122. YESUS DI "AIR JERNIH": "HORMATILAH AYAHMU DAN IBUMU."   


3 Maret 1945

Yesus berjalan-jalan perlahan kian kemari di tepian sungai. Hari masih pagi benar, sebab kabut musim dingin yang redup masih bergelayut di antara buluh-buluh di sepanjang tepian sungai. Tidak ada seorang pun, sejauh mata memandang, di kedua tepian Yordan. Hanya ada kabut rendah, gelegak air yang menabrak buluh-buluh, gemericik sungai, yang airnya agak berlumpur sebab hujan pada hari-hari sebelumnya, panggilan-panggilan singkat nan sedih dari beberapa ekor burung, seperti yang biasa mereka lakukan ketika musim-berpacaran telah usai dan burung-burung menjadi kurus dan merana karena musim dan karena langkanya makanan.

Yesus mendengarkan mereka dan Ia kelihaan sangat memperhatikan panggilan seekor burung kecil, yang dengan ketepatan sebuah jam memalingkan kepala kecilnya ke arah utara dan mencicit sedih, lalu memalingkan kepalanya ke arah selatan dan mengulang cicit ingin tahunya yang tanpa jawab. Pada akhirnya si burung kecil tampaknya telah menerima suatu jawaban dari tepian seberang dan dia pun terbang pergi, menyeberangi sungai, dengan suatu pekikan kecil sukacita. Yesus membuat suatu gerakan yang seolah mengatakan: "Bagus!" dan melanjutkan berjalan-jalan.

"Apakah aku mengganggu-Mu, Guru?" tanya Yohanes, yang telah datang dari padang rumput.

"Tidak. Apakah yang kau inginkan?"

"Aku ingin memberitahu Engkau… Aku pikir ini sekedar sedikit informasi yang mungkin dapat melegakan Engkau dan aku datang segera, juga untuk meminta nasehat-Mu. Aku sedang menyapu ruangan-ruangan besar ketika Yudas Iskariot masuk. Dia berkata kepadaku: 'Aku akan membantumu.' Aku terkejut sebab dia tidak pernah antusias untuk melakukan hal-hal remeh seperti itu bahkan meski dia disuruh… tapi yang aku katakan adalah: 'Oh! Terima kasih! Aku akan dapat lebih cepat dan kita akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik.' Dia mulai menyapu dan kami selesai dengan sangat cepat. Dia lalu berkata: 'Marilah kita pergi ke hutan. Selalu mereka yang senior yang mengumpulkan kayu. Itu tidak adil. Marilah kita pergi. Aku tidak begitu cakap melakukannya. Tapi jika kau mengajariku…' Dan kami pun pergi. Dan sementara aku di sana sedang mengikat kayu bakar, dia berkata kepadaku: 'Yohanes, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu.' 'Ya, katakanlah,' jawabku. Dan aku pikir itu mungkin sedikit kritikan. Sebaliknya dia berkata: 'Kau dan aku adalah yang paling muda. Kita seharusnya lebih bersatu. Kau nyaris takut kepadaku, dan kau memang benar, sebab aku tidak baik. Tapi percayalah kepadaku… Aku tidak melakukannya dengan sengaja. Terkadang aku merasa perlu menjadi jahat. Mungkin, sebab aku anak tunggal, aku dimanjakan. Dan aku ingin menjadi baik.

Mereka yang senior, aku tahu, tidak terlalu suka kepadaku. Saudara-saudara sepupu Yesus jengkel sebab… yah, aku tidak bersikap baik terhadap mereka dan juga terhadap sepupu mereka. Tapi kau baik dan sabar. Bersikaplah baik terhadapku. Anggaplah aku saudaramu, seorang saudara yang jahat, yang harus kau kasihi bahkan meski dia jahat. Juga Guru mengatakan bahwa kita harus bersikap demikian. Apabila kau melihat aku tidak melalukan hal dengan tepat, katakan padaku. Dan lalu jangan biarkan aku selalu sendirian. Apabila aku pergi ke desa, ikutlah bersamaku. Kau akan membantuku untuk tidak melakukan kesalahan. Kemarin aku sangat menderita. Yesus berbicara kepadaku dan aku menatap-Nya. Dalam kedongkolan hatiku aku tidak melihat diriku sendiri maupun yang lainnya. Kemarin aku melihat dan aku melihat… Mereka sungguh benar mengatakan bahwa Yesus sedang menderita… dan aku merasa bahwa itu juga salahku. Aku tidak lagi ingin menjadi penyebab sengsara-Nya. Ikutlah denganku. Maukah kau? Maukah kau membantuku untuk menjadi lebih baik?'

