Bab 22
![]() Keluarga Kudus di Sarang Penyamun
Di suatu jarak dari jalanan yang mereka lalui, terlihat seberkas sinar temaram menembus kegelapan. Sinar itu berasal dari sebuah gubuk milik segerombolan penyamun yang menggantungkan sebuah lentera di sebuah pohon dekat sana untuk menarik perhatian para pengelana yang lewat. Jalanan ini berbahaya; di sana sini, digali parit-parit. Tali-tali tersembunyi direntangkan di atas jalanan yang baik, dan apabila tersentuh oleh musafir yang lewat, akan membunyikan lonceng-lonceng di gubuk guna memberikan peringatan kepada para penyamun akan kehadiran musafir yang malang. Sekonyong-konyong, aku melihat seorang laki-laki dikelilingi sekitar lima rekan lainnya mengepung Keluarga Kudus. Semuanya berniat jahat. Tetapi, ketika mereka melihat Kanak-kanak Yesus, aku melihat seberkas sinar kemilau serupa anak panah menembusi hati sang pemimpin yang langsung memerintahkan anak buahnya untuk tidak menyakiti orang-orang asing ini. Maria juga melihat berkas sinar ini. Penyamun itu membawa Keluarga Kudus ke rumahnya, dan mengatakan kepada isterinya betapa aneh hatinya tergerak oleh belas kasihan. Orang-orang di sini pada mulanya canggung dan malu-malu, sesuatu yang sungguh tak lazim bagi mereka; meski demikian mereka datang, sedikit demi sedikit, dan berkumpul sekeliling Keluarga Kudus yang duduk di suatu pojok di lantai. Beberapa laki-laki datang masuk dan keluar, sementara isteri penyamun membawakan kepada Maria roti, buah-buahan, madu dan cawan-cawan berisi minuman. Keledai ditambatkan di bawah suatu naungan. Perempuan itu membersihkan sebuah kamar kecil untuk Maria dan membawakan satu bak kecil air untuk memandikan Kanak-kanak. Ia juga mencuci dan mengeringkan kain-kain bedung di perapian untuk Maria. Sang suami sungguh amat terkesan oleh pembawaan Keluarga Kudus, dan teristimewa Bayi Yesus. Ia berkata kepada isterinya, “Bayi Ibrani ini sungguh bukan bayi sembarangan. Mohonlah kepada Bundanya agar mengijinkan kita membasuh anak kita yang terjangkit kusta dalam air bekas mandi-Nya. Mungkin, akan ada manfaatnya bagi anak kita.” Isterinya pergi untuk memohon ijin Santa Perawan; tetapi sebelum ia sempat berbicara, Maria menyuruhnya mengambil air yang tadi dipergunakan untuk memandikan Yesus, dan memandikan anaknya yang sakit dalam air itu, maka anaknya akan menjadi lebih bersih dari sebelum ia terserang penyakit. Anak itu kira-kira tiga tahun umurnya dan kaku akibat kusta. Ibunya menggendong puteranya dan memasukkannya ke dalam bak. Setiap kali air mengenai tubuhnya, maka kusta itu gugur seperti sisik di dasar bak; anak itu menjadi bersih dan sehat. Ibunya nyaris gila karena gembira; ia berlari hendak memeluk Maria dan Kanak-kanak Yesus. Tetapi Maria mengulurkan tangan mencegahnya; ia tidak membiarkan baik Kanak-kanak maupun dirinya disentuh oleh perempuan itu. Maria menyuruhnya menggali sebuah lubang yang dalam pada batu karang dan menuangkan air yang baru dipergunakannya itu ke dalamnya, agar air itu senantiasa ada padanya untuk dipergunakan bagi keperluan serupa. Maria berbicara lama dengannya, dan perempuan itu berjanji untuk meninggalkan tempat ini begitu ada kesempatan.
Semua yang ada bergembira; mereka berdiri sekeliling Keluarga Kudus sembari menatap penuh takjub. Larut malam, anggota-anggota gerombolan lainnya datang ke gubuk dan kepada mereka diceritakan juga mukjizat penyembuhan si kanak-kanak. Sungguh teramat heran bahwa para penyamun ini menaruh hormat begitu rupa kepada Keluarga Kudus, sebab pada malam itu juga, sementara mereka menerima para tamu kudus di rumah mereka, aku melihat mereka menangkap beberapa pengelana lain yang masuk perangkap sinar lentera mereka dan menggiringnya ke dalam sebuah gua besar dalam hutan. Gua ini, yang pintu masuknya tersembunyi dan di depannya ditumbuhi tanam-tanaman liar agar tidak terlihat, tampaknya adalah tempat tinggal mereka yang sesungguhnya. Di dalam gua terdapat pakaian-pakaian, karpet, daging, kambing, domba dan barang-barang hasil rampasan yang tak terhitung banyaknya; semuanya dalam jumlah yang berlimpah. Aku juga melihat beberapa anak laki-laki sekitar tujuh atau delapan tahun yang diculik para penyamun. Mereka ada dalam pemeliharaan seorang perempuan tua yang tinggal dalam gua.
Maria tidak tidur malam itu; ia duduk terjaga di atas pembaringannya di lantai. Fajar baru saja menyingsing ketika Keluarga Kudus telah memulai perjalanan mereka kembali meski sang penyamun dan isterinya membujuk mereka agar mau tinggal lebih lama. Keluarga Kudus juga membawa perbekalan yang cukup yang disediakan oleh tuan dan nyonya rumah yang amat bersyukur, dan yang juga menyertai mereka hingga sebagian perjalanan agar Keluarga Kudus terhindar dari perangkap.
