Bab 11
![]() Yesus di Sunem, Ulama dan Kapernaum
Sore hari Yesus pergi melintasi Jezrael dan sekitar tiga jam lebih jauh menuju Sunem, sebuah tempat terbuka di atas sebuah bukit. Sebagian dari para murid telah mendahului ke sana guna melakukan persiapan dengan pemilik penginapan di gerbang masuk kota. Lembah subur yang baru saja dilintasi Yesus terhampar di sebelah selatan Jezrael. Ia melintasi wilayah Jezrael tanpa menarik perhatian, dan lalu berbalik ke utara menuju Sunem. Dekat kota ini, yakni berjarak satu dua jam, ada dua kota lain, salah satunya dilintasi Yesus dalam perjalanan-Nya dari Kislot-Tabor ke Jezrael.
Penduduk Sunem menggantungkan hidup pada tenunan. Mereka menenun pinggiran tipis dari gulungan sutera, polos atau berbunga-bunga. Sunem tidak terletak di Lembah Esdrelon, tetapi lebih ke arah pegunungan berdiri.
Khalayak ramai yang berkerumun sekeliling Yesus sungguh menakjubkan, dan jumlah mereka bertambah-tambah banyak. Orang banyak mengelilingi-Nya di mana saja, merebahkan diri di hadapan-Nya, berseru-seru dan berteriak-teriak bahwa seorang Nabi baru telah muncul, Seorang yang diutus Allah! Banyak yang tulus dalam pemakluman mereka, tetapi yang lain mengikuti karena rasa ingin tahu dan berteriak sekedar menambah hingar-bingar. Himpunan orang banyak begitu padat hingga nyaris bagai suatu huru-hara, dan karena di Galilea sini hingar-bingar semakin hari semakin meningkat, Yesus memutuskan untuk segera meninggalkannya. Sunem adalah kota asal si cantik Abisag yang melayani Daud di masa tuanya. Di sini ada sebuah penginapan yang sering disinggahi Elisa dan di mana ia membangkitkan kembali putera nyonya rumahnya yang telah mati. Penglihatan mengenainya memberiku informasi untuk mengenal tempat itu. Kota ini juga memiliki sebuah penginapan gratis bagi para pengembara tertentu. Penginapan didirikan sebagai peringatan akan Elisa. Akan tetapi, aku tidak tahu apakah itu adalah rumah yang dulu ditinggali Nabi, atau apakah rumah lain yang didirikan di atas lokasi yang sama. Yesus mengajar pada hari ini di sinagoga dan mengunjungi banyak rumah guna menghibur dan menyembuhkan yang sakit. Sunem dibangun agak kurang teratur sekeliling sebuah bukit yang dari puncaknya orang dapat memandang ke bawah ke arah kota. Sebuah jalan menghantar orang ke atas bukit. Rumah-rumah di atas bukit semakin ke atas semakin kecil, yang paling atas hanya berupa gubuk-gubuk. Puncak bukit dikelilingi oleh sebuah tempat terbuka di atas mana berdiri sebuah kursi guru. Kursi itu dikelilingi pagar-pagar kayu yang runcing; di atasnya sebuah tenda dapat dihamparkan sebagai perlindungan terhadap matahari.
Ketika Yesus keesokan paginya bersama para murid menuju kursi guru, seluruh tempat terasa hidup dengan kegembiraan. Mereka telah membawa banyak orang sakit dalam tandu-tandu, dan menempatkan mereka semua di sepanjang jalan menuju bukit. Yesus mendaki dengan melewati orang banyak yang hiruk-pikuk sambil menyembuhkan sementara Ia lewat. Banyak orang telah memanjat atap-atap, agar dapat lebih baik melihat dan mendengar segala yang akan Ia lakukan dan katakan. Dari kursi guru di puncak bukit, pemandangan sungguh indah, terhampar hingga Tabor. Yesus mengecam kecongkakan dan kesombongan orang-orang Sunem yang, bukannya bertobat, melakukan penitensi, dan mentaati Perintah Allah, malahan pecah dalam teriakan sia-sia atas Nabi yang telah datang di tengah mereka, Utusan Allah, sebab mereka menganggap kedatangan-Nya sebagai suatu kehormatan karena jasa-jasa mereka sendiri, sedangkan Ia datang demi membuka mata mereka atas dosa-dosa mereka.
