Bab 26
Keluarga Kudus di Matarea


Keluarga Kudus meninggalkan Heliopolis karena sikap bermusuhan yang ditujukan kepada mereka di sana dan karena Yosef tak dapat memperoleh pekerjaan. Mereka bergerak ke selatan ke arah Memphis. Ketika melewati sebuah kota kecil tak jauh dari Heliopolis, mereka berhenti di sebuah halaman terbuka di depan sebuah kuil kafir dan duduk untuk beristirahat; sekonyong-konyong berhala tumbang dan jatuh hancur berkeping-keping. Berhala itu berkepala sapi dengan tiga tanduk, dengan rongga-rongga di tubuhnya di mana kurban-kurban ditempatkan untuk dibakar. Seketika itu juga timbul kegemparan di antara para imam kafir; mereka menangkap Keluarga Kudus dan mengancam mereka. Sementara para imam berunding mengenai tindakan apa yang akan mereka ambil, salah seorang dari mereka mengemukakan pendapat bahwa menurutnya tindakan terbaik yang dapat mereka lakukan adalah mempercayakan diri mereka kepada Allah orang-orang asing ini; sebab ia ingat, katanya, betapa tulah telah menimpa leluhur mereka ketika mereka menganiaya orang-orang ini, dan bagaimana pada malam sebelum orang-orang Israel ini keluar dari Mesir, anak-anak sulung di setiap rumah Mesir didapati tewas. Kata-kata ini amat berpengaruh, dan Keluarga Kudus dibiarkan pergi dengan selamat. Imam kafir yang berkata demikian ini tak lama kemudian pergi ke Matarea bersama beberapa orang-orangnya, dan di sana menggabungkan diri dengan Keluarga Kudus dan komunitas Yahudi.

Selanjutnya Maria dan Yosef pergi ke Troja, sebuah tempat di sebelah timur Sungai Nil, seberang Memphis. Troja adalah suatu wilayah yang luas namun amat kumuh. Keluarga Kudus berpikiran untuk tinggal di sana, tetapi mereka tidak diterima dengan baik; sungguh, mereka bahkan tidak mendapatkan seteguk air, apalagi beberapa biji kurma, meski mereka telah memohon dengan sangat. Memphis terletak di sebelah barat Sungai Nil, yang di sini teramat luas dengan beberapa pulau di atasnya. Sebagian dari kota juga terhampar di sisi sebelah timur sungai dan di sini, pada masa Firaun, terdapat sebuah istana besar dengan kebun-kebun dan menara-menara tinggi; dari puncak menara puteri Firaun biasa menatap ke bawah ke arah sekeliling negeri. Aku melihat tempat di mana, di antara buluh-buluh pandan yang tinggi, bayi Musa ditemukan. Memphis adalah bagai tiga kota dalam satu, sebab dibangun di atas kedua sisi Sungai Nil, dan tampaknya dihubungkan juga dengan Babel, sebuah kota yang terbentang di sebelah timur sungai dan lebih dekat ke hilir. Pada masa Firaun, seluruh wilayah sekeliling Sungai Nil antara Heliopolis, Babel dan Memphis, begitu dipenuhi oleh kanal, bangunan, dan bendungan batu hingga semuanya itu tampak membentuk satu kota besar yang tak terpisahkan. Tetapi, pada masa Keluarga Kudus, semuanya terpisah-pisah oleh timbunan sampah yang menjadi pembatas di antara mereka.

Dari Troja, para pengelana kudus melanjutkan perjalanan ke utara menyusuri sungai menuju Babel, sebuah kota kumuh di dataran rendah. Antara Sungai Nil dan Babel, mereka mengambil rute yang sama dengan kala mereka datang dan berbalik kembali sepanjang dua jam perjalanan jauhnya. Bangunan-bangunan rusak berserakan di sana sini sepanjang jalan. Setelah menyeberangi sebuah cabang sungai kecil, atau kanal, mereka tiba di Matarea, yang dibangun di atas sebuah tanjung yang menjorok ke Sungai Nil. Sungai mengaliri kedua sisi kota. Secara umum, Matarea adalah sebuah tempat yang cukup berantakan; bangunan-bangunannya sebagian besar dibangun secara asal dari hanya kayu palma dan lumpur padat dan atapnya dari buluh-buluh pandan. Ada banyak pekerjaan bagi Yosef di sini. Ia membangun rumah-rumah yang lebih kokoh dari anyam-anyaman dengan serambi-serambi sekelilingnya ke mana para penghuni dapat pergi mencari udara segar ataupun bersantai.

