89. KEMBALI KE NAZARET SESUDAH MENINGGALKAN YUNUS
27 Januari 1945
Penerangan begitu redup hingga tampak seperti berkelip. Di pintu sebuah gubuk yang sangat miskin - akan berlebihan menyebutnya sebuah rumah - ada Yesus bersama para murid-Nya, Yunus dan para petani miskin lain sepertinya. Saat keberangkatan.
"Tidakkah aku akan bertemu dengan Engkau lagi, Tuhan-ku?" tanya Yunus. "Engkau telah membawa terang ke dalam hati kami. Kebaikan-Mu telah mengubah hari-hari ini menjadi suatu pesta yang akan berlangsung sepanjang hidup kami. Tapi Engkau sudah melihat bagaimana kami diperlakukan. Seekor keledai lebih diperhatikan daripada kami. Dan pepohonan menerima lebih banyak perhatian manusia. Mereka itu uang. Kami hanyalah batu kilangan yang menghasilkan uang. Dan kami dipakai hingga kami mati akibat kerja keras berlebihan. Tapi sabda-Mu adalah limpahan belaian kasih. Roti kami kelihatan lebih banyak dan terasa lebih enak sebab Engkau berbagi bersama kami, roti ini yang bahkan tak akan diberikannya kepada anjing-anjingnya. Datanglah kembali untuk berbagi dengan kami, Tuhan-ku. Hanya karena Engkau, aku berani mengatakan itu. Akan berarti suatu penghinaan menawarkan kepada orang lain tumpangan dan makanan yang bahkan akan dipandang sebelah mata oleh seorang pengemis. Tetapi Engkau…"
"Tapi Aku mendapati di dalamnya harum dan rasa surgawi, sebab di dalamnya ada iman dan kasih. Aku akan datang, Yunus. Aku akan datang kembali. Kau tinggal di tempatmu, terikat seperti binatang pada tiang-tiangnya. Kiranya tempatmu menjadi tangga Yakub. Dan sesungguhnya para malaikat datang dan pergi dari Surga kepadamu, dengan seksama mengumpulkan segala jasa-jasamu dan membawanya kepada Allah. Tapi Aku akan datang kepadamu. Untuk melegakan semangatmu. Setialah kepada-Ku, kalian semua. Oh! Aku ingin memberikan juga kepada kalian damai manusia. Tapi Aku tak dapat. Harus Aku katakan kepada kalian: bertekunlah dalam penderitaan. Dan itu sangat menyedihkan bagi Ia Yang mengasihi…"
"Tuhan, jika Engkau mengasihi kami, kami tidak lagi menderita. Sebelumnya tidak ada seorang pun yang mengasihi kami… Oh! Andai aku, setidaknya, dapat melihat BundaMu!"
"Jangan khawatir. Aku akan membawa-Nya kepadamu. Apabila cuacanya lebih bersahabat, Aku akan datang bersama-Nya. Janganlah beresiko mendatangkan hukuman keji atas dirimu karena keinginanmu untuk bertemu dengan-Nya. Kau harus menunggu-Nya seperti kau menunggu terbitnya sebuah bintang, dari bintang sore. Ia akan muncul di hadapanmu sekonyong-konyong, tepat seperti bintang sore, yang tak ada di sana satu saat, dan sesaat kemudian dia bersinar di langit. Dan kau harus berpikir bahkan sekarang Ia tengah melimpahkan hadiah-hadiah kasih-Nya kepadamu. Selamat tinggal, semua. Kiranya damai-Ku melindungi kalian dari kekejaman dia yang menganiaya kalian. Selamt tinggal, Yunus. Janganlah menangis. Kau telah menantikan selama bertahun-tahun dengan iman yan sabar. Sekarang Aku menjanjikan kepadamu suatu penantian yang sangat singkat. Janganlah menangis. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian. Kebaikanmu menghapus airmata-Ku ketika Aku seorang Bayi Yang Baru Dilahirkan. Apakah airmata-Ku tak cukup untuk menghapus airmatamu?"
"Ya... tapi Engkau akan pergi... dan aku harus tinggal di sini..."
"Yunus, sahabat-Ku, janganlah membuat-Ku pergi dengan bersedih hati sebab Aku tak dapat menghiburmu…"
"Aku tidak menangis, Tuhan-ku... Tapi bagaimana aku akan dapat hidup tanpa melihat Engkau, sekarang setelah aku tahu bahwa Engkau hidup?"
