Bab 8
![]() Persiapan Maria Dipersembahkan ke Bait Allah
![]() ![]() Kanak-kanak Maria dalam Busana Upacara
Maria berusia tiga tahun tiga bulan ketika ia mengucapkan kaul untuk menggabungkan diri dengan para perawan Bait Allah. Perawakannya amat lemah lembut dan rambutnya yang keemasan cenderung berombak di ujungnya. Maria telah setinggi anak usia lima atau enam tahun di desa kita. Puteri Maria Heli beberapa tahun lebih tua usianya dari Maria, perawakannya juga lebih kokoh dan kuat. Aku melihat di rumah Anna persiapan-persiapan dilakukan untuk peristiwa masuknya Maria ke Bait Allah. Ini merupakan suatu peristiwa besar. Lima imam telah datang dari Nazaret, Sephoris dan daerah-daerah lain, di antaranya Zakharia dan putera dari saudara laki-laki ayah Anna. Mereka akan mengadakan suatu upacara sakral atas kanak-kanak Maria, semacam pengujian untuk melihat apakah ia cukup dewasa akal budinya untuk dapat diterima di Bait Allah. Di samping para imam, hadir pula saudari Anna dari Sephoris, Maria Heli bersama puterinya, beberapa gadis kecil lainnya dan para sanak saudara.
Busana-busana upacara yang dikenakan kanak-kanak Maria dalam perayaan ini dipotong sendiri oleh para imam dan beragam bagian jubah itu kemudian segera dijahit bersama oleh para perempuan yang hadir. Sepanjang upacara, kepada kanak-kanak Maria dikenakan busana-busana itu dan diajukan berbagai pertanyaan kepadanya. Upacara berlangsung amat khusuk dan khidmad, meski wajah para imam yang lanjut usia itu sesekali dihiasi senyum kekaguman atas ekspresi dan jawaban-jawaban yang diberikan kanak-kanak Maria; upacara juga kerap terinterupsi oleh airmata Yoakim dan Anna. Tiga busana lengkap dipersiapkan bagi Maria dan dikenakan padanya pada saat-saat yang berbeda sepanjang upacara sementara dilangsungkan tanya jawab. Segala peristiwa ini mengambil tempat di sebuah ruangan besar di sebelah ruang makan. Cahaya matahari masuk melalui sebuah lubang segiempat di tengah atap; lubang ini kerap ditutup dengan net. Lantai dihampari karpet merah. Di tengah ruangan berdiri sebuah meja yang dimaksudkan sebagai altar, dengan taplak merah dan di atasnya taplak putih transparan. Di atas altar terdapat sebuah lukisan dengan gambar-gambar Musa yang entah disulamkan atau ditempel dan kemudian dijahitkan di atasnya. Lukisan ini digantungkan bagai sebuah tirai di depan semacam lemari kecil berisi gulungan-gulungan tulisan dan doa. Musa digambarkan mengenakan mantol besar yang biasa dipakainya ketika berdoa, loh-loh Sepuluh Perintah Allah tergantung di salah satu pundaknya. Aku senantiasa melihat Musa digambarkan sebagai seorang yang tinggi perawakannya dan berbahu bidang. Ia memiliki kepala yang tinggi, agak serupa piramid, hidung kakaktua yang besar, dan di atas dahinya yang tinggi lebar terdapat dua tonjolan yang saling condong satu sama lain dan memberinya penampilan yang luar biasa. Di masa kanak-kanaknya, kedua tonjolan ini bagaikan kutil-kutil kecil. Warna kulitnya kecoklatan, cerah dan kemerahan, rambutnya cenderung merah. Aku melihat banyak tonjolan serupa yang dimiliki Musa pada dahi para nabi dan para pertapa kuno; terkadang hanya ada satu tonjolan tampak di tengah dahi.
Di atas altar kecil diletakkan ketiga set busana bagi kanak-kanak Maria bersama berbagai macam barang lainnya yang diberikan oleh para sanak saudara sebagai perbekalan Maria masuk ke Bait Allah. Semacam tahta berdiri di atas anak-anak tangga di hadapan altar. Para imam memasuki ruangan dengan bertelanjang kaki. Hanya tiga dari kelima imam yang ikut ambil bagian hingga ke pengujian dan memberkati kanak-kanak Maria, yang masih dalam busana biasa. Yoakim dan Anna hadir bersama para sanak saudara; para perempuan berdiri di belakang, dan gadis-gadis kecil di samping Maria. Seorang dari imam mengambil busana-busana dari altar, menjelaskan makna masing-masing, lalu menyerahkannya kepada saudari Anna yang dari Sephoris, yang kemudian mengenakannya pada kanak-kanak Maria.