Di sini, Keluarga Kudus tinggal dalam sebuah gua yang gelap yang atasnya melengkung, dan yang terletak di sebuah tempat terpencil lebih ke arah darat, tak jauh dari gerbang darimana mereka masuk. Yosef, sebagaimana di Heliopolis, mendirikan sebuah sekat tipis di depannya. Di sini juga, pada saat mereka datang, sebuah berhala di sebuah kuil kecil roboh dan kemudian semua berhala roboh pula hancur berkeping-keping. Penduduk gempar, tetapi seorang dari para imam menenangkan mereka dengan mengingatkan mereka akan tulah di Mesir. Beberapa waktu kemudian, ketika komunitas kecil kaum Yahudi dan orang-orang kafir yang bertobat berkumpul sekeliling Keluarga Kudus, para imam memberikan kepada mereka kuil kecil yang berhalanya roboh itu, dan Yosef mengubahnya menjadi sebuah sinagoga. Yosef bagai seorang bapa bagi komunitas tersebut. Yosef mengajari mereka bagaimana memadahkan Mazmur dengan benar, sebab praktek keagamaan di wilayah-wilayah itu telah begitu merosot.

Hanya orang-orang Yahudi termiskin yang tinggal di sini di Babel, di gubug-gubug dan gua-gua yang paling kumuh. Tetapi di pemukiman kaum Yahudi antara On dan Sungai Nil, ada banyak orang Yahudi dan mereka lebih baik taraf hidupnya. Mereka mempunyai sebuah kuil tetap, sebab mereka telah jatuh ke dalam pemujaan berhala yang mengerikan. Mereka mempunyai sebuah patung anak sapi dari emas, suatu figur berkepala sapi, yang dikelilingi oleh figur-figur kecil binatang-binatang seperti kuskus atau Ichneumon. Binatang yang disebut terakhir ini melindungi manusia dari buaya. Mereka juga mempunyai sebuah tiruan Tabut Perjanjian dan benda-benda kejijikan di dalamnya. Pemujaan berhala yang mereka praktekkan adalah yang paling mengerikan dan, dalam sebuah ruang bawah tanah, mereka melakukan kekejian yang paling aib, teperdaya oleh pengharapan bahwa darinya Messias akan datang. Mereka luar biasa tegar tengkuk dan tak hendak dipertobatkan. Namun demikian, di kemudian hari, banyak dari antara mereka yang meninggalkan pemukiman dan pergi ke Babel, kira-kira dua jam perjalanan jauhnya. Sebab banyaknya tanggul dan kanal, mereka tidak dapat mengambil jalan lurus melainkan harus mengitari On.

Orang-orang Yahudi di Tanah Gosyen ini telah mengenal Keluarga Kudus ketika Keluarga Kudus tinggal di On. Semasa di On, Maria melakukan berbagai macam pekerjaan untuk mereka, seperti merajut dan menyulam selimut-selimut dan kain-kain. Santa Perawan tidak pernah melakukan pekerjaan untuk kesia-siaan atau kemewahan semata, melainkan hanya apa-apa yang dibutuhkan dan jubah-jubah untuk ibadat. Aku melihat perempuan-perempuan datang membawa pekerjaan untuknya, yang mereka inginkan seturut hasrat kesia-siaan dan mode, dan Maria mengembalikannya meski sungguh membutuhkan upah yang dapat diperoleh darinya. Para perempuan itu mencemooh dan dengan sinis menghinakannya.

Keluarga Kudus pada mulanya banyak menderita karena hidup berkekurangan. Air bersih tak dapat diperoleh, juga kayu; penduduk mempergunakan hanya rerumputan dan jerami kering untuk memasak. Keluarga Kudus biasa menyantap makanan dingin. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan Yosef. Ia memperbaiki gubug-gubug penduduk; tetapi mereka memperlakukannya nyaris seperti budak, memberi upah atas jerih payahnya sebatas yang mereka sendiri pikir pantas. Terkadang ia membawa pulang sesuatu sebagai upah kerjanya, tetapi terkadang ia harus pulang dengan tangan kosong. Penduduk di sana sungguh tidak cakap dalam membangun gubug-gubug mereka. Tidak ada kayu, dan meski aku melihat ada satu dua balok kayu tergeletak di sana sini, aku perhatikan mereka tidak mempunyai perkakas untuk mengerjakannya. Mereka hanya mempunyai pisau-pisau dari tulang atau batu. Yosef membawa perkakas-perkakas yang paling penting bersamanya.