Itulah apa yang dikatakannya, dan, aku akui, hatiku berdegup bagai hati kecil seekor burung pipit yang ditangkap seorang anak. Hati itu berdebar kencang karena sukacita sebab aku akan senang jika dia menjadi baik, dan aku senang juga demi Engkau, dan hatiku berdebar juga karena takut, sebab… aku tidak mau menjadi seperti Yudas. Lalu aku ingat apa yang Engkau katakan kepadaku pada hari Engkau menerima Yudas, dan aku menjawab: 'Ya. Aku akan membantumu. Tapi aku harus taat jika aku menerima perintah yang berbeda…' Aku pikir, aku sekarang akan memberitahukannya kepada Guru, dan jika Ia setuju, aku akan pergi bersamanya, jika Ia tidak setuju, aku akan meminta-Nya untuk menyuruhku agar tidak meninggalkan rumah."

"Dengarkan, Yohanes. Aku akan mengijinkanmu pergi. Tapi kau harus berjanji kepada-Ku bahwa jika kau merasa bahwa ada sesuatu yang menyusahkanmu, kau akan datang dan memberitahu-Ku. Kau telah memberiku sukacita besar, Yohanes. Ini dia Petrus dengan ikannya. Pergilah, Yohanes."

Yesus berbicara kepada Petrus: "Apakah hasil tangkapannya bagus?"

"Hmm. Tidak terlalu. Ikan-ikan yang sangat kecil… Tapi itu pun berguna. Yakobus mengomel sebab seekor binatang menggerogoti talinya dan dia kehilangan jaringnya. Aku katakan kepadanya: 'Tidakkah dia berhak juga untuk makan? Kau harus merasa kasihan terhadap binatang malang itu.' Tapi Yakobus tidak melihatnya demikian…" kata Petrus seraya tertawa.

"Tepat seperti apa yang Aku katakan mengenai salah seorang dari saudaramu. Dan apa yang tak mampu kau lakukan."

"Apakah Engkau membicarakan Yudas?"
"Ya. Dan dia menderita karena itu. Niat-niatnya baik tapi kecenderungannya berlawanan. Tapi katakan kepada-Ku, nelayan-Ku yang berpengalaman. Jika Aku ingin pergi dengan berperahu dari Yordan dan tiba di Danau Genesaret, apakah yang harus Aku lakukan? Apakah Aku akan berhasil?"

"Eh! Suatu kerja keras! Tapi Engkau akan berhasil dengan perahu-perahu kecil yang datar… Suatu pekerjaan yang mengerahkan banyak tenaga, Engkau tahu. Dan suatu perjalanan panjang! Adalah penting untuk terus-menerus mengukur kedalaman air, mengamati tepian-tepian sungai, beting-beting, kayu-kayu kecil yang terapung, aliran air. Layar tak berguna dalam kasus-kasus seperti itu, sebaliknya… Tapi apakah Engkau ingin kembali ke danau dengan mengikuti sungai? Janganlah lupa bahwa itu suatu pekerjaan berat melawan arus. Engkau butuh banyak orang, jika tidak…"

"Kau sungguh benar. Apabila seorang adalah jahat, dia harus pergi melawan arus untuk kembali ke jalan yang lurus dan sempit dan dia tak dapat berhasil melakukannya seorang diri. Yudas adalah tepat salah seorang seperti itu. Dan kau tidak menolongnya. Sobat yang malang itu pergi sendirian saja, dia terantuk dasar sungai, dia melaju menuju beting-beting, dia terperangkap dalam kayu-kayu kecil yang terapung, dan terjebak dalam pusaran air. Sebaliknya, jika dia mengukur kedalaman air, dia tidak dapat sekaligus memegang kemudi ataupun mengayuh dayung. Jadi mengapakah dia dicela jika dia tidak berhasil maju? Kau merasa kasihan kepada orang-orang asing, tapi tidak padanya, meski dia adalah sesama saudaramu. Itu tidak adil. Lihatlah di sana, dia dan Yohanes sedang pergi ke desa untuk membeli roti dan sayur-mayur. Dia meminta, sebagai suatu kebaikan, untuk tidak pergi sendirian. Dan dia meminta pada Yohanes, sebab dia bukan seorang yang bodoh, dan dia tahu apa yang dipikirkan kalian para senior mengenainya."    

"Dan kau menyuruhnya pergi? Andai Yohanes juga menjadi manja?"

"Siapa? Saudaraku? Kenapakah dia harus menjadi manja?" tanya Yakobus  yang baru saja tiba dengan jaringnya yang telah didapatkannya kembali di bedeng buluh.

"Sebab Yudas bersamanya."

"Sejak kapan?"

"Sejak hari ini, dan Aku mengijinkannya untuk pergi."