Yesus membelai laki-laki tua yang bersedih hati itu sekali lagi dan lalu pergi. Tapi saat berdiri di tepi ambang-lantai yang menyedihkan, Ia mengulurkan kedua tangan-Nya dan memberkati negeri. Ia lalu berangkat.
"Apakah yang telah Engkau lakukan, Guru?" tanya Simon yang memperhatikan gerakan yang tak lazim itu.
"Aku memeteraikan semuanya. Supaya tak ada satu iblis pun yang dapat merusakkan apapun dan dengan demikian mengakibatkan masalah bagi orang-orang terpuruk itu. Aku tak dapat melakukan lebih banyak lagi…"
"Guru, marilah kita berjalan sedikit lebih cepat. Aku ingin memberitahu Engkau tentang sesuatu yang aku tidak ingin orang lain mendengarnya." Mereka mendahului lebih jauh dari kelompok dan Simon mulai berbicara: "Aku ingin mengatakan kepada-Mu bahwa Lazarus mendapatkan perintah untuk menggunakan uangku untuk membantu mereka semua yang meminta kepadanya dalam nama Yesus. Tak dapatkah kita membebaskan Yunus? Orang itu sudah sama sekali lelah dan satu-satunya sukacitanya adalah bersama Engkau. Marilah kita berikan itu kepadanya. Apakah arti pekerjaannya di sini? Jika sebaliknya dia dibebaskan, dia akan dapat menjadi murid-Mu di dataran yang indah namun terpencil ini. Orang-orang terkaya di Isael memiliki tanah-tanah yang subur di sini dan mereka mengeksploitasinya dengan laba yang kejam, menuntut keuntungan seratus kali lipat dari para pekerja mereka. Aku sudah tahu itu selama bertahun-tahun. Engkau tak akan dapat berhenti lama di sini, sebab sekte Farisi menguasai seluruh negeri dan aku pikir dia tidak akan pernah bersahabat dengan Engkau. Para pekerja yang tertindas dan tanpa daya ini adalah orang-orang yang paling tidak bahagia di Israel. Engkau mendengarnya sendiri, bahkan saat Paskah pun mereka tiada beroleh damai, pun mereka tiada dapat berdoa, sementara para majikan mereka yang kejam, dengan gerakan-gerakan yang sok khidmat dan sok pamer, mengambil tempat-tempat utama di depan semua orang. Setidaknya mereka akan beroleh sukacita mengetahui bahwa Engkau ada, dan mendengarkan sabda-Mu, yang akan akan diulang kepada mereka oleh seorang yang tidak akan mengubah bahkan satu huruf pun. Jika Engkau setuju, Guru, sudi katakanlah, dan Lazarus akan melakukan apa yang perlu."
"Simon, Aku tahu mengapa kau mendermakan seluruh hartamu. Pikiran-pikiran manusia Aku kenal. Dan Aku mengasihimu juga karena itu. Dengan membuat Yunus bahagia, kau membuat Yesus bahagia. Oh! Betapa siksaan bagi-Ku melihat orang-orang baik menderita! Seorang miskin yang diremehkan dunia menyedihkan-Ku hanya karena itu. Andai Yudas mendengar-Ku, dia akan mengatakan: "Tapi bukankah Engkau Sabda Allah? Berilah perintah dan batu-batu ini akan menjadi emas dan roti untuk orang-orang miskin." Dia akan mengulang perangkap Setan. Aku antusias untuk memuaskan lapar orang-orang. Tapi tidak dengan cara seperti yang disukai Yudas. Kau belum cukup matang untuk menangkap kedalaman dari apa yang ingin Aku katakan. Tapi Aku katakan kepadamu: jika Allah mengurus semuanya maka Ia akan merampok sahabat-sahabat-Nya. Ia akan menjauhkan mereka dari kesempatan berbelas-kasihan dan menggenapi perintah kasih. Sahabat-sahabat-Ku haruslah memiliki tanda Allah ini, serupa dengan-Nya: belas-kasihan kudus yang tercakup dalam perbuatan dan perkataan. Dan kemalangan orang-orang lain memberikan kepada sahabat-sahabat-Ku kesempatan untuk mengamalkannya. Mengertikah kau apa yang Aku maksudkan?"