Sang penyamun dan isterinya mengucapkan selamat jalan kepada Keluarga Kudus dengan ungkapan perasaan yang mendalam, dengan mengucapkan kata-kata yang luar biasa ini, “Sudi ingatlah kami kemana pun kalian pergi!” Ketika mendengar perkataan ini, aku mendapatkan suatu penglihatan di mana aku melihat bahwa kanak-kanak yang disembuhkan itu di kemudian hari menjadi Penyamun yang Baik yang di atas salib berkata kepada Yesus, “Ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Isteri sang penyamun, selang beberapa waktu kemudian, menggabungkan diri dengan mereka yang tinggal di dekat kebun balsem.
Dari sana, Keluarga Kudus masuk lebih jauh ke dalam padang gurun. Ketika sekali lagi mereka kehilangan jejak, untuk kedua kalinya mereka dikelilingi oleh segala macam biantang, di antaranya kadal besar yang bersayap dan bahkan ular-ular, yang menunjukkan jalan bagi mereka.
Sesudah itu, ketika tiada dapat meneruskan perjalanan melintasi padang pasir di mana mereka berada, aku melihat suatu mukjizat yang menakjubkan. Di sisi kanan kiri jalan, bermunculan tanam-tanaman Mawar dari Yerikho dengan ranting-rantingnya yang garing, bunga-bunga kecilnya di tengah, dan batangnya yang lurus. Sekarang mereka bergerak ke arah bunga-bunga itu dengan penuh sukacita. Sejauh mata memandang tanaman-tanaman ini bermekaran, demikianlah hingga memenuhi seluruh dataran. Aku melihat bahwa diwahyukan kepada Santa Perawan bahwa kelak di kemudian hari orang-orang dari daerah ini akan mengumpulkan bunga-bunga mawar ini dan menjualnya kepada para pengelana sebagai ganti roti. Nama daerah ini kedengaran seperti Gaza, atau Goze.
Aku melihat Keluarga Kudus tiba di sebuah kota dan wilayah yang disebut Lepe atau Lape, di mana terdapat banyak kanal dan saluran air dengan tanggul-tanggul yang tinggi. Aku melihat mereka menyeberangi sungai di atas sebuah rakit. Maria duduk di atas sebuah tunggul kayu, dan keledai berdiri di atas sesuatu seperti palungan atau bak kayu. Dua orang laki-laki yang buruk rupanya, berkulit coklat, berhidung pesek dan berbibir tebal, berpakaian setengah telanjang, menyeberangkan mereka. Para pengelana kudus kita sekarang tiba di rumah di pinggiran kota; tetapi para penghuninya begitu kasar dan tak berbelas kasihan hingga, tanpa mengatakan sepatah kata pun, Maria dan Yosef melanjutkan perjalanan. Aku pikir ini adalah kota kafir Mesir pertama yang mereka datangi. Hingga sekarang ini, Keluarga Kudus telah melewatkan sepuluh hari perjalanan di wilayah Yahudi dan kemudian sepuluh hari di padang belantara.
Selanjutnya aku melihat Keluarga Kudus di wilayah Mesir, di suatu dataran hijau dengan padang-padang berumput. Di pepohonan digantungkan berhala-berhala seperti boneka-boneka yang dibedung, atau seperti ikan-ikan yang dibungkus dengan pita-pita lebar yang di atasnya digambar figur atau huruf-huruf. Di sana sini, aku melihat orang-orang gemuk, tetapi pendek perawakannya, menghampiri berhala-berhala ini dan menyembahnya. Keluarga Kudus beristirahat sejenak di bawah sebuah naungan ternak; hewan-hewan menyingkir atas kehendak mereka sendiri untuk memberi tempat bagi mereka. Keluarga Kudus merasa lapar, namun tiada memiliki roti atau air. Maria tiada lagi memiliki makanan untuk Bayinya, dan tak seorang pun memberi mereka suatupun. Segala bentuk penderitaan manusia dialami Keluarga Kudus sepanjang pelarian ini.
Akhirnya, beberapa gembala datang untuk memberi minum ternak mereka. Para gembala ini pun akan pergi tanpa memberi Keluarga Kudus suatupun, andai Yosef tidak mendesak mereka untuk membuka kunci sumur dan mengijinkan mereka mengambil sedikit air.
Lagi, aku melihat Keluarga Kudus penat dan letih di sebuah hutan. Sementara keluar dari hutan, mereka melihat sebuah pohon kurma yang tinggi ramping dengan buah-buahnya bergerombol bagai sedompol anggur di pucuk atas pohon. Maria menghampiri pohon dengan Kanak-kanak Yesus dalam gendongannya, berdoa dan mengunjukkan Putranya ke arah pohon. Seketika itu juga pohon kurma membungkukkan pucuknya, seolah berlutut, sehingga Maria dapat mengumpulkan semua buah-buahnya. Sesudahnya, pohon itu tetap dalam posisi demikian. Aku melihat Maria membagikan sebagian dari buah-buah kurma itu kepada anak-anak yang telanjang, yang berlarian mengikuti mereka dari desa terakhir yang mereka lalui.
Seperempat jam jauhnya dari pohon kurma, berdiri suatu pohon lain yang luar biasa besar, amat tinggi dan batang pohonnya berlubang seperti sebuah pohon oak tua. Di dalam pohon ini Keluarga Kudus menyembunyikan diri dari orang-orang yang mengikuti mereka. Sore hari, aku melihat mereka bernaung dalam tembok-tombok suatu bangunan yang telah rusak di mana mereka melewatkan malam.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|
|