Pertama-tama sebuah jubah rajutan kecil berwarna kuning dan kemudian korset berenda warna-warni yang pada bagian dadanya dihias dengan tali-tali. Korset dikenakan melalui kepala dan dikencangkan sekeliling tubuh. Di atasnya dikenakan sebuah mantol kecoklatan dengan lubang-lubang lengan, dari bagian atasnya tergantung lipatan-lipatan kain. Mantol ini terbuka di bagian leher, tetapi tertutup dari bagian dada ke bawah. Maria mengenakan sandal coklat dengan sol tebal berwarna hijau. Rambutnya yang berombak di bagian ujungnya, berwarna pirang kemerahan, ditata rapi dan sebuah mahkota sutera dengan bulu-bulu dikenakan di atasnya. Bulu-bulu itu satu jari panjangnya dan ditekuk ke dalam mahkota. Aku tahu burung mana dari negeri itu yang bulunya dipergunakan. Sebuah kain lebar persegiempat berwarna abu-abu dikenakan di atas kepalanya bagai sebuah kerudung besar. Kerudung ini dapat ditarik ke bawah lengan begitu rupa hingga menjadi semacam ambin. Tampaknya, sebuah mantol yang dipergunakan pada waktu berdoa dan penitensi, juga pada waktu bepergian.
Sekarang para imam mengajukan kepada kanak-kanak Maria segala macam pertanyaan sehubungan dengan disiplin yang diberlakukan bagi para perawan Bait Allah. Di antara hal-hal lainnya, mereka berkata kepadanya, “Ketika orangtuamu mempersembahkanmu kepada Bait Allah, mereka mengucapkan ikrar atas namamu bahwa engkau tidak akan minum anggur ataupun cuka, tidak makan buah anggur ataupun buah ara. Sekarang, apakah yang hendak engkau sendiri tambahkan pada ikrar ini? Pikirkanlah mengenai hal ini pada waktu engkau makan.” Orang-orang Yahudi, dan teristimewa para gadis, biasa minum cuka. Maria juga amat menyukainya. Ia diinterogasi mengenai hal-hal ini dan semacamnya.
Setelah itu, busana pertama ditanggalkan dan busana kedua dikenakan pada kanak-kanak Maria. Pertama-tama sebuah gaun berwarna biru langit, sebuah korset dengan lebih banyak hiasan, sebuah mantol berwarna sama tetapi agak lebih muda, dan sebuah kerudung putih mengkilap bagai sutera yang jatuh terjuntai ke belakang dalam lipatan-lipatan seperti kerudung seorang biarawati. Di atas kepala dikenakan sebuah karangan indah dari kuntum-kuntum bunga warna-warni yang ditata dengan dedaunan kecil berwarna hijau. Kemudian para imam mengenakan sebuah kerudung putih menutupi wajah kanak-kanak; kerudung dikencangkan di atas bagai sebuah topi. Kerudung ini dijepit dengan tiga gesper, satu di bawah yang lain, dengan demikian memungkinkan kerudung dinaikturunkan untuk menyingkapkan entah sepertiga, setengah atau bahkan seluruh wajah.
Kepada kanak-kanak Maria diajarkan penggunaan kerudung ini, bilamana harus dinaikkan atau diturunkan pada waktu makan atau saat menjawab pertanyaan, dan sebagainya. Dalam busana ini, Maria dihantar ke meja makan di ruang sebelah di mana ia duduk di antara dua dari para imam sementara imam ketiga duduk di seberangnya. Para perempuan dan anak-anak duduk di satu ujung meja terpisah dari para laki-laki. Sepanjang makan, para imam melatih kanak-kanak Maria dalam banyak hal sehubungan dengan penggunaan kerudung, mengajukan petanyaan-pertanyaan dan menanggapi jawaban kanak-kanak, dan juga dalam banyak hal lain sehubungan dengan upacara-upacara yang biasa diadakan. Mereka mengatakan kepadanya, “Engkau masih diperbolehkan menyantap segala macam makanan,” dan mereka menawarkan kepadanya berbagai macam hidangan, mencobainya guna melihat sampai seberapa jauh pantangnya. Tetapi Maria membangkitkan rasa kagum mereka dengan segala apa yang ia lakukan dan katakan. Ia mencicipi hanya sedikit saja hidangan dan menjawab segala pertanyaan mereka dalam kesahajaan dan kebijaksanaan. Sepanjang perjamuan dan pengujian, aku melihat malaikat-malaikat melayang-layang sekeliling kanak-kanak Maria, membimbing serta membantunya dalam segala hal.