"Pemikiran-Mu mendalam. Aku akan merenungkan perkataan-Mu. Dan aku merendahkan diriku sendiri, sementara aku melihat betapa tumpul pikiranku dan betapa besar Allah Yang menghendaki kami dianugerahi dengan segala atribut-Nya yang paling manis, supaya Ia dapat menyebut kami anak-anak-Nya. Allah disingkapkan kepadaku dalam kesempurnaan-kesempurnaan-Nya yang beraneka-ragam oleh setiap berkas terang dengan mana Engkau menerangi hatiku. Dari hari ke hari, seperti orang yang berjalan di suatu tempat yang tak dikenal, pengetahuan akan Sesuatu yang tak terukur yang adalah Kesempurnaan Yang ingin menyebut kami "anak-anak-Nya" sedang berkembang dalam diriku dan aku seolah membubung bagai seekor elang atau menyelam bagai seekor ikan ke dalam dua kedalaman yang tanpa akhir, seperti langit dan lautan, dan aku membubung semakin tinggi dan menyelam semakin dalam, tapi aku tiada pernah menyentuh ujungnya. Tapi karenanya, siapakah gerangan Allah itu?"
"Allah adalah Kesempurnaan yang tak tercapai, Allah adalah Keindahan yang sempurna, Allah adalah Kuasa yang tak terbatas, Allah adalah Intisari yang tak terselami, Allah adalah Karunia yang tak terungguli, Allah adalah Kerahiman Abadi. Allah adalah Kebijaksanaan yang tak terukur, Allah adalah Kasih yang menjadi Allah. Ia adalah Kasih! Ia adalah Kasih! Kau akan mengatakan itu semakin kau mengenal Allah dalam kesempurnaan-Nya, semakin tinggi tampaknya kau membubung dan semakin dalam menyelam ke dalam dua kedalaman yang tanpa akhir dari biru tak berbayang… Akan tetapi ketika kau memahami apa itu Kasih yang menjadi Allah, maka kau tak lagi akan membubung atau menyelam ke dalam biru, melainkan ke dalam pusaran yang berkobar-kobar dan kau akan ditenggelamkan ke suatu kebahagiaan yang akan menjadi mati dan hidup bagimu. Kau akan memiliki Allah, dengan kepemilikan yang sempurna, ketika, dengan kehendakmu, kau berhasil dalam memahami dan layak mendapatkan-Nya. Maka kau akan terpaku dalam kesempurnaan-Nya."
"O Tuhan..." Simon meluap-luap.
Hening. Mereka tiba di jalanan. Yesus berhenti, menunggu yang lainnya. Ketika mereka semua bersama-sama lagi, Lewi berlutut: "Aku seharusnya pergi, Guru. Tapi hamba-Mu ini memohon kebaikan-Mu. Bawalah aku kepada BundaMu. Orang ini yatim piatu sepertiku. Janganlah menolak memberikan kepadaku apa yang Kau berikan kepadanya, agar supaya aku dapat melihat wajah seorang bunda…"
"Marilah. Apa yang diminta dalam nama BundaKu, Aku mengabulkannya dalam nama BundaKu."
... Yesus sendirian. Ia berjalan cepat di antara pohon-pohon zaitun yang lebat sarat dengan buah-buah kecil yang sudah terbentuk sempurna. Matahari, meski hampir terbenam, memancarkan sinar teriknya ke atas puncak hijau-abu-abu dari pepohan berharga yang damai, namun tidak menembusi jalinan ranting-ranting di atas yang mengijinkan sedikit berkas-berkas cahaya masuk lewat celah-celahnya. Jalanan utama, sebaliknya, yang terbentang di antara dua tepian sungai, adalah bagai sehelai pita menyala yang menyilaukan dan berdebu.
