Bab 3
![]() Adam dan Hawa Dihalau dari Firdaus
![]() Setelah beberapa waktu, aku melihat Adam dan Hawa mengembara tanpa tujuan dalam kesusahan yang besar. Mereka tak lagi bersinar dalam cahaya, dan mereka pergi kian kemari, seorang di sini, seorang di sana, seolah sedang mencari sesuatu yang telah mereka hilangkan. Mereka saling malu satu sama lain. Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka turun ke bawah, seolah tanah bergerak turun di bawah pijakan kaki mereka. Mereka membawa kesuraman kemanapun mereka pergi; tanam-tanaman kehilangan warna-warni cemerlangnya dan berubah menjadi abu-abu; binatang-binatang lari dari hadapan mereka. Adam dan Hawa mencari daun-daun yang lebar dan menganyamnya menjadi sebuah cawat sekeliling pinggang. Mereka senantiasa berkelana secara terpisah.
Setelah mereka melarikan diri begitu rupa untuk suatu jangka waktu yang amat lama, wilayah bermandikan cahaya darimana mereka berasal mulai tampak seperti puncak sebuah gunung yang jauh. Di antara semak-belukar di suatu dataran yang tampak suram, mereka menyembuyikan diri, namun secara terpisah. Kemudian suatu suara dari atas memanggil mereka, tapi mereka tak hendak datang. Mereka ketakutan; mereka melarikan diri terlebih jauh lagi, dan bersembunyi terlebih dalam di antara semak-belukar. Hal itu membuatku berduka hati saat melihatnya. Tetapi suara itu menjadi lebih tegas berwibawa dan, kendati keinginan mereka untuk melarikan diri dan bersembunyi, mereka terdorong untuk datang.
Figur mulia yang bercahaya kemilau menampakkan diri kembali. Adam dan Hawa dengan kepala tertunduk melangkah keluar dari tempat persembunyian mereka, tetapi mereka tiada berani memandang Allah. Mereka saling memandang, dan keduanya mengakui kesalahan mereka.
Dan sekarang Tuhan Allah menunjukkan kepada mereka suatu dataran yang lebih rendah dari tempat mereka berpijak. Di sana terdapat pepohonan dan semak belukar. Begitu tiba di sana, mereka menjadi rendah hati, dan untuk pertama kalinya, dengan tepat memahami kondisi mereka yang mengenaskan. Aku melihat mereka berdoa ketika ditinggalkan sendirian di sana. Mereka berpisah, jatuh berlutut dan mengedangkan tangan dengan seruan-seruan serta airmata bercucuran. Aku berpikir, sementara aku memandang mereka, betapa baiknya sendirian dalam doa.
Adam dan Hawa pada waktu itu mengenakan pakaian yang dikenakan dari bahu ke lutut, dan yang diikatkan pada pinggang dengan seutas tali terbuat dari kulit kayu bagian dalam dari sebatang pohon.
Sementara leluhur pertama kita semakin turun dari tempat ciptaan, Firdaus sendiri muncul, bagai suatu awan, naik semakin tinggi di atas mereka. Kemudian sebuah cincin berapi, serupa lingkaran yang terkadang terlihat sekeliling matahari dan bulan, turun dari surga dan tinggal sekeliling Firdaus.
Adam dan Hawa hanya satu hari berada di Firdaus. Sekarang aku melihat Firdaus jauh, amat jauh bagai sebidang pulau tepat di bawah batas matahari terbit. Ketika matahari terbit, matahari naik dari sebelah kanan pulau itu yang terletak di sebelah timur Gunung Nabi dan tepat di mana matahari terbit. Tampak bagiku seperti sebutir telur yang tergantung di atas air yang jernih tak terkira yang memisahkan Firdaus dari bumi. Gunung Nabi, seolah, sebuah tanjung yang menjulang, menembus air itu. Di gunung itu, orang melihat wilayah-wilayah yang luar biasa hijau subur yang di sana sini dibelah oleh jurang-jurang yang dalam dan ngarai-ngarai penuh air. Sungguh, aku melihat orang mendaki Gunung Nabi, tetapi mereka tidak pergi cukup jauh.
Aku melihat Adam dan Hawa tiba di bumi, tempat tobat mereka. Oh, betapa suatu penglihatan yang menyentuh hati - dua makhluk itu menyilih kesalahan mereka di atas bumi yang telanjang. Adam diijinkan membawa sebuah cabang zaitun bersamanya dari Firdaus, dan sekarang ia menanamnya. Di kemudian hari, salib dibuat dari kayu-kayunya. Adam dan Hawa sedih tak terkatakan. Di mana aku melihat mereka, mereka nyaris tak lagi dapat melihat Firdaus, dan mereka terus semakin menurun. Tampak seolah seperti sesuatu yang bergerak dan akhirnya, setelah melintasi malam dan kegelapan, mereka tiba di suatu tempat yang malang dan menyedihkan di mana mereka harus melakukan tobat.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|
|