"Baik, jika Engkau mengijinkannya…"

"Dan Aku menasehatkan kalian semua untuk melakukan yang sama. Dia terlalu banyak dibiarkan sendirian. Jangan hanya menjadi hakim atasnya. Dia tidak lebih buruk dari banyak yang lain. Tapi dia telah terlalu dimanjakan, sejak masa kanak-kanaknya."

"Ya, pastilah begitu. Andai ayahnya adalah Zebedeus dan ibunya Salome, dia tidak akan seperti itu. Orangtuaku baik. Tapi mereka tidak lupa bahwa mereka punya hak dan kewajiban atas anak-anak mereka."

"Apa yang kau katakan itu benar. Aku akan berbicara mengenai itu hari ini. Marilah kita pergi sekarang. Aku lihat bahwa orang banyak sudah bergerak menyeberangi padang-padang rumput."

"Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan untuk hidup. Tidak ada lagi waktu untuk makan, untuk berdoa, untuk beristirahat… dan orang banyak semakin bertambah banyak,' kata Petrus, setengah kagum dan setengah sebal.

"Apakah kau keberatan? Itu adalah tanda bahwa masih ada orang-orang yang mencari Allah."

"Ya, Guru. Tapi Engkau menderita karenanya. Kemarin Engkau juga tidak makan dan semalam Engkau hanya punya mantol-Mu untuk menyelimuti tubuh-Mu. Andai BundaMu tahu!"

"Ia akan memberkati Allah Yang menghantarkan begitu banyak orang percaya kepada-Ku."

"Dan Ia akan menegurku yang diminta-Nya untuk merawat-Mu," Petrus mengakhiri.

Filipus dan Bartolomeus tengah turun menghampiri mereka seraya melambaikan tangan. Melihat Yesus, mereka mempercepat langkah mereka dan berkata: "Oh! Guru! Apakah yang harus kita lakukan? Sungguh suatu rombongan peziarah: orang-orang cacat, orang-orang yang menangis dan orang-orang miskin yang tanpa prasarana, yang telah datang dari jauh."

"Kita harus membeli roti. Orang-orang kaya memberikan sedekah. Yang perlu kita lakukan hanyalah menggunakannya."

"Hari-hari berlalu singkat. Naungan penuh sesak dengan orang-orang yang menginap di sana. Malam-malam lembab dan dingin."

"Kau benar, Filipus. Kita harus berdesakan dalam salah satu dari ruangan-ruangan besar. Itu bisa dilakukan, dan kita akan memanfaatkan dua ruangan lainnya untuk mereka yang tak dapat tiba di rumah sebelum malam."

"Begitu! Sebentar lagi kita akan harus meminta ijin pada tamu-tamu kita untuk berganti baju. Mereka sangat mengganggu hingga mereka akan memaksa kita untuk lari," gerutu Petrus.

"Kau akan melihat pelarian yang berbeda, Petrus-Ku terkasih! Ada apa dengan perempuan itu?" Mereka sekarang berada di lantai pengirikan dan Yesus melihat seorang perempuan yang sedang menangis.

"Siapa yang tahu! Dia ada di sini juga kemarin dan juga kemarin dia menangis. Ketika Engkau sedang berbicara kepada Menahem dia maju untuk datang dan menemui Engkau, lalu dia pergi. Pastilah dia tinggal di desa atau dekat sini, sebab dia telah kembali. Dia tidak kelihatan sakit…"

"Damai sertamu, perempuan," kata Yesus saat lewat dekatnya.

Dan perempuan itu menjawab dengan suara lirih: "Dan serta-Mu." Tidak ada yang lain.

Pastilah ada sekurangnya tigaratus orang. Di bawah naungan ada mereka yang timpang, buta, tuli, seorang laki-laki yang gemetaran dari ujung kepala hingga ujung kaki, seorang pemuda yang jelas hydrocephalous [= kepala busung], yang tangannya digenggam oleh seorang laki-laki. Dia tidak berbuat apa-apa selain meraung, meneteskan air liur dan menggelengkan kepala besarnya yang tampak idiot.

"Apakah dia mungkin anak dari perempuan itu?" tanya Yesus.

"Aku tidak tahu. Simon yang mengurusi para peziarah dan dia mungkin tahu." Mereka memanggil Zelot dan bertanya kepadanya. "Tapi laki-laki itu tidak bersama si perempuan. Perempuan itu sendirian saja. Dia tidak berbuat lain selain dari menangis dan berdoa. Beberapa saat yang lalu dia bertanya kepadaku: 'Apakah Guru juga menyembuhkan hati orang?'" jelas Zelot.

"Mungkin suaminya tidak setia kepadanya," komentar Petrus.