Yesus melangkah sembari tersenyum. Ia tiba di sebuah karang... dan tersenyum bahkan lebih gembira. Itulah Nazaret... panoramanya kelihatan berkelap-kelip, sebab teriknya panas matahari. Yesus melangkah turun bahkan dengan terlebih cepat. Ia tiba di jalanan sekarang, tanpa menghiraukan matahari. Ia berjalan begitu cepat hingga Ia tampak bagaikan terbang: Ia melindungi kepala-Nya dengan mantol-Nya, yang berkibar-kibar di kedua sisi-Nya dan di belakang-Nya. Jalanan sunyi dan sepi hingga rumah-rumah terdekat. Sesekali suara kanak-kanak atau perempuan dapat terdengar dari dalam sebuah rumah atau kebun sayur-mayur dan buah-buahan, yang pohon-pohonnya merentangkan dahan-dahannya ke atas jalan. Yesus memanfaatkan tempat-tempat teduh seperti itu demi menghindari teriknya matahari yang tanpa ampun. Ia berbalik ke sebuah jalanan yang separuh teduh. Ada beberapa perempuan yang berkumpul sekeliling sebuah sumur yang sejuk. Hampir semua dari mereka menyalami-Nya selamat datang dengan suara mereka yang melengking.
"Damai serta kalian… Tapi, tolong tenanglah. Aku ingin memberi kejutan kepada BundaKu."
"Saudari iparnya baru saja pergi dengan sebuah tempayan air dingin. Tapi dia akan segera kembali. Mereka kehabisan air. Musim semi entah sangat kering atau air diserap oleh tanah yang kering kerontang sebelum sampai ke kebun-Mu. Kami tidak tahu. Itu apa yang dikatakan Maria Alfeus. Itu dia... dia datang."
Ibunda Yudas dan Yakobus datang dengan membawa sebuah amphora di atas kepalanya dan sebuah amphora lain di tangannya. Dia tidak langsung melihat Yesus, dia berteriak: "Aku lebih cepat seperti ini. Maria sangat sedih, sebab bunga-bunga-Nya nyaris mati kekeringan. Bunga-bunga itu adalah yang ditanam oleh Yosef dan Yesus dan sungguh menyedihkan hati-Nya melihat bunga-bunga itu layu."
"Tapi sekarang setelah Ia melihat Aku…" kata Yesus yang muncul dari balik kelompok perempuan itu.
"Oh! Yesus-ku! Diberkatilah Engkau! Aku akan pergi dan memberitahu..."
"Tidak, Aku yang akan pergi. Berikan amphora-amphoranya kepada-Ku."
"Pintunya setengah tertutup. Maria ada di kebun. Oh! Betapa akan bahagianya Ia! Ia membicarakan Engkau juga pagi ini. Tapi mengapakah datang pada saat terik seperti ini! Engkau basah oleh keringat! Apakah Kau sendirian?"
"Tidak. Bersama teman-teman. Tapi Aku datang mendahului mereka. Untuk pertama-tama menemui BundaKu. Dan Yudas?"
"Dia di Kapernaum. Dia sering pergi ke sana." Maria tidak mengatakan apa-apa lagi. Tapi dia tersenyum sementara mengeringkan wajah Yesus yang basah dengan kerudungnya.
Tempayan-tempayan sudah siap. Yesus mengambil dua, Ia mengikatkan satu di setiap ujung ikat pinggang-Nya yang Ia selempangkan menyilang pada bahu-Nya dan membawa yang ketiga di tangan-Nya.
Ia berjalan pergi, berbalik mengitari sebuah tikungan, tiba di rumah, mendorong pintu, memasuki ruangan kecil yang tampak gelap dibandingkan terangnya sinar matahari di luar. Ia perlahan-lahan mengangkat tirai yang melindungi pintu kebun dan Ia mengamati.
Maria sedang berdiri dekat sebuah semak mawar, dengan punggung-Nya menghadap ke rumah dan sedang mengasihani tanaman yang kering itu. Yesus meletakkan tempayan di atas lantai dan menyandarkan dering-dering tembaga pada sebuah batu. "Apakah kau sudah di sini, Maria?" kata BundaNya tanpa membalikkan badan. "Sini, sini, lihatlah mawar ini! Dan bunga-bunga lily malang ini. Mereka semua akan mati, jika kita tidak menolongnya. Bawakan juga beberapa tongkat kecil untuk menopang batang yang layu ini."
"Aku akan membawakan semuanya untuk-Mu, Bunda."
Maria terlonjak. Ia tinggal demikian selama beberapa saat dengan kedua mata-Nya terbuka lebar, lalu dengan suatu pekik sukacita Ia berlari dengan kedua tangan terentang kepada PutraNya, Yang telah membuka kedua tangan-Nya dan menantikan-Nya dengan senyum yang paling menawan.
"Oh! PutraKu!"
"Bunda! Sayang!"
