22. MARIA DAN ELISABET BERBICARA MENGENAI ANAK-ANAK MEREKA
![]() 2 April 1944
Pagi hari. Aku melihat Maria sedang menjahit, duduk dalam kamar di lantai bawah. Elisabet hilir mudik, sibuk dengan pekerjaan rumah. Dan ketika ia masuk ke dalam kamar Maria, ia tiada pernah lalai untuk menghampiri dan membelai kepala-Nya yang berambut terang, yang tampak bahkan semakin terang dengan latar belakang dinding-dinding yang agak gelap dan dalam berkas-berkas cahaya matahari indah yang masuk melalui pintu yang terbuka ke arah kebun.
Elisabet membungkuk untuk memperhatikan jahitan Maria - sulaman yang dikerjakan-Nya di Nazaret - dan ia memuji keindahannya.
"Aku juga punya linen untuk dipintal," kata Maria.
"Untuk AnakMu?"
"Bukan. Aku sudah memilikinya ketika tiada pernah terpikir oleh-Ku…" Maria tidak mengatakan apa-apa lagi. Tapi aku mengerti: "…ketika tiada pernah terpikir oleh-Ku Aku akan menjadi Bunda Allah."
"Tetapi sekarang Kau akan harus mempergunakannya untuk-Nya. Apakah baik? Bagus? Anak-anak, Kau tahu, membutuhkan bahan yang sangat lembut."
"Aku tahu."
"Aku memulainya… Terlambat, sebab aku ingin memastikan bahwa itu bukanlah suatu tipuan dari Yang Jahat. Meskipun… aku merasakan suatu sukacita begitu rupa dalam diriku, hingga itu tidaklah mungkin berasal dari Setan. Sesudah… aku begitu banyak menderita. Aku sudah tua, Maria, sungguh tua, untuk ada dalam keadaan hamil ini. Aku begitu banyak menderita. Tidakkah Kau menderita…."
"Tidak. Aku tidak menderita. Aku belum pernah sesehat ini."
"Pasti. Tepat sekali. Kau… tiada noda dalam DiriMu, sebab Allah memilih-Mu untuk menjadi BundaNya. Dan karena itulah mengapa Kau tidak mengalami penderitaan-penderitaan Hawa. Ia yang Kau kandung adalah kudus."
"Aku merasa seolah Aku punya sebuah sayap dalam hati-Ku dan bukan suatu beban. Seolah Aku memiliki dalam DiriKu segala bebungaan dan segala burung-burung yang berkicau di musim semi, dan segala madu dan segala sinar matahari…Oh! Aku sangat bahagia!"
"Terberkatilah Maria! Tiada lagi aku merasakan beban, kepenatan pun kesakitan, sejak aku melihat-Mu. Aku seolah baru, muda, dibebaskan dari kemalangan-kemalangan daging perempuan. Anakku, sesudah melonjak kegirangan mendengar suara-Mu, sekarang tenang dalam sukacitanya. Dan aku seolah memilikinya, dalam diriku, seolah dalam sebuah buaian yang hidup, dan aku melihatnya tidur dengan puas dan bahagia, bernapas bagai seekor burung kecil di bawah sayap induknya… Aku sekarang akan mulai bekerja. Dia tidak akan lagi menjadi suatu beban. AKu tak dapat melihat dengan sangat jelas, tapi…"
![]() "Tak masalah, Elisabet. Aku akan mengurus masalah memintal dan menenun sekaligus untukmu dn untuk bayimu. Aku bekerja cepat dan penglihatan-Ku sangat baik."
"Tetapi Kau harus mengurus BayiMu…"
"Oh! Masih akan ada banyak waktu!... Pertama-tama Aku akan mengurusmu, sebab kau akan melahirkan bayimu segera, dan kemudian Aku akan mengurus YesusKu."
Adalah di luar kemungkinan manusiawi untuk mengatakan kepadamu betapa manis ekspresi dan suara Maria, betapa berkilau mata-Nya dengan air mata bahagia, dan betapa Ia tersenyum ketika mengucapkan Nama itu, dengan menatap ke langit biru yang jernih. Ia seolah terpikat hanya dengan mengatakan: "Yesus."
Elisabet berseru: "Betapa nama yang sangat indah! Nama Putra Allah, Penebus Kita!"
