382. DI ARUNGAN ANTARA YERIKHO DAN BETABARA.
14 Februari 1946
Tepi Sungai Yordan dekat arungan persis seperti perkemahan kaum pengembara pada hari-hari ini, ketika caravan-caravan kembali ke kota asal mereka. Kemah-kemah atau sekedar selimut-selimut, dibentangkan dan diikatkan pada dua batang pohon, atau pada tonggak-tonggak yang dipancangkan di tanah, atau diikatkan pada pelana unta yang tinggi, dikencangkan, singkatnya, entah bagaimana caranya, untuk memungkinkan orang berada di bawahnya, dan terlindung dari embun yang pastinya seperti hujan di tempat-tempat di bawah permukaan laut ini, dan yang tersebar di mana-mana di sepanjang hutan yang membentuk kerangka hijau sekeliling sungai.
Ketika Yesus tiba bersama murid-murid-Nya dekat tepi sungai, di sebelah utara arungan, perkemahan perlahan-lahan mulai bangun. Yesus tentunya sudah meninggalkan rumah Nike saat fajar, karena matahari belum terbit dan tempat itu tampak indah, sejuk dan tenang. Orang-orang yang lebih rajin, terbangun oleh ringkikan, embikan, jeritan aneh kuda, keledai dan unta, oleh pertengkaran atau kicau ratusan burung pipit dan burung-burung lain di antara cabang-cabang pohon willow, rumpun buluh, pohon-pohon tinggi yang membentuk terowongan-terowongan hijau di atas tepian sungai yang berbunga, mulai menyelinap keluar dari kemah-kemah berwarna cerah dan pergi turun ke sungai untuk membasuh diri. Orang bisa mendengar suara anak-anak menangis dan suara manis para ibu yang berbicara kepada anak-anaknya.
Segala tanda kehidupan mulai bermunculan dari menit ke menit. Segala jenis pedagang tiba dari kota terdekat Yerikho, dengan para peziarah baru, para penjaga dan para prajurit yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan menjaga ketertiban selama hari-hari ini, ketika suku-suku dari setiap daerah bertemu dan tidak saling mawas diri untuk tidak menghina dan mencela, dan ketika kerap terjadi pencurian oleh para penyamun, yang berbaur dengan orang banyak dengan menyamar sebagai peziarah untuk mencuri; dan tidak kurang pelacur-pelacur, yang sudah datang ke ziarah Paskah "mereka", yakni memeras uang dan hadiah dari para tamu yang lebih kaya dan penuh nafsu sebagai pembayaran untuk satu jam kenikmatan, yang secara menyedihkan menetralkan semua pemurnian Paskah... Para perempuan jujur, yang di antara para peziarah memiliki suami dan anak laki-laki yang sudah dewasa, berteriak-teriak bagai burung gagak yang kesal memanggil laki-laki mereka, yang berdiri terpesona, atau setidaknya para ibu dan istri menganggapnya demikian, mengamati para pelacur. Dan para perempuan yang tidak tahu malu itu tertawa dan memberikan jawaban pedas pada julukan yang diberikan kepada mereka oleh para perempuan jujur. Para laki-laki, dan para prajurit khususnya, tertawa dan senang bercanda ria dengan para pelacur. Beberapa orang Israel, yang ketat secara moral, atau hanya ketat munafik, pergi dengan marah, sementara yang lain... menggunakan gerak isyarat bisu tuli sebelumnya, karena mereka membuat diri mereka bisa dengan jelas dimengerti oleh para pelacur melalui gerak isyarat.
Yesus tidak mengikuti jalan lurus yang akan membawa-Nya ke tengah perkemahan. Dia turun ke dasar sungai yang berkerikil, melepaskan sandal-Nya dan berjalan di mana air menghempas rerumputan. Para rasul mengikuti Dia.
Mereka yang lebih tua, yang lebih enggan, menggerutu, "Dan berpikir bahwa Pembaptis mengkhotbahkan penitensi di sini!"
"Ya! Dan tempat ini sekarang lebih buruk daripada serambi di thermae [tempat permandian air panas] Romawi!"
"Dan mereka yang menyebut diri mereka orang kudus tidak sungkan menghibur diri di sana!"
