Bab LX
Malam Kebangkitan ~ 1


Menjelang berakhirnya hari Sabat, Yohanes datang mengunjungi para perempuan kudus. Ia berusaha menghibur mereka, namun tak kuasa membendung airmatanya sendiri; ia tinggal sebentar saja bersama mereka. Mereka juga mendapat kunjungan singkat dari Petrus dan Yakobus Tua, sesudah itu para perempuan kudus undur diri ke bilik dan melampiaskan dukacita mereka, duduk di atas abu dan bahkan menyelubungi diri lebih rapat lagi.

Doa Santa Perawan tak kunjung henti. Mata batinnya senantiasa tertuju pada Yesus; ia sama sekali tenggelam dalam kerinduan yang berkobar untuk sekali lagi dapat melihat Putra yang dikasihinya dengan cinta yang tak terlukiskan. Sekonyong-konyong, seorang malaikat berdiri di sampingnya, memintanya segera bangkit dan pergi ke pintu rumah Nikodemus, sebab Tuhan sudah sangat dekat. Hati Santa Perawan melonjak kegirangan. Serta-merta ia membungkus tubuhnya dengan mantol dan pergi meninggalkan para perempuan kudus tanpa memberitahukan kepada mereka ke mana ia hendak pergi. Aku melihat langkahnya yang bergegas menuju sebuah pintu masuk kecil yang berada di luar tembok kota, pintu yang sama yang dilewatinya saat ia bersama para sahabat kembali dari makam.

Waktu itu kira-kira pukul sembilan malam; Santa Perawan hampir tiba di pintu masuk ketika aku melihatnya tiba-tiba berhenti di suatu tempat yang amat tersembunyi; ia mendongak ke atas dalam ekstasi sukacita, oleh sebab di atas tembok kota ia melihat jiwa Tuhan kita, bermandikan cahaya, tanpa kelihatan suatu luka pun, dengan dikelilingi para patriark. Yesus turun menyongsongnya, berpaling kepada mereka yang menyertai-Nya dan menunjukkan BundaNya kepada mereka seraya berkata, “Lihatlah Maria, lihatlah BundaKu.” Tampak padaku Yesus menyalami BundaNya dengan sebuah kecupan, lalu Ia menghilang. Santa Perawan berlutut, dan dengan teramat sangat hormat diciumnya tanah di mana tadi Putranya berpijak; jejak-jejak tangan serta lutut Bunda Maria tetap tercetak di atas batu-batu di sana. Penglihatan ini memenuhi hati Santa Perawan dengan sukacita yang tak terkatakan, segera ia menggabungkan diri kembali dengan para perempuan kudus yang sedang sibuk mempersiapkan rempah-rempah dan minyak wangi. Ia tidak menceritakan kepada mereka apa yang baru saja ia lihat, namun ketegaran dan kekuatan akal budinya telah pulih. Ia telah sepenuhnya diperbaharui, sebab itu ia menghibur mereka yang lainnya dan berusaha meneguhkan iman mereka.

Segenap perempuan kudus sedang duduk sekeliling sebuah meja panjang, yang taplaknya terjuntai hingga ke lantai, saat Bunda Maria kembali; di sekitar mereka tampak tumpukan kantong-kantong berisi rempah-rempah; semuanya itu mereka campur dan tata; bejana-bejana kecil berisi balsam harum dan minyak wangi ada di sana, juga berkas-berkas bunga segar, di antaranya aku kenali secara istimewa bunga yang serupa bunga lili. Magdalena, Maria puteri Kleopas, Salome, Yohana dan Maria Salome membeli semua barang-barang ini di kota ketika Bunda Maria pergi. Rencana mereka adalah pergi ke makam sebelum matahari terbit keesokan harinya guna menaburkan bunga-bunga dan wangi-wangian ini ke atas tubuh Guru mereka terkasih.

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus          previous  Halaman Sebelumnya     Halaman Selanjutnya  next      up  Halaman Utama