"Oh! Elisabet!" Maria sekonyong-konyong berduka dan Ia meremas kedua tangan saudara-Nya itu yang ditumpangkan di atas perutnya yang membuncit. "Katakanlah kepada-Ku, sebab engkau diterangi oleh Roh Tuhan, ketika Aku datang ke sini, dan engkau menubuatkan apa yang tidak diketahui dunia, katakan kepada-Ku: apakah yang akan harus diderita PutraKu demi menyelamatkan dunia? Para Nabi… Oh! Apakah yang dikatakan para Nabi mengenai Juruselamat? Yesaya… Apakah kau ingat Yesaya? "Ia adalah Manusia yang penuh kesengsaraan. Oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Ia ditikam oleh karena kesalahan-kesalahan kita, diremukkan oleh karena dosa-dosa kita. TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Sesudah penghukuman Ia ditinggikan…" Ditinggikan apa yang dimaksudkannya? Mereka menyebut-Nya Anak Domba dan Aku tidak dapat tidak berpikir mengenai anak domba Paskah, anak domba Musa, dan Aku menghubungkannya dengan ular yang ditinggikan oleh Musa di atas sebuah salib [= tiang]. Elisabet!… Elisabet!… Apakah yang akan mereka lakukan terhadap PutraKu? Apakah yang akan harus diderita-Nya demi menyelamatkan dunia?" Maria menangis.
Elisabet menghibur-Nya. "Maria, janganlah menangis. Ia adalah PutraMu, tetapi Ia adalah juga Putra Allah. Allah akan mengurus PutraNya, dan akan memelihara-Mu, BundaNya. Dan apabila begitu banyak orang akan keji terhadap-Nya, begitu banyak orang akan mengasih-Nya. Begitu banyak!... Untuk selama-lamanya. Dunia akan memandang PutraMu dan akan memberkati-Mu bersama-Nya. Mereka akan memberkati-Mu, sebab Engkau adalah Sumber dari mana penebusan terpancar keluar. Takdir PutraMu! Ia akan ditinggikan ke tingkat Raja dari segenap ciptaan. Pikirkan itu saja, Maria. Raja, sebab Ia akan menebus seluruh ciptaan, dan dengan demikian, Ia akan menjadi Raja alam semesta. Dan Ia akan dikasihi juga di dunia, sepanjang masa dunia. Putraku akan mendahului PutraMu dan akan mengasihi-Nya. Malaikat telah mengatakannya kepada Zakharia. Dan ia menuliskannya untukku. Betapa menyakitkan melihatnya bisu, Zakhariaku! Tetapi aku berharap ketika si bayi dilahirkan bapanya juga akan dibebaskan dari hukumannya. Maukah Kau berdoa, juga, sebab Kau adalah Tahta Kuasa Allah dan Sumber kebahagiaan di dunia. Demi mendapatkan rahmat ini aku menyampaikan persembahan-persembahanku kepada Tuhan, sebaik yang aku dapat. Aku mempersembahkan putraku: sebab ia adalah milik-Nya, sebab Ia meminjamkannya kepada hamba-Nya demi menganugerahkan kepadanya sukacita dipanggil "bunda". Inilah kesaksian akan apa yang telah Allah lakukan terhadapku. Aku ingin ia diberi nama "Yohanes". Bukankah putraku adalah suatu rahmat? Dan bukankah Allah menganugerahkannya kepadaku?"
"Dan Allah, Aku yakin, akan menganugerahkan kepadamu rahmat itu. Aku akan berdoa… bersamamu".
"Aku sangat menderita melihatnya bisu!..." Elisabet menangis.
"Apabila ia menulis, sebab ia tak lagi dapat berbicara kepadaku, seolah ada gunung-gunung dan samudera-samudera antara aku dan Zakhariaku. Setelah percakapan manis selama begitu banyak tahun, sekarang tak ada apapun selain dari kebisuan dari mulutnya. Dan teristimewa sekarang, ketika akan sangat menyenangkan berbicara mengenai siapa yang akan datang. Aku bahkan menahan diri berbicara demi menghindari melihatnya menjadi stress dalam upaya-upayanya menjawabku melalui gerak isyarat. Aku telah begitu banyak menangis! Betapa aku merindukan-Mu! Orang-orang desa melihat, membicarakan dan mengkritik. Begitulah dunia. Tetapi apabila seorang mengalami dukacita ataupun sukacita, orang butuh dimengerti, bukan dikritik. Namun sekarang hidupku tampaknya sepenuhnya lebih baik. Aku merasakan suatu sukacita dalam diriku sejak Kau datang kemari. Aku merasa bahwa cobaanku akan segera berakhir dan bahwa aku akan segera sepenuhnya bahagia. Aku benar, ya kan? Aku telah berserah diri dalam segalanya. Tetapi andai saja Allah sudi mengampuni suamiku! Andai saja aku dapat mendengarnya berdoa sekali lagi."
