lembut mengulurkan kedua tangan mungil-Nya menutupi wajah guna menghindari deraan. Anak-anak yang paling kecil justru menyerang dengan paling keji. Sebagian orangtua anak-anak itu bahkan menganyam dan membungkus ranting-ranting bagi mereka. Mereka membawa duri-duri, jelatang, cambuk, aneka macam batang dan ranting kecil, yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Seorang anak datang dengan sebuah batang yang sangat pipih, seperti buluh. Tetapi kala ia hendak memukulkannya pada Bayi Yesus, batang itu patah dan jatuh dengan sendirinya. Aku tahu sebagian dari anak-anak itu. Sebagian berkoar-koar menyombongkan pakaian-pakaian mereka yang indah, tetapi aku melucuti mereka dan juga mencambuki sebagian dari mereka.
Sementara Maria masih berdiri di sisi Palungan dalam meditasi mendalam, beberapa gembala datang menghampiri bersama para isteri mereka, semuanya kurang lebih lima orang. Guna memberikan tempat bagi mereka agar dapat mendekati Palungan, Santa Perawan mundur sedikit ke tempat di mana ia melahirkan Bayinya. Orang-orang itu tidak sungguh menyembah, melainkan memandangi Bayi dan amat tersentuh; sebelum pergi mereka membungkuk dalam ke atas-Nya seolah mencium-Nya.
Kala itu siang hari. Maria duduk di tempat biasanya dengan Bayi Yesus di atas pangkuan. Yesus dibedung, hanya wajah dan kedua tangan-Nya saja yang bebas. Maria sibuk dengan sesuatu seperti kain lenan yang ada dalam tangannya. Yosef berada di perapian dekat pintu masuk gua; kelihatannya ia sedang membuat rak tempat meletakkan bejana-bejana. Aku berdiri di samping keledai. Sekarang, datang tiga perempuan Esseni yang telah berumur, yang disambut dengan ramah, meski Maria tidak bangkit berdiri. Mereka membawa cukup banyak hadiah: buah-buahan kecil, burung-burung sebesar bebek dengan paruh runcing berwarna merah yang mereka bawa pada sayap-sayapnya, beberapa ketul roti oval yang tebalnya sekitar satu inci, beberapa helai kain lenan dan barang-barang lain. Semuanya diterima dengan segala kerendahan hati dan syukur terima kasih. Para perempuan itu tak banyak bicara dan banyak merenung. Amat tergerak hati, mereka memandangi dalam-dalam sang Bayi, namun mereka tidak menyentuh-Nya. Kala mereka pulang, tidak ada salam perpisahan ataupun ritual perpisahan pada umumnya. Sementara itu, aku mengamati si keledai baik-baik. Punggungnya amat lebar, dan aku berkata dalam hati, “Kau binatang yang baik! Engkau memikul beban yang agung!” (Sang Pencipta). Aku ingin menjamahnya, melihat apakah ia sungguh nyata. Aku menyapukan tanganku ke atas surainya; surainya halus, sehalus sutera.
Sekarang datang dua nyonya bersama tiga gadis kecil berumur sekitar delapan tahun. Kelihatannya mereka orang asing dari kalangan terhormat yang datang karena taat pada panggilan yang lebih ajaib daripada yang diterima para pengunjung terdahulu. Yosef menyambut mereka dengan sangat rendah hati. Mereka membawa persembahan-persembahan yang ukurannya lebih kecil daripada yang dibawa para tamu lain, tetapi yang nilainya jauh lebih tinggi: biji-bijian dalam mangkuk, buah-buahan, seberkas daun-daun emas tebal berbentuk segitiga yang di atasnya terdapat suatu tanda serupa meterai. Aku pikir, “Aneh! ini tampak seperti gambaran mata Allah! Tetapi, tidak! Bagaimana mungkin aku membandingkan mata Allah dengan tanah merah!” Maria bangkit dan menempatkan Bayi dalam pelukan para nyonya. Keduanya membuai Yesus sejenak, berdoa dalam hati dengan penuh syukur, lalu mencium-Nya. Ketiga gadis kecil diam tenang; mereka sangat terkesan. Yosef dan Maria berbincang dengan tamu mereka dan ketika mereka pulang, Yosef mengantarkan mereka hingga sebagian perjalanan. Ah! dapatkah kita, seperti para perempuan ini, melihat keelokan, kemurnian dan ketakberdosaan Maria! Maria tahu semuanya! Tetapi, dalam kerendahan hatinya, ia tampak seolah tak menyadari keutamaan-keutamaannya. Bagaikan seorang kanak-kanak, ia mengarahkan tatapan matanya ke bawah; dan apabila ia menatap, tatapannya, bagaikan kilatan cahaya, bagaikan kebenaran, bagaikan seberkas terang yang tak bercela, menembusi hati orang hingga ke kedalamannya. Hal itu karena ia sama sekali murni, sama sekali tak berdosa, penuh Roh Kudus, dan tanpa ego sama sekali. Tak seorang pun mampu menahan tatapan matanya.
Para nyonya ini tampaknya datang dari tempat beberapa mil jauhnya dan secara diam-diam, sebab mereka menghindari terlihat orang di kota. Dalam kunjungan-kunjungan yang demikian, Yosef bersikap dengan segala kerendahan hati, ia undur diri dan melihat dari pojok yang agak jauh.