Keluarga Kudus segera hidup agak lebih mapan. Mereka mempunyai bangku-bangku kecil tanpa sandaran dan meja-meja, sekat-sekat anyaman, dan perapian yang ditata rapi pula. Orang-orang Mesir makan dengan duduk di atas lantai. Pada dinding kamar tidur Maria, aku melihat sebuah relung yang dibuat Yosef, dan di dalamnya ditempatkan tempat tidur kecil Yesus. Pembaringan Maria berada di sebelahnya, dan aku kerap melihatnya berlutut di tengah malam khusuk berdoa kepada Allah di depan pembaringan kecil itu. Yosef tidur di kamar lain.

Oratorium Keluarga Kudus berada di sebuah lorong di luar. Yosef dan Santa Perawan mempunyai tempat masing-masing yang terpisah dan Yesus juga mempunyai tempat-Nya sendiri di pojok, di mana Ia berdoa dengan duduk, berdiri, atau berlutut. Di depan tempat Santa Perawan terdapat semacam altar kecil, sebuah meja kecil dengan taplak merah dan putih. Meja ini seperti daun meja yang berengsel yang dapat dibuka atau dilipat pada dinding. Ketika meja dibuka dari dinding, terlihatlah sebuah rak dalam dinding; di atas rak terdapat berbagai macam benda yang dianggap sakral. Aku melihat tanam-tanaman perdu kecil dalam pot-pot yang dibentuk seperti piala-piala. Aku melihat ranting yang telah layu meski masih utuh, yang di ujungnya terdapat bunga lili yang mekar di tangan Yosef ketika ia terpilih berdasarkan undi di Bait Allah untuk menjadi mempelai Maria. Aku juga melihat sesuatu seperti batang-batang yang indah, tipis, berwarna putih yang ditempatkan bersilang di bagian relung yang bulat. Ranting dengan bunga lili diujungnya itu adalah ujung tongkat St Yosef. Ranting itu ditancapkan dalam sebuah kotak yang garis tengahnya sekitar satu dan setengah inci. Batang-batang kecil yang disusun bersilang ditempatkan dalam sebuah kotak yang transparan. Ada sekitar lima batang-batang kecil putih setebal jerami yang besar. Kelimanya disilangkan dan diikat di tengah membentuk semacam suatu berkas kecil. Tetapi, dalam suatu penglihatan, orang tidak terlalu menaruh perhatian pada hal-hal yang demikian; pikiran orang terutama tertuju pada pribadi-pribadi kudus yang hadir di sana.

Aku melihat Keluarga Kudus harus hidup dari buah-buahan dan air yang tidak bersih. Telah begitu lama mereka tidak mendapatkan air bersih hingga Yosef memutuskan untuk menempatkan kirbat-kirbatnya ke atas keledai dan pergi ke mata air kebun balsem di padang gurun untuk mendapatkan air bersih. Tetapi kepada Santa Perawan dikatakan dalam doa melalui penampakan seorang malaikat bahwa ia hendaknya mencari dan akan menemukan sebuah mata air di belakang tempat tinggal mereka yang sekarang ini. Aku melihat Santa Perawan mendaki bukit di mana mereka tinggal, menuju suatu tanah kosong yang terbentang beberapa jaraknya di antara tembok-tembok yang rusak. Sebuah pohon tua yang besar berdiri di sana. Di tangannya, Maria membawa sebuah tongkat dengan sekop kecil pada ujungnya, seperti yang biasa dibawa orang-orang negeri itu apabila bepergian. Ia menyekopkannya pada tanah dekat pohon, dan suatu aliran air yang jernih bening segera memancar. Dengan gembira ia bergegas kembali untuk memanggil Yosef, yang segera mencongkel kerak tanah bagian atas dan menemukan sebuah sumur yang telah digali di masa silam yang dibangun dengan bebatuan, tetapi yang untuk beberapa waktu lamanya tertimbun sampah dan mengering. Yosef segera memulihkannya ke keadaan semula dan menata sekelilingnya dengan bebatuan sehingga tampak amat indah. Di sisi sumur dari mana Maria tadi datang, terdapat sebuah batu besar nyaris serupa altar. Aku pikir, batu besar itu dipergunakan untuk tujuan itu di masa silam.

Sesudahnya, Santa Perawan sering mencuci baju Yesus di sini dan mengeringkannya di bawah sinar matahari. Sumur tetap tersembunyi dan dipergunakan hanya oleh Keluarga Kudus hingga Yesus cukup besar untuk melakukan berbagai pekerjaan kecil dan bahkan menimba air untuk BundaNya. Suatu ketika aku melihat-Nya membawa anak-anak lain ke sumur dan memberi mereka minum air yang Ia cedok dengan sehelai daun yang dijadikannya sendok. Anak-anak kecil ini memberitahukannya kepada orangtua mereka, sehingga keberadaan sumur diketahui yang lainnya. Mereka sekarang mulai pergi ke sana juga, meski sumur itu tetap terutama dipergunakan untuk kepentingan orang-orang Yahudi. Bahkan di jaman Keluarga Kudus, sumur itu mempunyai daya penyembuh bagi mereka yang terjangkit kusta.