Setelah perjamuan usai, semua kembali ke ruang sebelah dan berdiri di hadapan altar. Kepada kanak-kanak Maria dikenakan sebuah busana upacara yang baru. Saudari Anna yang dari Sephoris melayani imam dalam upacara, di mana imam menjelaskan makna busana-busana upacara dan berbicara mengenai hal-hal rohani. Jubah yang sekarang dikenakan pada kanak-kanak Maria adalah yang terindah dari semuanya. Ia mengenakan sebuah gaun biru-lembayung yang ditenun dengan pola bunga-bunga kuning, dan di atasnya sebuah korset bersulam warna-warni. Korset sekarang dikencangkan pada kain yang menutup punggung, dijepitkan pada baju yang dijalin, dan jatuh terjuntai pada sebuah ujung. Di atasnya dikenakan sebuah mantol biru-lembayung, yang terlebih indah dan terlebih agung, bagian belakangnya bundar amat mirip sebuah kasula. Ketika kasula ditutupkan di dada, kasula membentuk gelembung-gelembung di bagian lengan, di mana kedua lengan dapat beristirahat di dalamnya namun tetap terlihat. Terdapat lima baris sulaman emas di bagian depan dari atas ke bawah; sekeliling kelimannya sendiri juga bersulam. Bagian tengah jubah dihiasi dengan kancing-kancing atau kait-kait yang mengancingkan mantol. Lalu dikenakan sebuah kerudung besar yang dapat berubah-ubah warna, sekilas berwarna putih sekilas biru-lembayung. Di atas kerudung ditempatkan sebuah mahkota berupa sebuah lingkaran tipis yang lebar berlapis emas; bagian atasnya terdiri dari ujung-ujung dengan bola-bola kecil. Sebuah jaring-jaring dari sutera yang menutup bagian tengah mahkota, dihiasi bunga-bunga mawar kecil dari bahan yang sama; di bagian tengah mawar-mawar ini ditempatkan lima buah mutiara.
Dalam busana pesta ini, kanak-kanak Maria ditempatkan di atas anak-anak tangga di depan altar dengan gadis-gadis kecil di sampingnya. Sekarang Maria mengulangi ikrarnya untuk berpantang daging, ikan dan susu, untuk mengkonsumsi hanya suatu minuman tertentu yang dibuat dari sari sejenis buluh yang direndam dalam air. Bahan ini banyak dipergunakan oleh kaum miskin Palestina, sama seperti di sini, di negeri kita, air beras atau gerst diminum oleh kaum miskin. Pada minuman ini, Maria mengusulkan untuk sesekali menambahkan jus terebinthine. Jus ini seperti minyak yang putih dan kental, amat menyejukkan, meski tidak setara dengan balsam. Maria menyatakan ikrar untuk juga menjauhkan diri dari rempah-rempah dan buah-buahan dengan pengecualian semacam berry kuning yang berbuah dalam berkas-berkas. Aku mengenal buah ini dengan baik; anak-anak dan kaum miskin memakannya di negeri itu. Ia mengatakan juga bahwa ia akan tidur di tanah tanpa alas dan bangun tiga kali setiap malam untuk berdoa. Para perawan Bait Allah biasa bangun satu kali setiap malam.
Ketika mendengar ini, Anna dan Yoakim berurai airmata. Yoakim memeluk puterinya erat-erat sembari berkata, “Ah, anakku, itu terlalu berat! Jika engkau hidup dalam matiraga yang begitu keras, aku, bapamu yang tua dan malang ini, tidak akan pernah melihatmu lagi.” Peristiwa ini sungguh teramat mengharukan.