Aku juga melihat pelayan-pelayan St Anna, yakni seorang pelayan perempuan dan seorang pelayan laki-laki tua, datang dari Nazaret ke Palungan. Pelayan perempuan itu seorang janda dan masih bersanak dengan Keluarga Kudus. Ia membawa aneka macam kebutuhan dari Anna untuk Maria, dan ia tinggal bersama Maria. Pelayan laki-laki yang telah lanjut usia berlinangan airmata karena sukacita, dan kembali kepada Anna untuk menyampaikan berita.
Keesokan harinya, aku melihat Santa Perawan dan Bayi Yesus meninggalkan Gua Palungan disertai pelayan perempuan untuk beberapa jam lamanya. Melangkahkan kaki dari pintu gua, Maria menuju ke tempat bernaung di sebelah kanan, maju beberapa langkah dan menyembunyikan diri di sisi gua itu, di mana, saat kelahiran Yesus, suatu mataair memancar. Ia tinggal di sana selama empat jam, sebab beberapa orang mata-mata Herodes telah datang dari Betlehem karena tersiarnya kabar berita para gembala yang mengabarkan bahwa suatu mukjizat telah terjadi di sana sehubungan dengan seorang bayi. Mata-mata ini menemui St Yosef di depan Gua Palungan. Setelah bertanya-jawab dengannya, mereka meninggalkan Yosef dengan senyum sinis karena kerendahan hati dan kepolosannya.
Gua Palungan letaknya tersembunyi dan lokasinya nyaman. Tak seorang pun dari Betlehem pernah ke sana, hanya para gembala yang karena tugasnya pergi ke sana. Tak seorang pun di Betlehem tertarik pada apa yang terjadi di luar mereka sebab, karena padatnya lalu-lintas orang-orang asing, kota itu cukup ramai dengan berbagai macam perdagangan. Hewan-hewan diperjual-belikan dan disembelih, sebab banyak orang membayar pajak mereka dengan hewan ternak. Ada sejumlah besar orang-orang kafir di kota yang bekerja sebagai pelayan.
Penampakan para malaikat yang menakjubkan segera tersiar di antara mereka yang tinggal di lembah-lembah pegunungan, baik dekat maupun jauh, dan bersama itu tersiar pula berita kelahiran sang Bayi di gua. Para pemilik penginapan, dari siapa Keluarga Kudus menerima keramah-tamahan sepanjang perjalanan mereka, sekarang datang, satu disusul yang lainnya, untuk menghormati Dia, yang tanpa setahu mereka telah menerima kemurahan hati mereka. Aku melihat pemilik penginapan terakhir yang murah hati; pertama-tama ia mengirimkan hadiah-hadiah lewat seorang pelayan, dan lalu ia sendiri datang guna menyampaikan hormat kepada sang Bayi. Aku juga melihat isteri yang baik hati dari orang yang pada mulanya kasar terhadap Yosef, dan juga para gembala lain, pula orang-orang baik yang datang ke Palungan. Mereka semuanya sangat tersentuh dengan apa yang mereka lihat. Mereka semua berpakaian bagus, dan melanjutkan perjalanan ke Betlehem guna merayakan Sabat. Isteri yang baik hati itu bisa saja pergi ke Yerusalem yang lebih dekat, tetapi ia memilih datang ke sini ke Betlehem.
Seorang sanak Yosef, yaitu ayah dari Yonadab yang pada waktu Penyaliban Yesus menyerahkan selembar kain lenan kepada-Nya, juga mampir ke Gua Palungan dalam perjalanannya ke Betlehem untuk merayakan Sabat. Yosef amat ramah terhadapnya. Sanaknya ini mendengar dari para tetangga akan keadaan Yosef yang menakjubkan; sebab itu ia datang untuk membawakan hadiah-hadiah serta untuk mengunjungi Bayi Yesus dan Maria. Tetapi, Yosef tak hendak menerima apapun, walau ia menggadaikan keledai betina kecil kepada sanaknya ini dengan pengertian bahwa keledai kecil akan dapat ditebus kembali dengan jumlah uang yang sama seperti yang diterima Yosef. Sesudah itu, Maria, Yosef, pelayan, dan dua gembala yang berdiri di depan pintu masuk, merayakan Sabat di Gua Palungan. Sebuah lentera dengan tujuh sumbu dinyalakan, dan di atas sebuah meja kecil yang diberi taplak merah dan putih diletakkan gulungan-gulungan doa.
Makanan berlimpah yang dihadiahkan oleh para gembala, dibagi-bagikan kepada mereka yang miskin atau dibagi-bagikan untuk menjamu yang lain. Burung-burung digantung di tempat pemanggangan di atas perapian, dari waktu ke waktu daging panggang dibalik dan diperciki tepung dari tanaman serupa buluh yang banyak dijumpai di sekitar Betlehem dan Hebron. Dari biji-bijian tanaman itu yang berkilau, dibuat agar-agar putih dan dipanggang kue-kue. Aku melihat di bawah perapian terdapat lobang-lobang yang panas dan bersih tempat burung-burung dipanggang.
Setelah Sabat lewat, para perempuan Esseni mempersiapkan makanan di bawah anjang-anjang di pintu masuk gua, yang didirikan Yosef dengan bantuan para gembala. Yosef kemudian pergi ke kota guna meminta kesediaan para imam untuk melaksanakan upacara Penyunatan Bayi Yesus. Gua dibersihkan dan ditata rapi. Sekat yang tadinya dipasang Yosef di jalan lintasan sekarang dipindahkan, dan di atas tanah dibentangkan hamparan-hamparan, sebab di jalan lintasan dekat Gua Palungan ini dipersiapkan tempat bagi upacara.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|
|