Sementara Yesus pergi menghampiri orang-orang sakit, Bartolomeus dan Matius pergi ke sungai bersama banyak peziarah untuk ritus pemurnian. Perempuan itu menangis di pojoknya dan tidak bergerak.

Yesus tidak menolak mukjzat bagi siapapun. Sungguh indah penyembuhan anak idiot kepada siapa Yesus menghembuskan inteligensi, dengan memegang kepalanya yang besar di antara tangan-tangan-Nya yang ramping. Mereka semua berkumpul sekelilingnya. Juga si perempuan berkerudung, mungkin karena himpunan besar orang, berani datang mendekat dan dia berdiri dekat perempuan yang sedang menangis. Yesus berkata kepada si idiot: "Aku ingin terang inteligensi ada dalam dirimu untuk membuka jalan bagi terang Allah. Dengarkanlah. Katakan bersama-Ku: 'Yesus'. Katakan. Aku menghendakinya."

Pemuda yang terbelakang mentalnya itu, yang sebelumnya hanya dapat mengerang seperti seekor binatang, dengan sulit menggumamkan: "Yesus", atau tepatnya: "Yeyus".

"Sekali lagi," perintah Yesus sembari masih memegang kepala cacat itu di antara tangan-tangan-Nya dan menatapnya tajam dengan mata-Nya.

"Yes-us."

"Lagi."

"Yesus!" akhirnya kata si idiot yang malang, yang matanya tak lagi tanpa ekspresi dan yang bibirnya sekarang tersenyum dengan cara yang berbeda.

"Sobat," kata Yesus kepada ayahnya. "Kau punya iman! Putramu sembuh. Tanyailah dia. Nama Yesus adalah mukjizat melawan penyakit dan hawa nafsu."

Laki-laki itu menanyai anaknya: "Siapakah aku?"

Dan kata si anak: "Ayahku."

Laki-laki itu mendekapkan anaknya ke dadanya dan menyatakan: "Dia dilahirkan seperti itu. Istriku meninggal saat melahirkan dan dia mengalami gangguan otak dan bicara. Sekarang kalian lihat! Ya, aku punya iman. Aku berasal dari Yope. Apakah yang harus aku lakukan bagi-Mu, Guru?"

"Jadilah baik. Dan putramu juga. Tidak lain."

"Dan mengasihi Engkau. Oh! Marilah kita pergi dan mengatakannya kepada nenekmu. Dia yang meyakinkanku untuk datang. Semoga dia diberkati!"

Keduanya pergi dengan bahagia. Satu-satunya tanda dari kemalangan sebelumnya adalah kepala raksasa si anak. Ekspresi dan bicaranya normal.

"Tapi, apakah dia disembuhkan oleh kehendak-Mu atau oleh kuasa Nama-Mu?" tanya banyak orang.

"Oleh kehendak Bapa, Yang selalu murah hati kepada PutraNya. Tapi juga Nama-Ku adalah keselamatan. Kalian tahu: Yesus artinya Juruselamat. Ada keselamatan jiwa dan keselamatan tubuh. Barangsiapa mengucapkan Nama Yesus dengan iman yang benar dibebaskan dari penyakit dan dosa, sebab dalam setiap penyakit rohani ataupun jasmani ada cakar Setan yang menciptakan penyakit-penyakit jasmani untuk menggerakkan orang pada pemberontakan dan keputus-asaan melalui penderitaan daging, dan Setan menciptakan penyakit-penyakit moral ataupun rohani untuk menghantar jiwa-jiwa pada kebinasaan."

"Jadi, menurut Engkau, Beelzebul tidaklah asing bagi segala penderitaan manusia."

"Tidak asing. Melalui dia penyakit dan kematian masuk ke dalam dunia. Dan kejahatan serta kerusakan juga masuk ke dalam dunia melalui dia. Apabila kalian melihat seorang yang dianiaya kemalangan, kalian dapat yakin bahwa dia menderita karena Setan. Apabila kalian melihat orang yang adalah penyebab kemalangan, kalian dapat menyimpulkan bahwa dia adalah alat Setan."

"Tapi penyakit datang dari Allah."

"Penyakit adalah kekacauan dalam tatanan. Sebab Allah menciptakan manusia seutuhnya dan sempurna. Kekacauan yang disebabkan oleh Setan dalam tatanan yang diberikan Allah, telah membawa bersamanya penyakit daging dan konsekuensinya, yakni, kematian atau warisan kemalangan. Manusia mewarisi dari Adam dan Hawa dosa asal. Tapi bukan hanya itu. Dan cemar semakin dan semakim meluas memeluk ketiga cabang manusia: daging semakin jahat dan sebagai konsekuensinya kelemahan dan penyakit, moral semakin sombong dan dengan demikian rusak, dan roh semakin skeptic [= bimbang] dan dengan demikian semakin musyirk [= cenderung pada pemujaan berhala]. Itulah sebabnya mengapa penting, seperti yang Aku lakukan terhadap dia yang terbelakang mentalnya, mengajarkan Nama yang membuat Setan lari, mengukirkan-Nya pada benak dan hati, menempatkan-Nya pada ego orang sebagai meterai kepemilikan."