Maria membelai dan menghiburnya dan untuk mengalihkan perhatiannya, Ia mengajaknya sedikit berjalan-jalan dalam kebun yang bermandikan cahaya matahari.
Mereka berjalan di bawah sebuah pergola yang terawat baik, hingga ke sebuah menara kecil desa, yang dalam lubang-lubangnya burung-burung merpati telah membuat sarang.
Maria menebarkan padi-padian makanan burung sembari tertawa, sebab burung-burung merpati itu menyerbu-Nya, dengan mendekut nyaring dan mengepak-ngepakan sayap dengan ribut, membentuk lingkaran-lingkaran kemilau sekeliling-Nya. Burung-burung itu hinggap di atas kepala-Nya, pundak, lengan dan kedua tangan-Nya, menjulurkan paruh mereka yang kemerahan ke padi-padian dalam kedua tangan-Nya, dengan lembut mematuki bibir merah sang Perawan dan gigi-Nya yang berkilau dalam cahaya matahari. Maria mengambil biji-biji jagung berwarna keemasan dari sebuah kantong kecil dan Ia tertawa di tengah turnamen penyerbuan yang rakus.
"Betapa sayangnya mereka kepada-Mu!" seru Elisabet. "Engkau baru beberapa hari saja di sini dan mereka menyanyangi-Mu lebih dariku, meski aku selalu memelihara mereka."
Mereka terus berjalan hingga mereka tiba di sebuah tanah berpagar, di ujung kebun buah-buahan, di mana ada sekitar duapuluh kambing dengan anak-anak kambing kecil.
"Kau sudah kembali dari padang rumput?" Maria bertanya kepada seorang anak gembala, sembari membelainya.
"Ya, sebab ayahku mengatakan: 'Pulanglah, karena sebentar lagi akan turun hujan dan ada beberapa ekor domba yang akan melahirkan. Pastikan ada rumput kering dan jerami bagi mereka.' Itu dia, dia datang." Dan ia menunjuk ke hutan, darimana suara embikan yang gemetar dan terus-menerus dapat terdengar.
Maria membelai seekor anak kambing kecil, yang semanis seorang kanak-kanak, dan yang menggosok-gosokkan diri pada-Nya, dan bersama Elisabet Ia meneguk susu segar yang ditawarkan si gembala kecil kepada mereka.
Kemudian si domba tiba dihantar oleh seorang gembala yang berbulu lebat seperti beruang. Tetapi jelas ia seorang laki-laki yang baik sebab ia tengah memanggul seekor domba yang mengerang di atas bahunya. Ia menurunkannya dengan lembut dan menjelaskan: "Dia hendak melahirkan. Dia hanya dapat berjalan dengan susah-payah. Aku menempatkannya di atas bahuku dan aku bergegas sepanjang perjalanan agar tiba di sini sebelum waktunya." Domba itu, masih terpincang-pincang kesakitan, dihantar ke dalam kandang oleh si anak.
Maria duduk pada sebuah batu dan bermain-main dengan anak-anak kambing dan anak-anak domba kecil, menyentuhkan bunga-bunga semanggi pada wajah-wajah kecil mereka yang manis kemerahan. Seekor anak kambing berwarna hitam dan putih menempatkan ujung-ujung kaki kecilnya pada bahu-Nya dan mencium-cium rambut-Nya. "Ini bukan roti," kata Maria sembari tertawa. "Aku akan membawakanmu remah-remah besok. Bersikaplah manis, sekarang."
Sekali lagi tawa ria, Elisabet juga tertawa.
![]() Aku melihat Maria Yang sedang memintal dengan sangat cepat di bawah pergola, di mana buah-buah anggur bertumbuh semakin besar. Beberapa waktu pastilah telah berlalu sebab buah-buah apel mulai memerah pada pepohonan dan lebah-lebah berdengung dekat bunga-bunga ara yang sudah bermekaran.
Elisabet sekarang cukup gemuk, dan ia berjalan dengan susah payah. Maria memandangnya dengan penuh perhatian dan kasih. Juga pinggang Maria tampak lebih berisi ketika Ia bangkit untuk memungut kumparan yang jatuh menggelinding jauh dari-Nya. Ekspresi pada wajah-Nya telah berubah. Sekarang lebih dewasa; sebelumnya Ia seorang gadis, sekarang Ia seorang perempuan dewasa.