Tetapi para imam menjawab kepada kanak-kanak Maria bahwa ia harus sama seperti yang lainnya, bangun satu kali saja tengah malam, dan mereka menetapkan ketentuan-ketentuan lain yang lebih ringan untuknya. Akhirnya mereka mengatakan, “Banyak perawan lain masuk ke Bait Allah tanpa perbekalan atau bahkan tanpa uang untuk menopang biaya hidup mereka. Oleh karena itu, dengan sepersetujuan orangtua, mereka wajib mencuci busana-busana imam yang terpercik darah dan busana-busana wool yang tebal. Ini sungguh suatu pekerjaan berat yang tak dapat diselesaikan tanpa tangan-tangan bedarah. Tetapi engkau tidak akan pernah diminta untuk pelayanan-pelayanan yang demikian sebab orangtuamu telah membekalimu dengan biaya hidup di Bait Allah.”
Tanpa ragu Maria segera menjawab bahwa ia siap bahkan untuk pekerjaan yang demikian, jika ia dipandang layak untuk melakukannya. Mendengar ini, lagi Yoakim tak mampu menguasai perasaannya.
Sepanjang upacara-upacara kudus ini, aku melihat Maria sesekali menjadi begitu tinggi hingga bahkan melampaui para imam. Bagiku, ini merupakan suatu tanda akan kebijaksanaan dan rahmatnya. Para imam terkagum-kagum, sekaligus dipenuhi khidmad dan sukacita.
Akhirnya, Maria diberkati oleh para imam. Aku melihatnya bersinar dalam cahaya sementara ia berdiri di altar tahta yang kecil, dua orang imam di masing-masing sisinya dan seorang imam di hadapannya. Para imam memegang gulungan-gulungan tulisan dan mereka berdoa atas kanak-kanak Maria dengan tangan-tangan terentang atasnya. Pada saat itu, aku melihat suatu penglihatan yang mengagumkan atas kanak-kanak Maria. Oleh kebajikan berkat, Maria tampak menjadi transparan. Dalam dirinya ada kemuliaan, sebuah halo yang cemerlang tak terkatakan; dan dalam halo itu muncul Misteri Tabut Perjanjian, seolah dalam sebuah piala kristal yang kemilau. Aku melihat hati Maria terbuka bagai pintu-pintu sebuah bait. Sekeliling Tabut Perjanjian terbentuklah sebuah tabernakel dari batu-batu berharga yang mengandung berbagai makna bagai sebuah tahta surgawi. Yang Kudus dari Tabut Perjanjian masuk ke dalam hati Maria melalui pintu-pintu yang terbuka, seperti Tabut Perjanjian masuk ke dalam Yang Mahakudus dari yang Kudus di Bait Allah, seperti ostensorium [= monstrans] masuk ke dalam tabernakel. Aku melihat bahwa dengan ini kanak-kanak Maria dipermuliakan; ia melayang-layang di atas bumi. Dengan masuknya Sakramen ini ke dalam hati Maria, yang segera menutup sesudahnya, penglihatan memudar, dan aku melihat kanak-kanak Maria sepenuhnya dirasuki oleh semangat yang berkobar-kobar. Dalam penglihatan yang mengagumkan ini, aku melihat bahwa imam Zakharia menerima suatu keyakinan batin, suatu pencerahan surgawi, bahwa Maria adalah bejana terpilih dari Misteri Keselamatan. Aku melihat Zakharia menerima seberkas sinar dari berkat yang dalam penglihatanku masuk ke dalam Maria.
Dan sekarang para imam membimbing kanak-kanak Maria kepada orangtuanya. Anna mendekapkannya ke dadanya serta menciumnya, tetapi Yoakim yang begitu tersentuh menaruh hormat mendalam pada Maria dan hanya menggenggam tangannya. Saudari sulungnya, Maria Heli, memeluk kanak-kanak terberkati dengan terlebih hangat daripada Anna, yang adalah seorang perempuan yang amat serius, praktis, tidak berlebihan dan penuh penguasaan diri. Kemenakan kecil, Maria Kleopas, bersikap sebagaimana layaknya seorang kanak-kanak, dan dengan gembira memeluk kanak-kanak Maria.
Sesudah Maria mendapatkan selamat dari semua yang hadir, busana upacaranya ditanggalkan dan ia tampil kembali dalam busananya yang biasa. Menjelang sore beberapa dari antara para tamu, termasuk sebagian dari para imam, pulang ke rumah. Aku melihat para tamu yang masih tinggal sambil berdiri menyantap makanan ringan; ada buah-buahan dan ketul-ketul roti dalam mangkok dan hidangan-hidangan di atas sebuah meja yang rendah. Mereka semua minum dari sebuah piala. Para perempuan makan secara terpisah.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|
|