"Tapi apakah Engkau memiliki kami? Siapakah Engkau, hingga Engkau berpikir begitu tinggi mengenai DiriMu Sendiri?"

"Aku harap Aku memilikinya! Tapi tidaklah demikian. Andai Aku memiliki kalian, kalian pasti akan sudah diselamatkan. Dan itu akan menjadi hak-Ku. Sebab Aku adalah Juruselamat dan Aku seharusnya memiliki orang-orang yang telah diselamatkan. Tapi Aku akan menyelamatkan mereka yang memiliki iman kepada-Ku."

"Yohanes… aku datang dari Yohanes; ia mengatakan kepadaku: 'Pergilah kepada Ia Yang sedang berkhotbah dan membaptis dekat Efraim dan Yerikho. Ia punya kuasa untuk mengampuni dan menetapkan dosa sementara aku hanya dapat mengatakan kepadamu: lakukanlah penitensi guna membuat jiwamu peka dalam mengikuti keselamatan,'" kata seorang yang baru disembuhkan secara mukjizat dan yang sebelumnya datang dengan tongkat bantu jalan sedangkan sekarang dia bergerak dengan gesit.

"Tidakkah Pembaptis menderita sebab kehilangan para pengikutnya?" tanya seseorang. Dan dia yang telah berbicara sebelumnya menjawab: "Menderita? Dia mengatakan kepada semua orang: 'Pergilah! Pergilah! Aku adalah bintang yang mendahului. Ia adalah Bintang yang terbit dan ditetapkan abadi dalam kecemerlangannya. Apabila kalian tidak ingin tertinggal dalam kegelapan, pergilah kepada-Nya sebelum sumbuku padam…"

"Kaum Farisi tidak mengatakan itu! Mereka penuh kedengkian pahit sebab Engkau menarik orang banyak kepada-Mu. Tahukah Engkau?"

"Aku tahu," jawab Yesus singkat.

Mereka mulai berdebat mengenai hak-hak dan kesalahan-kesalahan dari perilaku kaum Farisi. Namun Yesus memotongnya dengan mengatakan: "Janganlah mengkritik begitu tajam hingga tidak ada jawaban yang mungkin."

Bartolomeus dan Matius datang bersama mereka yang baru saja dibaptis.

Yesus mulai berbicara.

"Damai beserta kalian semua."

"Sebab kalian datang kemari pada pagi hari dan adalah lebih nyaman bagi kalian untuk pulang tengah hari, Aku telah memutuskan untuk berbicara kepada kalian mengenai Allah pada pagi hari. Aku juga berpikir untuk memberikan tumpangan kepada para peziarah yang tak dapat pulang ke rumah mereka sebelum malam. Aku sendiri seorang peziarah dan Aku punya barang-barang yang paling dibutuhkan yang diberikan kepada-Ku oleh seorang sahabat yang sangat mengasihi. Yohanes memiliki bahkan kurang dari apa yang Aku miliki. Tetapi orang-orang yang sehat, atau tidak sakit parah, pergilah kepada Yohanes, seperti mereka yang timpang, buta, atau tuli. Orang-orang yang tidak di ambang ajal atau terserang suhu tinggi, seperti mereka datang kepada-Ku. Mereka pergi kepadanya untuk baptis penitensi. Kalian datang kepada-Ku juga untuk disembuhkan tubuh kalian. Hukum mengatakan: 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'. Aku pikir dan katakan: bagaimanakah Aku menunjukkan kasih kepada sesama-Ku, jika Aku menutup hati-Ku terhadap kebutuhan mereka, juga terhadap kebutuhan jasmaniah mereka? Dan Aku memutuskan: Aku akan memberikan kepada mereka apa yang diberikan kepada-Ku. Dengan mengulurkan tangan-Ku kepada orang-orang kaya, Aku akan meminta roti bagi mereka yang miskin, dan dengan merelakan tempat tidur-Ku Aku akan menerima di atasnya dia yang letih dan menderita.