Kedua perempuan masuk ke dalam rumah sebab sekarang hari mulai gelap, dan lampu-lampu dinyalakan dalam ruangan. Sementara menanti makan malam, Maria mulai menenun.
"Apakah itu tidak pernah melelahkan-Mu?" tanya Elisabet, menunjuk pada alat tenun.
"Tidak, yakinlah."
"Aku kehabisan tenaga karena panas ini. Aku tidak menderita lagi, tetapi sekarang beban ini terlalu berat bagi ginjal tuaku."
"Kuatkanlah. Kau akan segera bebas. Betapa bahagianya kau saat itu. Aku rindu menjadi seorang ibunda. AnakKu! YesusKu! Akan seperti apakah Ia?"
"Seelok Kau, Maria."
"Oh tidak! Terlebih elok! Ia adalah Allah. Aku hamba-Nya. Yang Aku maksud adalah, apakah Ia akan berkulit terang atau gelap? Apakah mata-Nya akan seperti langit yang jernih, atau seperti mata seekor rusa gunung? Aku membayangkan Ia lebih elok dari seorang kerub, dengan rambut ikal keemasan, warna mata-Nya sama seperti warna Laut Galilea kala bintang-bintang mulai muncul di kaki langit, mulut-Nya yang mungil semerah buah delima yang merekah kala ranum dalam cahaya matahari, dan pipi-Nya semerah muda mawar pucat ini, dengan dua tangan mungil yang dapat tertampung dalam rongga sekuntum lily, begitu kecil dan mungil, dan kaki mungil yang dapat Aku genggam dalam lekuk tangan-Ku, begitu lembut dan halus, lebih lembut dan halus dari helaian bunga. Lihat. Gagasan yang Aku buat mengenai-Nya diambil dari segala keindahan yang ditawarkan alam kepada-Ku. Dan Aku dapat mendengar suara-Nya. Apabila Ia menangis - sebab Anakku akan menangis sesekali ketika Ia lapar atau mengantuk, dan itu akan selalu menjadi kesedihan besar bagi MamaNya Yang hatinya akan tertusuk setiap kali Ia mendengar-Nya menangis - apabila Ia menangis, suara-Nya akan seperti embikan yang sekarang datang dari seekor anak domba kecil, hanya beberapa jam umurnya, ketika ia mencari dada ibunya, dan bulu-bulu ibunya yang hangat untuk tidur. Apabila Ia tertawa - dan hati-Ku yang jatuh cinta kepada AnakKu akan penuh Surga, sebab Aku dapat jatuh cinta kepada-Nya, sebab Ia adalah AllahKu, dan tidak akan melanggar konsekrasi keperawananku mengasihi-Nya sebagai seorang kekasih - suara-Nya apabila ia tertawa akan seperti dekutan riang seekor merpati kecil yang gembira yang kenyang dan puas dalam sarang kecilnya yang nyaman. Dan Aku membayangkan-Nya ketika Ia menjejakkan langkah-langkah pertama-Nya… seekor burung kecil yang melompat -lompat di atas padang berbunga. Padang itu akan menjadi hati BundaNya, yang akan diletakkan di bawah kaki-kaki mungil-Nya yang merah muda dengan segenap kasih-Nya, agar Ia tidak menginjak sesuatu pun yang dapat melukai-Nya. Oh, betapa Aku akan mengasihi AnakKu! PutraKu! Juga Yosef akan mengasihi-Nya."
"Tetapi Kau akan harus mengatakan kepada Yosef."
Wajah Maria menjadi suram, dan ia mendesah. "Ya, Aku akan harus mengatakan kepadanya... Aku berharap Surga akan mengatakan kepadanya, sebab terlalu sulit untuk dikatakan."
"Apakah aku yang mengatakannya? Kita akan memintanya untuk datang ke penyunatan Yohanes…"
"Tidak. Aku telah mempercayakan kepada Allah tugas memberitahukan kepadanya mengenai takdir bahagianya menjadi bapa asuh Putra Allah, dan Allah akan melakukannya. Roh mengatakan kepada-Ku sore itu: "Tenanglah. Percayakanlah kepada-Ku tugas membenarkan-Mu." Dan Ia akan melakukannya. Allah tak pernah berdusta. Ini adalah suatu pencobaan besar, namun dengan pertolongan Bapa Yang Kekal, hal itu akan teratasi. Tak seorang pun boleh tahu dari mulut-Ku apa yang talah dilakukan oleh kebaikan Tuhan. Tentu saja engkau pengecualian, sebab Roh mewahyukannya kepadamu."