"Apakah kau melihatnya juga?"
"Tentu saja! Aku juga punya mata!..."
Para rasul yang lebih muda atau tidak terlalu ketat - seperti Yudas Keriot yang tertawa dan mengamati dengan saksama apa yang terjadi di perkemahan dan tidak sungkan membayangkan para perempuan cantik yang tidak sopan yang sudah datang untuk mencari pelanggan; dan Tomas, yang tertawa menyaksikan para istri dan kaum Farisi yang marah; dan Matius, yang tidak berbicara keras menentang kejahatan dan kerusakan moral orang, sebab dia sendiri dulunya seorang pendosa, dan berpuas diri dengan mengeluh dan menggelengkan kepalanya; dan Yakobus Zebedeus, yang melihat tanpa minat dan tanpa mengkritik, acuh tak acuh - mengikuti kelompok kecil mereka, yang di dahului oleh Yesus bersama Andreas, Yohanes dan Yakobus Alfeus.
Wajah Yesus tidak komunikatif, seolah-olah diukir pada batu pualam. Dan semakin tidak komunikatif, karena dari atas tanggul Dia mendengar kata-kata kekaguman atau percakapan tidak tahu malu antara seorang laki-laki yang kurang baik dengan seorang pelacur. Dia melihat lurus ke depan sepanjang waktu, terus lurus ke depan. Dia tidak ingin melihat. Dan sikap-Nya membuat niat-Nya sangat jelas.
Namun seorang pemuda, yang berpakaian indah, bersama orang-orang lain seperti dia, yang berbicara dengan dua orang pelacur berkata dengan suara lantang kepada salah seorang perempuan itu, "Pergilah! Kami ingin tertawa. Pergi dan tawarkanlah dirimu! Hibur Dia! Dia sedih, karena Dia miskin, Dia tidak bisa membeli perempuan."
Wajah pucat Yesus memerah dan lalu menjadi pucat kembali. Namun Dia tidak menoleh. Wajahnya yang memerah merupakan satu-satunya tanda bahwa Dia mendengarnya.
Perempuan yang tidak tahu malu itu, dengan kalungnya berdenting nyaring dan gaunnya sedikit berkibar-kibar, melontarkan seruan yang dibuat-buat dan melompat dari tanggul rendah ke dasar sungai yang berkerikil, dan dengan berbuat demikian, dia berhasil memamerkan sebagian besar kemolekkannya yang rahasia. Dia jatuh tepat di kaki Yesus dan dengan tawa yang menggetarkan di bibirnya yang indah, mata dan sosok yang mengundang, dia berseru, "Oh! yang tampan di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan! Untuk ciuman bibir-Mu, aku akan memberikan diriku sepenuhnya tanpa bayaran!"
Yohanes, Andreas, dan Yakobus Alfeus lumpuh oleh keterperanjatan yang mengguncang dan tidak mampu memberi isyarat. Tapi Petrus! Dia melompat bagai macan kumbang dan dari kelompoknya dia jatuh berdebum pada perempuan malang itu, yang sekarang berlutut dan mencondongkan tubuhnya ke belakang; Petrus mengguncang-guncangkannya, mengangkatnya, melemparkannya, disertai julukan yang mengerikan, ke tanggul.
Yesus berkata, "Simon!" Satu seruan yang lebih dari sekedar khotbah.
Dan Simon kembali kepada Tuhan-nya, merah padam karena amarah. "Mengapa Engkau tidak membiarkanku menghukumnya?"
"Simon, kamu tidak menghukum pakaian yang sudah menjadi kotor. Kamu mencucinya. Pakaiannya adalah tubuhnya yang kotor dan jiwanya yang cemar. Mari kita berdoa untuk membersihkan jiwanya dan tubuhnya." Yesus berkata dengan begitu lemah lembut, dengan suara pelan, tetapi cukup keras untuk bisa didengar oleh si perempuan, dan seraya berangkat kembali, Dia sekarang mengarahkan tatapan mata-Nya yang lembut kepada perempuan malang itu untuk sesaat. Hanya satu tatapan sekilas saja! Hanya untuk sesaat saja! Namun semua kekuatan kasih kerahiman-Nya ada di dalamnya! Dan perempuan itu menundukkan kepalanya, mengambil kerudungnya dan membalut dirinya dengan itu... Yesus melanjutkan perjalanan.