Kita semua bersaudara. Dan kalian tidak memberikan bukti cinta kalian dengan perkataan, melainkan dengan perbuatan. Barangsiapa menutup hati terhadap sesamanya, memiliki hati yang seperti hati Kain. Barangsiapa tidak memiliki kasih, adalah seorang pemberontak melawan perintah Allah. Kita semua bersaudara. Dan meski begitu Aku melihat, dan kalian juga melihat, bahwa ada kedengkian dan perseteruan dalam keluarga, di mana darah dan daging yang sama meneguhkan persaudaraan yang ada di antara kita melalui Adam. Saudara melawan saudara, anak melawan orangtua mereka, dan orangtua saling bermusuhan satu sama lain.

Akan tetapi, agar jangan selalu menjadi saudara yang jahat, dan di masa mendatang menjadi suami dan istri yang berzinah, adalah perlu untuk belajar sejak dari usia muda untuk menghormati keluarga, yang adalah organisasi terkecil dan terbesar di dunia. Yang terkecil dibandingkan dengan organisasi sebuah kota, sebuah wilayah, sebuah negara, sebuah benua. Tapi yang terbesar sebab adalah yang tertua; sebab ditetapkan oleh Allah, ketika konsep mengenai tanah air, mengenai negara masih belum ada, tapi inti keluarga sudah hidup dan aktif, sumber dari suku dan bangsa-bangsa, suatu kerajaan kecil di mana laki-laki adalah raja, perempuan adalah ratu dan anak-anak adalah rakyatnya. Dapatkah suatu kerajaan bertahan jika terbagi-bagi dan ada permusuhan di antara para penghuninya? Tidak. Dan sungguh sebuah keluarga tidak akan bertahan jika tidak ada ketaatan, hormat, tatanan, kehendak baik, perbuatan dan kasih.

'Hormatilah ayahmu dan ibumu' demikian dikatakan dalam Dekalog [= Sepuluh Perintah Allah]. Bagaimanakah mereka seharusnya dihormati? Mengapakah mereka patut dihormati?

Mereka dihormati melalui ketaatan yang sungguh, melalui kasih yang benar, melalui hormat penuh kasih, melalui takut sebab hormat, yang tidak menghapuskan percaya diri, tetapi sekaligus tidak membuat kita memperlakukan orangtua kita seolah kita adalah para pelayan dan orang bawahan. Mereka patut dihormati sebab sesudah Allah, seorang ayah dan ibu adalah penyelenggara hidup dan segala kebutuhan materiil hidup, mereka adalah guru-guru pertama dan sahabat-sahabat pertama dari anak yang dilahirkan ke dunia.

Kita katakan: "Semoga Allah memberkatimu" atau "Terima kasih" ketika seseorang mengambilkan bagi kita sesuatu yang telah kita jatuhkan atau memberi kita seketul roti. Tidakkah sepatutnya kita katakan, penuh kasih: "Semoga Allah memberkatimu" atau "Terima kasih" kepada mereka yang banting tulang bekerja demi memberi kita makan, menjahit pakaian kita dan memeliharanya agar tetap bersih, yang bangun dari tempat tidur mereka untuk memeriksa tidur kita, yang kehilangan waktu istirahat mereka sendiri demi menyembuhkan kita, dan menjadikan pangkuan mereka sebagai pelabuhan kita, ketika kita sangat letih dan menderita?

Mereka adalah guru kita. Seorang guru disegani dan dihormati. Tapi seorang guru menerima kita ketika kita sudah tahu apa yang paling dibutuhkan untuk menopang dan memberi makan diri kita sendiri dan mengatakan hal-hal yang perlu, dan guru meninggalkan kita ketika kita masih perlu diajari mengenai pelajaran yang paling sulit dalam hidup, yakni 'untuk hidup'. Adalah ayah dan ibu kita yang mempersiapkan kita pertama-tama untuk sekolah, dan lalu untuk hidup.

Mereka adalah sahabat-sahabat kita. Tapi, sahabat manakah yang dapat lebih bersahabat dari seorang ayah? Dan siapakah yang dapat lebih bersahabat dari seorang ibu? Dapatkah kalian merasa takut terhadap mereka? Dapatkah kalian katakan: 'Aku telah dikhianati oleh ayahku atau ibuku?' Dan kendati demikian ada pemuda bodoh atau bahkan gadis yang terlebih bodoh, yang berteman dengan orang-orang asing dan menutup hati terhadap ayah dan ibunya dan dia merusakkan pikiran dan hatinya dengan pertemanan-pertemanan yang tidak bijak jika bukan pertemanan yang salah, yang adalah penyebab airmata ayah dan ibu, yang bagai tetesan-tetesan yang meleleh dan membakar hati orangtuanya. Akan tetapi, airmata itu, Aku katakan kepadamu, tidak jatuh ke atas tanah atau sekedar dilupakan. Allah memungutnya dan menghitungnya. Penderitaan orangtua yang tertindas akan mendapatkan ganjaran dari Allah. Tetapi perilaku dari seorang anak yang menyiksa orangtuanya tidak akan dilupakan juga, bahkan meski sang ayah dan sang ibu, dalam kasih penuh derita, memohonkan kepada Allah belas-kasihan bagi anak mereka yang bersalah.          