Pelukan mereka adalah pelukan yang lama dan penuh kasih dan Maria begitu bahagia hingga Ia tidak merasakan betapa panas tubuh Yesus. Tapi lalu Ia menyadarinya: "Mengapakah, Nak, Engkau datang pada terik hari seperti ini? Engkau merah ungu dan bermandikan keringat seperti sebuah spons yang basah kuyup. Masuklah ke dalam. Supaya Aku dapat mengeringkan dan menyegarkan-Mu. Aku akan membawakan untuk-Mu sehelai jubah yang baru dan sandal yang bersih. PutraKu! PutraKu! Mengapakah berkeliaran dalam terik seperti ini! Tanam-tanaman nyaris mati karena panas terik dan Engkau, BungaKu, berkeliaran di luar."
"Supaya dapat datang kepada-Mu sesegera mungkin, Bunda."
"Oh! SayangKu! Apakah Engkau haus? Pastilah. Aku sekarang akan menyiapkan…"
"Ya, Aku haus akan ciuman-Mu, Bunda. Dan akan belaian-Mu. Biarkan Aku seperti ini, dengan kepala-Ku pada bahu-Mu, seperti ketika Aku masih seorang anak kecil… Oh! Bunda! Betapa Aku merindukan-Mu!"
"Katakan pada-Ku untuk datang, Nak, dan Aku akan datang. Kekurangan apakah Engkau karena ketidakberadaan-Ku? Makanan yang Kau suka? Baju-baju bersih? Tempat tidur yang ditata rapi? Oh! Sukacita-Ku, katakan pada-Ku Kau kekurangan apa. Pelayan-Mu, Tuhan-ku, akan berupaya untuk menyediakannya."
"Tidak ada, selain Engkau…"
Yesus masuk ke dalam rumah bergandengan tangan dengan BundaNya. Dia duduk di atas sebuah peti dekat tembok, memeluk Maria Yang ada di hadapan-Nya, mengistirahatkan kepala-Nya pada dada-Nya dan sesekali mencium-Nya. Sekarang Ia menatap-Nya: "Biarkan Aku menatap Engkau, agar puas hati-Ku, BundaKu yang kudus."
"Jubah-Mu dulu. Tidak baik bagi-Mu tetap basah seperti itu. Ayo." Yesus taat. Ketika Ia telah kembali dengan mengenakan sebuah jubah yang tampak baru, mereka melanjutkan percakapan manis mereka.
"Aku datang bersama murid-murid dan teman-teman-Ku. Tapi Aku meninggalkan mereka di hutan Melcha. Mereka akan datang besok saat fajar. Aku... Aku tak dapat menunggu lebih lama lagi. BundaKu!..." dan Ia mencium tangan-tangan-Nya. "Maria Alfeus telah pergi meninggalkan kita sendirian. Dia juga mengerti betapa antusiasnya Aku untuk bersama-Mu. Besok… besok Engkau akan menemui teman-teman-Ku dan Aku menemui orang-orang Nazaret. Tapi sore ini Engkau adalah SahabatKu dan Aku SahabatMu. Aku bawakan untuk-Mu… Oh! Bunda: Aku menemukan para gembala dari Betlehem. Dan Aku membawa kepada-Mu dua dari antara mereka: mereka yatim piatu dan Engkau adalah Bunda. Dari segenap manusia. Dan terlebih lagi dari mereka yang yatim piatu. Dan Aku bawakan juga kepada-Mu seorang yang membutuhkan Engkau untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dan seorang lagi yang adalah seorang benar dan telah sangat banyak menderita. Dan lalu Yohanes… Dan Aku bawakan untuk-Mu kenangan akan Elia, Ishak, Tobia, yang sekarang dipanggil Matius, Yohanes dan Simeon. Yunus adalah yang paling menderita dari antara mereka semua. Aku akan menghantar-Mu kepadanya... Aku berjanji padanya. Aku akan terus mencari yang lainnya. Samuel dan Yusuf sudah beristirahat dalam damai Allah."
"Apakah Engkau ke Betlehem?"
"Ya, Bunda. Aku mengajak para murid yang bersama-Ku ke sana. Dan Aku membawakan untuk-Mu bunga-bunga kecil ini, yang tumbuh dekat batu-batu di ambang gua."