Sekarang Yesus berada di arungan. Air yang dangkal memungkinkan orang dewasa menyeberang ke sisi yang lain dengan berjalan kaki; cukup dengan menyingsingkan pakaian di atas lutut dan mencari bebatuan putih besar, yang terendam di air yang sebening kristal, yang membentuk semacam paving untuk orang-orang yang menyeberang. Mereka yang menunggang kuda menyeberang di hilir.
Para rasul berendam dengan gembira dalam air hingga setengah paha mereka dan Petrus tidak percaya bahwa itu nyata. Dan dia menjanjikan kepada yang lain-lainnya dan kepada dirinya sendiri mandi yang menyegarkan apabila mereka berhenti di rumah Salomo, sebagai kompensasi terbakar terik matahari kemarin.
Mereka sekarang sudah di seberang. Disini juga khalayak ramai menjadi aktif sesudah istirahat semalam, atau orang-orang berjemur diri sesudah menyeberang.
Yesus memberi perintah, "Sebarkan berita dan beritahu orang-orang bahwa Rabbi ada di sini. Aku akan berada dekat batang pohon yang tumbang itu dan Aku akan menunggumu di sana."
Banyak orang segera diberitahu dan mereka berduyun-duyun datang untuk mendengarkan Dia.
Yesus mulai berbicara. Sebuah perarakan sedih lewat mengikuti sebuah usungan, di mana seorang pemuda yang sakit payah sudah dibawa ke Yerusalem, dan sebab para dokter angkat tangan, dia sekarang dilarikan pulang untuk mati di sana. Semua orang membicarakannya sebab dia kaya dan masih muda. Dan banyak orang mengatakan, 'Pastilah sangat menyedihkan untuk mati ketika orang begitu kaya dan begitu muda!' Dan beberapa orang mengatakan, mungkin mereka adalah orang-orang yang sudah percaya kepada Yesus, 'Dia pantas seperti itu! Dia tidak mau percaya. Para murid pergi kepada kerabatnya dan berkata kepada mereka: "Juruselamat ada di sini. Jika kamu punya iman dan kamu minta kepada-Nya, Dia akan menyembuhkannya." Tapi dia adalah orang pertama yang menolak untuk datang kepada Rabbi.' Kritik mengikuti rasa iba. Dan Yesus merujuk pada itu untuk memulai khotbah-Nya.
"Damai sertamu semua!
Orang-orang yang kaya dan muda tentu tidak suka mati, ketika mereka kaya hanya dalam uang dan muda dalam usia. Tetapi mereka yang kaya dalam keutamaan dan muda karena kebiasaan suci mereka, tidak menyesal untuk mati. Orang yang benar-benar bijaksana, sejak usia bijaksana dan seterusnya, bertindak sedemikian rupa supaya mati dalam damai. Hidup adalah persiapan bagi kematian, sama seperti kematian adalah persiapan untuk Hidup yang lebih mulia. Orang yang benar-benar bijaksana, ketika dia memahami kebenaran akan hidup dan mati, kebenaran akan mati untuk bangkit kembali, berusaha dengan segala daya upaya untuk membebaskan dirinya dari apa yang sia-sia, dan menjadikan dirinya diperkaya dengan apa yang berguna, yaitu dengan keutamaan dan perbuatan baik, agar memiliki bekal kebajikan di hadapan Dia yang memanggilnya untuk menghakiminya, untuk mengganjari atau menghukumnya dengan keadilan yang sempurna. Orang yang benar-benar bijaksana mengamalkan hidup yang membuatnya lebih dewasa dalam kebijaksanaan daripada seorang lanjut usia, dan lebih muda daripada seorang remaja, karena dengan hidup dalam keutamaan dan hidup benar, dia memelihara perasaan suci yang begitu rupa dalam hatinya yang bahkan tidak dimiliki oleh kaum muda. Maka, betapa manisnya untuk mati! Si orang bijaksana menyandarkan kepalanya yang letih pada dada Bapa, dia beristirahat dalam pelukan-Nya, dan di tengah kabut kehidupan yang berlalu sekilas, dia berkata: "Aku mengasihi-Mu, aku berharap pada-Mu, aku percaya pada-Mu," berkata demikian untuk terakhir kalinya di Bumi, untuk kemudian mengulangi sorak kemenangan "Aku mengasihi-Mu!" selama-lamanya dalam semarak Firdaus.