"Aku tidak mengatakannya kepada siapa pun, bahkan tidak ke Zakharia yang akan sangat senang. Ia pikir bahwa kau adalah seorang ibunda secara alami."
"Aku tahu. Dan aku memutuskan itu demi kebijaksanaan. Rahasia-rahasia Allah adalah kudus. Malaikat Tuhan tidak mewahyukan keibuan ilahiKu kepada Zakharia. Ia dapat saja melakukannya, jika Allah menghendakinya, sebab Allah tahu bahwa saat Inkarnasi SabdaNya dalam Diri-Ku telah menjelang. Namun Allah menyembunyikan terang sukacita ini dari Zakharia, yang menolak keibuanmu di masa tua sebagai sesuatu yang mustahil. Aku telah menyelaraskan diri dengan kehendak Allah, seperti yang kau lihat. Engkau merasakan rahasia yang tinggal dalam Diri-Ku. Zakharia tidak merasakan apa-apa. Sepanjang tabir ketidakpercayaannya tidak runtuh di hadapan kuasa Allah, ia akan dijauhkan dari terang adikodrati."
Elisabet menghela napas panjang dan terdiam.
Zakharia masuk. Ia menyodorkan beberapa gulung perkamen kepada Maria. Saatnya berdoa sebelum makan malam. Maria berdoa dengan suara lantang menggantikan Zakharia. Kemudian mereka duduk di meja makan.
"Apabila Kau tidak lagi bersama kami, betapa menyesalnya kami tiada memiliki seorang pun untuk berdoa bagi kami," kata Elisabet, sembari memandang suaminya yang bisu.
"Kau yang akan berdoa saat itu, Zakharia," kata Maria.
Zakharia menggelengkan kepalanya dan menulis: "Aku tidak akan pernah bisa berdoa lagi untuk orang-orang lain. Aku menjadi tak layak ketika aku meragukan Allah-ku."
"Zakharia, kau akan berdoa. Allah mengampuni."
Laki-laki lanjut usia itu menghapus sebutir air mata yang meleleh dan menghela napas panjang.
Sesudah santap malam, Maria kembali ke alat tenunnya.
"Cukup!" kata Elisabet. "Kau akan terlalu capai."
"Waktumu segera tiba, Elisabet. Aku hendak mempersiapkan bagi anakmu pakaian-pakain yang pantas baginya yang akan mendahului Raja dari Keturunan Daud."
Zakharia menulis: "Dari siapakah Ia akan dilahirkan? Dan di manakah gerangan?"
Maria menjawab: "Di mana para Nabi mengatakannya, dan dari siapa yang akan dipilih Bapa yang Kekal. Apapun yang dilakukan Allah kita Yang Mahatinggi, sungguh baik."
Zakharia menulis: "Baik, jadi di Betlehem! Di Yudea. Kita akan pergi dan menyembah-Nya, perempuan. Dan Kau akan datang ke Betlehem, juga, bersama Yosef."
Dan Maria, dengan menundukkan kepala-Nya di atas alat tenun mengatakan: "Aku akan datang."
Penglihatan berakhir demikian.
![]() Maria berkata:
"Cinta kasih pertama kepada sesama kita adalah bersegera terhadap sesama kita. Janganlah ini tampak sebagai permainan kata belaka bagi kalian. Ada cinta kasih kepada Allah dan cinta kasih kepada sesama kita. Cinta kasih kepada sesama kita meliputi juga cinta kasih kepada diri kita sendiri. Akan tetapi jika kita mencintai diri kita sendiri lebih dari sesama kita, kita tidak lagi memiliki cinta kasih, kita egois. Juga dalam masalah-masalah yang sah menurut hukum, kita harus begitu kudus untuk senantiasa memberikan prioritas kepada kepentingan-kepentingan sesama kita. Yakinlah, anak-anak-Ku, bahwa Allah menyelenggarakan bagi mereka yang murah hati melalui sarana kuasa-Nya dan kemurahan hati-Nya.