"Oh!" Maria mengambil tangkai-tangkai yang layu itu dan menciumnya. "Dan bagaimana dengan Anna?"
"Dia tewas dalam pembantaian Herodes."
"Oh! Perempuan malang! Dia sangat sayang kepada-Mu!"
"Orang-orang Betlehem banyak menderita. Tapi mereka tidak adil terhadap para gembala. Tapi mereka banyak menderita..."
"Tapi mereka baik terhadap-Mu waktu itu!"
"Ya. Dan itulah sebabnya mengapa mereka harus dikasihani. Setan cemburu pada kebaikan mereka di masa lalu dan mendorong mereka pada hal-hal yang jahat. Aku juga ke Hebron. Para gembala, dianiaya..."
"Oh! Separah itu?!"
"Ya, mereka ditolong oleh Zakharia, yang mendapatkan pekerjaan dan makanan bagi mereka, bahkan meski para majikan mereka adalah orang-orang yang keras. Tapi para gembala itu adalah jiwa-jiwa yang benar dan mereka mengubah penganiayaan dan luka-luka mereka menjadi jasa-jasa kekudusan sejati. Aku mengumpulkan mereka. Aku menyembuhkan Ishak... dan Aku memberikan nama-Ku pada seorang kanak-kanak kecil... Di Yuta, di mana Ishak menderita dan di mana dia kembali hidup, sekarang ada sekelompok anak-anak tak berdosa, yang dinamai Maria, Yusuf, dan Jesai..."
"Oh! Nama-Mu!"
"Dan nama-Mu dan nama dia Yang Benar. Dan di Keriot, tanah kelahiran seorang murid, seorang Israel yang setia meninggal dengan beristirahat pada dada-Ku. Karena sukacita, telah menemukan Aku... Dan lalu... Ah! betapa banyak yang harus Aku ceritakan kepada-Mu, SahabatKu yang sempurna, Bunda yang manis! Tapi pertama-tama, Aku mohon, Aku minta Engkau agar sangat bermurah hati kepada mereka yang akan datang besok. Dengarkanlah: mereka mengasihi Aku… tapi mereka tidak sempurna. Engkau, Guru keutamaan… oh! Bunda, bantulah Aku untuk menjadikan mereka baik… Aku ingin menyelamatkan mereka semua…" Yesus telah jatuh di depan kaki Maria. Sekarang Ia tampak dalam kemuliaan Keibuan-Nya.
"PutraKu! Apa yang Engkau ingin BundaMu yang malang lakukan lebih baik dari yang Engkau lakukan?"
"Menguduskan mereka... keutamaan-Mu menguduskan. Aku sengaja membawa mereka kemari, Bunda… suatu hari Aku akan berkata kepada-Mu: "Marilah", sebab pada waktu itu akan sangat mendesak untuk menguduskan jiwa-jiwa, supaya Aku mendapati mereka bersedia ditebus. Dan Aku tidak akan dapat melakukannya Sendirian… Kebisuanmu akan sama fasihnya seperti perkataan-Ku. Kemurnian-Mu akan menopang kuasa-Ku. Kehadiran-Mu akan membuat Setan pergi… dan PutraMu, Bunda, akan merasa lebih kuat sebab tahu bahwa Engkau ada dekat-Nya. Engkau akan datang, bukan, BundaKu yang manis?"
"Yesus! Putra terkasih! Aku punya perasaan bahwa Engkau tidak bahagia... Ada apa, Buah hati-Ku? Apakah dunia memusuhi-Mu? Bukan? Suatu kelegaan mempercayainya…tapi… Oh! Ya. Aku akan datang. Di mana pun Engkau inginkan, bilamana dan kapan pun Engkau inginkan. Bahkan sekarang, dalam terik matahari ini, atau saat malam hari. Di cuaca dingin ataupun hujan. Engkau menginginkan-Ku? Ini aku."
"Tidak. Tidak sekarang. Tapi suatu hari... Betapa manis rumah kita. Dan belaian-Mu! Biarkan Aku tidur seperti itu, dengan kepala-Ku pada pangkuan-Mu. Aku begitu letih! Aku masih seorang Putra kecil-Mu…" Dan Yesus sungguh tertidur, letih dan kehabisan tenaga, dengan duduk di atas tikar, kepala-Nya di atas pangkuan BundaNya, Yang dengan bahagia membelai rambut-Nya.
|
|