Dikatakan: 'Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di dunia.' Dan Aku tambahkan: "Dan untuk selamanya di Surga.' Suatu hidup yang singkat di sini akan menjadi hukuman yang terlalu ringan bagi mereka yang berlaku salah terhadap orangtua mereka! Hidup yang akan datang bukan dongeng belaka, dan dalam hidup yang akan datang di sana akan ada ganjaran atau hukuman seturut bagaimana kita hidup. Barangsiapa berlaku salah terhadap orangtuanya, menghina Allah, sebab Ia memerintahkan kita untuk mengasihi orangtua kita; dan barangsiapa yang tidak mengasihi orangtuanya, berbuat dosa. Dengan demikian, bukan sekedar hidup jasmaniahnya, melainkan dia kehilangan hidup yang sesungguhnya seperti yang telah Aku katakan kepada kalian, dan menuju kematiannya, tidak, dia sudah mati, sebab jiwanya jauh dari rahmat Allah, dia sudah menjadi seorang penjahat sebab dia menghina kasih yang paling suci sesudah kasih kepada Allah, dia memiliki dalam dirinya kuman perzinahan di masa mendatang, sebab dari seorang anak yang jahat dia akan menjadi seorang suami yang tidak setia, dia sudah memiliki dorongan kerusakan sosial, sebab dari seorang anak yang jahat berasal pencuri masa mendatang, pembunuh ganas yang keji, lintah darat berdarah dingin, penganut hedonism [= paham yang mencari kesenangan semata] yang sinis, pengkhianat yang menjijikkan bagi tanah airnya, bagi teman-temannya, bagi anak-anaknya, bagi istrinya, bagi semua orang. Dapatkah kalian menjunjung tinggi dan mengandalkan seorang yang punya hati untuk mengkhianati kasih seorang ibu dan memperolok rambut uban ayahnya?

Tapi dengarkanlah lebih lanjut: kewajiban anak sebanding dengan kewajiban serupa bagi orangtua. Terkutuklah anak yang bersalah! Tapi terkutuklah juga orangtua yang bersalah. Jangan menyebabkan anak-anakmu mencelamu dan meniru perbuatan salahmu. Buatlah mereka mengasihimu oleh sebab kasih yang kau berikan kepada mereka dengan keadilan dan belas-kasih. Allah adalah Kerahiman. Biarkan para orangtua, yang nomer dua hanya sesudah Allah, menjadi berbelas-kasih. Jadilah teladan dan penghiburan bagi anak-anakmu. Jadilah damai dan pembimbing mereka. Jadilah kasih utama bagi anak-anakmu. Seorang ibu selalu merupakan gambaran utama dari mempelai yang ingin kita miliki. Seorang ayah bagi anak-anak perempuannya merupakan gambaran dari suami yang mereka impikan. Berperilakulah begitu rupa sehingga anak-anakmu laki-laki dan perempuan dapat dengan bijak memilih istri dan suami mereka, dengan berpikir mengenai ayah dan ibu mereka dan mencari dalam diri pasangan mereka keutamaan-keutamaan tulus dari orangtua mereka.

Jika Aku harus berbicara hingga Aku menuntaskan keseluruhan masalah ini sepenuhnya, maka sehari semalam penuh tidak akan cukup. Maka, demi kebaikan kalian, Aku akan membatasi khotbah-Ku. Kiranya Roh Abadi memberitahukan kepada kalian sisanya. Aku menaburkan benih dan berlalu. Tapi dalam diri orang-orang baik, benih akan berakar dan menghasilkan buah. Pergilah. Damai sertamu."

Mereka yang harus pulang, pergi dengan segera. Mereka yang tinggal, masuk ke dalam ruangan besar ketiga dan menyantap roti mereka atau roti yang diberikan kepada mereka oleh para murid dalam nama Tuhan. Papan-papan dan jerami-jerami telah ditempatkan di atas rangka-rangka pedesaan supaya para peziarah dapat tidur di sana.

Si perempuan berkerudung pergi dengan langkah-langkah cepat; perempuan lainnya yang menangis sebelumnya dan menangis sepanjang waktu sementara Yesus berbicara, hilir-mudik, ragu akan apa yang harus dilakukan, lalu dia membulatkan tekad dan pergi.

Yesus masuk ke dalam dapur untuk menyantap makanan-Nya. Tetapi baru saja Ia mulai makan ketika mereka mengetuk pintu.