Apakah kematian adalah pikiran yang mengerikan? Tidak. Keputusan yang adil bagi semua orang, kematian adalah kekhawatiran yang menyedihkan bagi mereka yang tidak percaya dan yang penuh dosa. Dengan sia-sia orang berkata, untuk menjelaskan kecemasan yang mengganggu dari seorang yang di ambang ajal dan yang tidak baik selama hidupnya: 'Itu karena dia belum ingin mati, karena dia belum melakukan kebaikan atau hanya sedikit kebaikan, dan dia ingin hidup untuk memperbaikinya.' Dengan sia-sia dia berkata: 'Andai dia hidup lebih lama, dia bisa memperoleh ganjaran yang lebih besar, karena dia akan melakukan lebih banyak kebaikan.' Jiwa tahu, setidaknya secara samar, berapa banyak waktu yang sudah diberikan. Tidak ada waktu yang bisa dibandingkan dengan kekekalan. Dan jiwa memacu seluruh ego untuk bertindak. Namun, jiwa yang malang! Betapa sering dia kewalahan, diinjak-injak, dibungkam, agar tidak terdengar kata-katanya! Itu terjadi pada mereka yang tidak memiliki kehendak baik. Sementara orang benar, sejak dari masa kanak-kanaknya, mendengarkan jiwa mereka, menaati nasihatnya, dan terus aktif; dan orang-orang kudus mati muda dalam usia tetapi kaya dalam ganjaran, terkadang di awal kehidupan mereka; dan bahkan dengan menambahkan seratus atau seribu tahun pada hidupnya, mereka tidak akan menjadi lebih kudus dari mereka adanya, karena kasih kepada Allah dan sesama yang diamalkan dalam segala bentuk dan dengan kemurahan hati yang luar biasa, menjadikan mereka sempurna. Yang penting di Surga bukanlah berapa lama, tetapi bagaimana orang hidup.
Orang meratapi mayat dan menangisinya. Tapi mayat tidak menangis. Orang-orang gemetar memikirkan bahwa mereka harus mati. Namun mereka tidak khawatir tentang hidup sedemikian rupa agar tidak gemetar pada saat ajal mereka. Mengapa orang tidak meratapi dan menangisi mayat-mayat hidup, mayat yang sesungguhnya, yakni mereka yang memiliki dalam tubuh mereka, seperti dalam kuburan, jiwa-jiwa yang mati? Dan mereka yang menangis memikirkan bahwa tubuh mereka harus mati, mengapa mereka tidak menangisi mayat yang ada di dalam diri mereka sendiri? Betapa banyak mayat yang Aku lihat, dan mereka tertawa dan bercanda, tetapi mereka tidak menangisi diri mereka sendiri! Betapa banyak bapa, ibu, suami, istri, saudara, anak, teman, imam, guru; Aku melihat mereka yang dengan bodoh menangisi anak, istri, suami, saudara, orangtua, teman, seorang percaya, seorang murid yang mati dalam persahabatan akrab dengan Allah, sesudah kehidupan yang merupakan mahkota kesempurnaan; dan mereka tidak menangisi mayat dari jiwa anak, suami, istri, saudara, ayah, teman, seorang percaya, seorang murid, yang mati karena kejahatan dan dosa, dan mati serta binasa selamanya, kecuali dia bertobat! Mengapa mereka tidak berusaha untuk membangkitkannya? Itulah kasih, tahukah kamu? Itulah kasih terbesar. Oh! airmata bodoh untuk debu, yang sudah menjadi debu! Pemberhalaan kasih sayang! Kasih sayang munafik! Menangislah, tapi atas jiwa-jiwa mati dari kerabatmu yang terkasih. Berupayalah untuk membawa mereka kepada Hidup. Dan Aku berbicara secara khusus kepadamu, para perempuan, yang bisa begitu mempengaruhi orang-orang yang kamu kasihi.