Adalah keyakinan ini yang menghantar-Ku ke Hebron demi menolong sanak-Ku dalam kondisinya. Dan atas semangat-Ku menolong sesama, Allah, yang memberi secara berlimpah seperti kebiasaan-Nya, menambahkan suatu karunia pertolongan adikodrati yang tak terduga. Aku datang untuk memberikan bantuan materiil dan Allah menguduskan niat baik-Ku dengan menguduskan, melaluinya, buah rahim Elisabet, dan melalui sarana pengudusan itu, dengan mana Pembaptis dikuduskan terlebih dahulu, Ia melegakan sakit jasmani putri Hawa yang sudah lanjut usia, yang mengandung pada usia yang tak lazim.
Elisabet, seorang perempuan yang tak goyah imannya dan berserah diri secara mantap pada kehendak Allah, layak mengetahui misteri yang terkandung dalam diri-Ku. Roh berbicara kepadanya melalui lonjakan dalam rahimnya. Pembaptis mengucapkan khotbah pertamanya, sebagai Pewarta Sabda, melalui tabir-tabir diafragma pembuluh darah serta daging yang memisahkan dan sekaligus mempersatukannya dengan ibundanya yang kudus. Pula Aku tidak mengingkari hak istimewa-Ku sebagai Bunda Allah, sebab ia layak akan informasi itu dan Terang telah mewahyukan Diri-Nya kepadanya. Mengingkarinya akan berarti mengingkari pujian bagi Allah yang sungguh tepat untuk disampaikan kepada-Nya, pujian yang Aku kandung dalam Diri-Ku, dan yang, sebab Aku tak dapat mengatakannya kepada siapa pun, Aku ulang kepada tanam-tanaman, kepada bunga-bunga, kepada bintang-bintang, kepada matahari, kepada burung-burung yang berkicau dan domba yang mendengarkan, kepada air yang berkecipak, kepada terang keemasan yang mengecup-Ku yang turun dari Surga. Namun adalah terlebih manis berdoa bersama daripada memanjatkan doa-doa kita sendirian.
Aku akan terlebih suka segenap dunia tahu takdir-Ku, bukan demi kepentingan-Ku sendiri, melainkan agar mereka dapat bergabung dengan-Ku dalam memuji TuhanKu.
Kebijaksanaan melarang-Ku menyingkapkan kebenaran kepada Zakharia. Hal itu akan menyiratkan bertindak melampaui karya Allah. Dan jika Aku adalah MempelaiNya dan BundaNya, Aku juga masih hambaNya, dan Aku tak dapat mengambil kebebasan untuk mengantikan-Nya dan mendahului-Nya dalam suatu titah, hanya karena Ia telah mengasihi Aku tanpa batas. Elisabet dalam kekudusannya mengerti, dan ia diam. Sebab seorang kudus selalu berserah dan rendah hati.
Karunia Allah haruslah meningkatkan kebaikan kita. Semakin banyak kita menerima dari-Nya, semakin banyak kita harus memberi. Karena semakin banyak kita menerima, semakin nyatalah bahwa Ia bersama kita dan dalam kita. Dan semakin Ia bersama kita dan dalam kita, semakin kita harus berupaya untuk mencapai kesempurnaan-Nya.
Itulah sebabnya mengapa Aku bekerja untuk Elisabet, dengan menunda pekerjaan-Ku sendiri. Aku tidak takut bahwa Aku tidak akan punya waktu. Allah adalah tuan atas waktu. Ia menyelenggarakan bagi mereka yang berharap pada-Nya, juga dalam hal-hal biasa. Cinta diri tidak mempercepat selesainya suatu masalah, malahan menundanya. Cinta kasih tidak menunda, cinta kasih mempercepat. Selalu camkan itu dalam benak.
Betapa besar damai yang ada di rumah Elisabet! Andai Aku tidak khawatir mengenai Yosef dan … AnakKu, Yang adalah Penebus dunia, Aku akan senang. Akan tetapi salib sudah mulai menampakkan bayang-bayangnya atas hidup-Ku dan Aku mendengar suara-suara para Nabi bagai suara lonceng-lonceng kematian…
Namaku adalah Maria. Kepahitan selalu bercampur dengan kemanisan yang Allah curahkan ke dalam hati-Ku. Dan itu semakin bertambah hingga wafat PutraKu. Tetapi apabila Allah memanggil kita, Maria, ke takdir para kurban demi kemuliaan-Nya, oh! sungguh manis digiling seperti jagung dalam batu kilangan, mengubah sakit kita menjadi roti yang dapat menguatkan mereka yang lemah dan memampukan mereka mencapai Surga! Sekarang, cukuplah. Kau letih dan bahagia. Beristirahatlah sekarang dengan berkat-Ku."
|
|