Andreas, yang paling dekat pintu, bangkit dan keluar menuju halaman. Ia berbicara dan lalu kembali masuk: "Guru, perempuan yang tadi menangis itu, menginginkan Engkau. Dia mengatakan bahwa dia harus pergi dan dia harus berbicara kepada-Mu."

"Jika kita terus seperti ini, kapan dan bagaimana Guru akan dapat makan?" seru Petrus.

"Seharusnya kau katakan kepadanya untuk datang nanti," kata Filipus.

"Tenanglah. Aku akan makan nanti. Kalian lanjutkan makan."

Yesus pergi keluar. Perempuan itu ada di luar sana.

"Guru… sepatah kata… Engkau katakan… Oh! Marilah ke belakang rumah! Sangat menyakitkan untuk menceritakan penderitaanku!"

Yesus menyenangkan hatinya tanpa mengatakan apapun. Hanya ketika Ia berada di belakang rumah Ia bertanya: "Apakah yang kau kehendaki dari-Ku?"

"Guru… Aku mendengarkan Engkau sebelumnya, ketika Engkau berbicara di antara kami… dan lalu aku mendengarkan Engkau ketika Engkau berkhotbah. Sepertinya Engkau berbicara khusus untukku. Engkau katakan bahwa dalam setiap penyakit jasmani ataupun moral ada Setan… Aku punya seorang putra yang hatinya sakit. Aku berharap dia mendengarkan-Mu ketika Engkau berbicara mengenai orangtua! Dia adalah siksaan bagiku. Pergaulan buruk telah membuatnya salah jalan dan dia tepat seperti yang Engkau katakan… seorang pencuri… di rumah untuk sementara ini, tapi… dia suka bertengkar, suka memaksakan kehendak… dia muda, dia merusak dirinya sendiri melalui berahi dan pesta-pora. Suamiku ingin mengusirnya. Aku… Aku adalah ibunya dan aku akan mati sebab patah-hati. Lihatlah betapa dadaku berdegup kencang. Itu adalah hatiku yang remuk sebab derita ini. Aku telah ingin berbicara kepada-Mu sejak dari kemarin sebab… Aku berharap pada-Mu, Allah-ku. Tapi aku tidak berani berbicara. Adalah sangat menyakitkan bagi seorang ibu bila harus mengatakan: 'Aku punya seorang anak yang kejam!'" Perempuan itu menangis, membungkuk dan berduka, di hadapan Yesus.

"Janganlah menangis lagi. Dia akan disembuhkan dari sakitnya."

"Ya, tentu, jika dia mendengarkan-Mu. Tapi dia tidak mau mendengarkan-Mu. Oh! dia tidak akan pernah disembuhkan!"  

"Apakah kau memiliki iman kepada-Ku demi dia? Apakah kau ingin menggantikannya?"

"Mengapakah bertanya kepadaku? Aku sudah datang dari Perea Tinggi demi memohon kepada-Mu atas namanya…"

"Jadi, pulanglah. Ketika kau tiba di rumahmu, putramu akan datang menemuimu dan akan bertobat."

"Tapi bagaimana?"

"Bagaimana? Apakah kau pikir Allah tidak dapat melakukan apa yang Aku minta? Putramu di sana. Aku di sini. Tapi Allah ada di mana-mana. Aku katakan kepada Allah: 'Bapa, berbelas-kasihanlah terhadap ibu ini.' Dan seruan kepada Allah ini akan menggelegar bagai halilintar dalam hati putramu. Pergilah, perempuan. Suatu hari Aku akan melintasi desa-desa di wilayahmu dan kau, seorang ibu yang bangga akan putranya, akan datang bersamanya untuk menemui-Ku. Dan ketika dia menangis di atas pangkuanmu, memohon pengampunanmu dan menceritakan kepadamu tentang pergulatan misterius dari mana dia muncul dengan suatu jiwa yang baru dan akan menanyakan kepadamu bagaimana itu terjadi, katakan kepadanya: 'Adalah melalui Yesus engkau telah kembali ke hidup yang jujur.' Berbicaralah kepadanya mengenai Aku. Jika kau sudah datang kepada-Ku, itu berarti bahwa kau tahu. Biarlah dia tahu dan buatlah dia berpikir mengenai Aku agar dia memiliki kekuatan keselamatan. Selamat tinggal. Damai bagi ibu yang memiliki iman, bagi anak yang kembali, bagi ayah yang bahagia, bagi keluarga yang bersatu kembali. Pergilah!"

Perempuan itu pergi menuju desa dan semuanya pun berakhir.  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Injil Sebagaimana Diwahyukan Kepadaku 2                     Daftar Istilah                      Halaman Utama