Marilah sekarang kita merenungkan bersama apa yang dinyatakan Kebijaksanaan sebagai penyebab kematian dan aib.
Jangan menghina Allah dengan menyalahgunakan hidup yang Dia anugerahkan kepadamu, mencemarinya dengan perbuatan-perbuatan jahat yang mengaibkan manusia.
Jangan menghina orangtuamu dengan perilaku yang mencemarkan uban mereka di saat usia senja mereka dan menyebabkan dukacita dahsyat hingga hari-hari akhir mereka.
Jangan menyakiti orang-orang yang menolongmu, supaya kamu tidak terkutuk oleh kasih yang kamu injak-injak.
Jangan melanggar mereka yang memerintahmu, karena bukan dengan memberontak melawan penguasa suatu bangsa menjadi besar dan merdeka, melainkan melalui kehidupan kudus warganya kamu beroleh pertolongan dari Tuhan, Yang dapat menyentuh hati para penguasa atau melengserkan mereka dari kedudukan mereka atau bahkan mengenyahkan mereka dari kehidupan, seperti yang sudah dinyatakan berkali-kali dalam sejarah Israel kita, ketika para penguasa itu sudah melewati semua batasan dan teristimewa ketika rakyat, dengan menguduskan diri, layak mendapatkan pengampunan dari Allah, Yang dengan demikian menyingkirkan kuk penindas dari leher warga yang dihukum.
Jangan menyakiti istrimu dengan aib cinta zina, dan jangan menyakiti kepolosan anak-anakmu dengan pengetahuan tentang cinta yang tidak sah.
Hiduplah kudus di mata orang-orang yang, baik karena kasihnya maupun karena kewajibannya, menganggapmu sebagai orang yang adalah teladan hidup mereka. Kamu tidak bisa memisahkan kekudusanmu terhadap sesama terdekatmu dari kekudusanmu terhadap Allah, karena yang satu menumbuhkan yang lain, sebab kedua kasih: kepada Allah dan kepada sesama, saling menumbuhkan satu sama lain.
Berlakulah benar terhadap teman-temanmu. Persahabatan adalah kekerabatan jiwa. Ada tertulis: 'Betapa menyenangkan bagi teman-teman semuanya berjalan bersama-sama.' Namun betapa menyenangkan jika mereka berjalan di jalan keutamaan. Celakalah mereka yang mencemari dan mengkhianati persahabatan dengan mengubahnya menjadi keegoisan, pengkhianatan, kejahatan atau ketidakadilan. Terlalu banyak orang yang berkata: 'Aku mengasihimu' demi mencari tahu urusan temannya dan mengekspoitasi informasi tersebut demi kepentingan mereka sendiri! Terlalu banyak orang yang merampas hak-hak temannya!
Berlakulah jujur terhadap para hakim. Terhadap semua hakim. Dari hakim yang tertinggi, Yang adalah Allah, Yang tidak dapat didustai atau ditipu melalui praktik-praktik munafik, hingga hakim yang paling akrab, yaitu hati nuranimu, hingga hakim yang dengan penuh kasih dan rela menderita, memupuk kasih mereka, yang adalah mata dari para sanak saudaramu, hingga hakim rakyat yang kejam. Jangan berbohong dengan menyerukan nama Allah demi membenarkan kebohonganmu.