Di kemudian hari, ketika sebuah kapel kecil telah dibangun di atas tempat tinggal Keluarga Kudus, dekat altar yang tinggi terdapat tangga ke bawah menuju ke tempat tinggal Keluarga Kudus. Di sanalah aku melihat sumur itu. Tempat itu dikelilingi rumah-rumah, dan airnya dipergunakan untuk menyembuhkan kusta dan penyakit-penyakit sejenis. Bahkan orang-orang Turki memasang lentera yang senantiasa menyala di kapel kecil itu, dan mereka takut akan ditimpa kemalangan apabila lalai melakukannya. Tetapi, terakhir kali aku melihatnya, sumur itu tinggal sepi sendiri, hanya dikelilingi oleh pepohonan.

Aku melihat Kanak-kanak Yesus untuk pertama kalinya menimba air dari sumur untuk BundaNya. Maria sedang berdoa ketika Kanak-kanak itu menyelinap pergi ke sumur dengan sebuah kirbat dan membawanya kembali penuh berisi air. Maria begitu tersentuh kala ia melihat-Nya datang membawa air. Maria berlutut dan memohon dengan sangat kepada-Nya untuk jangan pernah lagi melakukannya, sebab Ia dapat terjatuh ke dalam sumur. Tetapi Yesus menjawab bahwa Ia akan berhati-hati dan bahwa Ia ingin dapat membantunya menyediakan air kapanpun BundaNya membutuhkannya. Jika Yosef kebetulan bekerja agak sedikit jauh dari rumah, dan sebuah perkakasnya tertinggal, aku biasa melihat Kanak-kanak Yesus berlari mengambil dan menghantarkannya kepada bapaNya. Kanak-kanak itu memperhatikan segala hal. Aku pikir sukacita yang dialami Maria dan Yosef oleh karena-Nya pastilah jauh melampaui segala derita mereka. Meski sepenuhnya kanak-kanak, Ia sungguh bijak, cakap dalam segala hal; Ia tahu dan paham segala sesuatu. Aku sering melihat Maria dan Yosef dipenuhi kekaguman yang tak terkira.

Ketika Kanak-kanak Yesus menghantarkan kain-kain sulaman atau tenunan BundaNya kepada pemiliknya, dengan pengharapan mendapatkan roti sebagai upah, aku sering melihat-Nya pada mulanya diolok-olok, dan sebab itu Ia bersedih hati. Tetapi selang beberapa waktu kemudian, Keluarga Kudus sungguh amat dikasihi oleh orang-orang di sana. Aku melihat anak-anak lain membawakan buah ara dan kurma bagi Yesus, sementara banyak orangtua yang mencari Keluarga Kudus untuk mendapatkan pertolongan maupun penghiburan. Mereka yang menghadapi masalah biasa mengatakan, “Marilah kita pergi kepada Kanak-kanak Yahudi itu.” Aku melihat Kanak-kanak Yesus melakukan berbagai macam hal, bahkan pergi ke sebuah kota Yahudi yang satu mil jauhnya, untuk mendapatkan roti sebagai upah kerja BundaNya. Binatang-biantang liar, yang banyak jumlahnya sepanjang perjalanan yang dilalui-Nya, tidak menganggu-Nya; sebaliknya, binatang-binatang itu dan bahkan ular-ular menunjukkan kasih kepada-Nya. Suatu kali aku melihat-Nya pergi bersama anak-anak lain ke kota Yahudi; Ia menangis pilu melihat kemerosotan moral orang-orang Yahudi.

Ketika untuk pertama kalinya Ia pergi seorang diri ke kota Yahudi itu, Ia mengenakan, juga untuk pertama kalinya, jubah coklat tenunan BundaNya. Jubah itu sekeliling pinggirnya diberi hiasan bunga-bunga kuning. Aku melihat-Nya berlutut dan berdoa dalam perjalanan. Dua orang malaikat menampakkan diri kepada-Nya memaklumkan kematian Herodes, tetapi Ia tidak mengatakan apa-apa mengenainya kepada orangtua-Nya.


sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Inkarnasi Mahakudus          previous  Halaman Sebelumnya     Halaman Selanjutnya  next      up  Halaman Utama