Berlakulah jujur dalam jual beli. Ketika kamu menjual, dan keserakahanmu berkata: 'Rampoklah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar,' sementara hati nuranimu berkata: 'Berlakulah jujur karena kau akan sedih jika kau sendiri dirampok,' dengarkan suara yang terakhir, dengan mencamkan: janganlah kita melakukan kepada orang lain apa yang kita tidak ingin orang lakukan kepada diri kita. Uang yang diserahkan kepadamu sebagai pembayaran barang itu seringkali basah oleh keringat dan airmata orang miskin. Itu adalah banting tulangnya. Kamu tidak tahu betapa banyak duka yang harus dibayar, betapa banyak kesedihan dan rasa sakit yang ada di balik uang itu, yang menurut anggapanmu, para penjual, selalu terlalu sedikit untuk apa yang kamu berikan. Orang sakit, anak yatim, orang lanjut usia yang kekurangan uang... Oh! duka suci dan martabat suci orang miskin, yang tidak dimengerti oleh orang kaya; mengapakah kamu tidak memikirkannya? Mengapa orang berlaku jujur saat menjual kepada mereka yang berkuasa dan terpandang, karena takut akan pembalasan? Sementara mereka mengambil keuntungan dari saudara-saudara yang yang tak berdaya dan tanpa nama? Itu lebih merupakan kejahatan terhadap kasih daripada terhadap kejujuran itu sendiri. Dan Allah mengutuknya, karena air mata yang diperas dari orang-orang malang, yang hanya punya airmata sebagai reaksi terhadap penyalahgunaan kekuasaan, yang berseru kepada Tuhan dengan suara yang sama seperti darah yang tercurah dari pembuluh darah seorang pemuda oleh seorang pembunuh, oleh Kain terhadap sesamanya.
Berlakulah jujur dalam penampilanmu, dalam perkataan dan perbuatanmu. Tatapan, yang diberikan kepada mereka yang tidak pantas mendapatkannya, atau tidak diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkannya, adalah seperti jerat dan belati. Tatapan yang beradu pandang dengan mata cabul seorang pelacur, dan berkata kepadanya: 'Kau cantik!' dan respons persetujuan terhadap tatapan perempuan yang mengundang itu, lebih mematikan daripada simpul jerat seorang yang dihukum gantung. Tatapan yang tidak diberikan, tetapi dialihkan dari seorang kerabat yang miskin atau seorang teman yang jatuh miskin, adalah bagaikan belati yang dihujamkan pada hati orang-orang malang itu. Demikian pula tatapan kebencian atau kejijikan yang ditujukan kepada musuh atau pengemis. Musuh seharusnya diampuni dan dikasihi setidaknya dengan jiwamu, jika tubuhmu menolak untuk mengasihinya. Pengampunan adalah kasih dari roh. Tidak membalas dendam adalah kasih dari roh. Seorang pengemis sepatutnya dikasihi karena tidak ada seorang pun yang menghiburnya. Tidaklah cukup sekedar melemparkan recehan dan lewat dengan cemooh. Pemberian itu berguna bagi tubuh yang lapar, telanjang, tanpa rumah. Namun belas kasih yang tersenyum dalam pemberian itu, yang peduli pada airmata orang malang itu, adalah roti bagi hatinya. Kasih, kasih, kasih.
Berlakulah jujur dalam perpuluhan dan praktik adat istiadat, berlakulah jujur di rumahmu, tanpa mengeksploitasi para pelayan melampaui batas dan tanpa menggoda para pelayan perempuan yang tidur di bawah atapmu. Bahkan meski dunia tidak tahu akan pelecehan yang dilakukan secara diam-diam dalam rumahmu, tanpa sepengetahuan istrimu, terhadap pelayan perempuan yang kamu jadikan korban kebejatanmu, Allah mengetahui dosamu.
Berlakulah jujur dalam berbicara. Berlakulah jujur dalam membesarkan anak-anakmu laki-laki dan perempuan. Ada tertulis: 'Waspadai dengan saksama, agar putrimu tidak membuatmu menjadi bahan tertawaan di kota.' Aku berkata kepadamu: 'Waspadai dengan saksama, agar jiwa putrimu tidak mati.'
Dan sekarang pergilah. Aku juga akan pergi, sesudah memberimu bekal kebijaksanaan. Kiranya Tuhan beserta mereka yang berusaha untuk mengasihi-Nya."
Dia memberkati mereka dengan suatu gerak isyarat; Dia turun dengan gesit dari pohon tumbang itu dan mengambil jalur di antara pepohonan menuju hulu dan segera menghilang di antara tumbuh-tumbuhan hijau.
Orang banyak menyampaikan komentar-komentar penuh semangat melawan pendapat-pendapat yang menentang. Pendapat-pendapat yang tidak menyenangkan itu, tentu saja, dilontarkan oleh beberapa ahli Taurat dan orang Farisi yang berada di antara kerumunan khalayak ramai orang-orang sederhana.
|
|