Sekitar pukul tiga siang Yesus meninggalkan Sunem. Dengan mengambil arah utara, setelah tiga jam Ia tiba di sebuah kota yang besar dan padat dengan tampilan yang lebih modern dari Sunem. Kota itu dikelilingi tembok-tembok yang begitu lebar hingga pepohonan tumbuh subur di atasnya. Kota ini disebut Ulama dan sekitar lima jam sebelah tenggara Tabor. Arbela sekitar dua jam sebelah utara. Di jalanan-jalanan kasar pegunungan sekitarnya terserak kerikil-kerikil putih tajam, sebab itu di Ulama dibuat banyak sol pelindung yang diikatkan di bawah kaki. Kota dibangun di atas sebuah gunung, dikelilingi oleh gunung-gunung lain, dan dalam suatu wilayah yang tak dapat dilalui sama sekali. Pohon-pohon anggur menyelimuti pegunungan itu dari kaki hingga puncaknya. Aku melihat di sana tanam-tanaman setinggi sebuah pohon, dahan-dahannya yang saling membelit setebal lengan orang. Pepononan itu menghasilkan buah-buah besar serupa labu, dan darinya dibuat botol-botol minum. (Mungkin jenis besar dari labu-botol, Calabash, yang tak dikenal Suster Emmerick. Perkiraan kami ini diteguhkan oleh perkataannya: "Buah itu tidak membentuk kayu sesungguhnya.") Ulama tidak tampak sekuno kota-kota lain; sungguh, ada sesuatu yang bahkan membuatnya tampak belum selesai. Penduduknya tidak menunjukkan karakter kesederhanaan Yahudi kuno, mereka tampaknya terarah pada peradaban dan gaya hidup yang lebih tinggi. Seolah bangsa Romawi atau bangsa-bangsa lain telah sebelumnya tinggal di antara mereka. Di sini seperti di tempat-tempat lain, himpunan orang banyak begitu besar, sebab mereka tahu bahwa Yesus akan merayakan Sabbat di Ulama. Beberapa dari antara para murid telah menggabungkan diri kembali dengan Yesus, di antara mereka adalah saudara sepupu Petrus - Yonatan - dan putera-putera para janda. Mereka seluruhnya berjumlah duapuluh orang. Petrus, Andreas, Yohanes, Yakobus Muda, Natanael Chased, dan Natanael sang mempelai juga datang. Yesus meminta mereka datang agar mereka dapat mendengar pengajaran-pengajaran-Nya dan membantu-Nya dalam pelayanan kepada mereka yang sakit, yang terkendala kesulitan karena hiruk-pikuknya khalayak ramai. Orang banyak telah mengetahui jalan dari mana Yesus akan datang, dan mereka pergi menyambut-Nya, dengan membawa dahan-dahan hijau dan dedaunan yang ditebarkan di jalan. Mereka telah menebarkan di jalanan kain-kain panjang yang mereka rendahkan bagi Yesus untuk dilangkahi-Nya, sementara pekik sukacita memaklumkan kedatangan sang Nabi. Para kepala pejabat setempat menjaga ketertiban dan secara resmi menyambut Yesus atas nama warga kota. Ada banyak orang kerasukan di Ulama, yang berteriak-teriak liar kepada Yesus dan menyerukan nama-Nya. Akan tetapi Ia memerintahkan mereka untuk diam. Bahkan di penginapan mereka tak membiarkan-Nya beristirahat. Mereka berlarian dalam amuk dan berteriak-teriak, hingga Ia kembali memeritahkan mereka untuk diam dan meminta agar mereka dipindahkan.
Di Ulama ada tiga sekolah: satu untuk ilmu hukum; satu untuk kaum muda; dan yang ketiga, sinagoga. Yesus memasuki rumah-rumah untuk menyembuhkan dan menghibur. Kemudian Ia mengajar di sekolah, berbicara teristimewa mengenai kesederhanaan dan hormat kepada orangtua; sebab dua inilah yang khususnya dibutuhkan orang-orang di sini. Ia juga mengecam pedas kesombongan mereka. Sia-sia dalam pemikiran akan kedatangan seorang Nabi di tengah mereka, mereka karena kesombongan mereka menjauhkan diri dari manfaat yang dapat diperoleh dari hari-hari penitensi dan pengajaran ini.
Hari Sabbat usai, orang-orang terhormat setempat mengadakan suatu perjamuan bagi Yesus di aula publik yang megah. Para rasul dan para murid yang telah pulang membatasi diri untuk sekedar mampir ke sanak saudara mereka. Kemudian mereka datang kepada Maria, dengan siapa para perempuan kudus menjadi semakin akrab.
Yohanes Pembaptis masih di tempat yang sama; para pengikutnya semakin berkurang. Herodes telah beberapa kali menemuinya dan kerap mengutus para pejabatnya untuk tujuan yang sama.
Pukul sembilan pagi sesudah Sabbat, Yesus pergi bersama para murid ke sebuah gunung yang di sepanjang punggungnya terdapat sebuah taman rekreasi atau tempat pemandian, sekitar seperempat jam dari kota. Taman ini nyaris sebesar pemakaman Dülmen. (Dülmen, kota kecil di mana Suster Emmerick melewatkan tahun-tahun akhir hidupnya). Di sana terdapat paviliun-paviliun dan rumah-rumah kecil musim panas, sebuah sumber mataair yang indah, dan sebuah tempat untuk mengajar. Yesus telah memerintahkan agar mereka yang sakit, yang jumlahnya banyak, dibawa dari kota ke sana, sebab karena orang banyak Ia tak dapat mengadakan penyembuhan di kota. Para murid sibuk mengatur, dan orang-orang sakit yang terbaring dalam usungan-usungan ditempatkan di bawah kemah-kemah dan di paviliun-paviliun. Orang banyak yang mengikuti dari kota begitu besar jumlahnya hingga banyak yang bahkan tak dapat sampai ke taman. Para hakim dan para imam juga ikut menjaga ketertiban. Yesus berjalan lewat dari satu usungan ke usungan lain dan menyembuhkan banyak orang. Apabila aku katakan banyak, pada umumnya yang aku maksudkan sekitar tigapuluh orang. Apabila aku katakan sedikit atau beberapa, yang aku maksudkan sekitar sepuluh orang. Yesus mengajar, dan menyinggung kematian Musa yang peringatannya akan segera dirayakan dengan suatu hari puasa, ketika makanan mereka yang telah dimasak akan ditempatkan di bawah abu, dan ketika mereka makan, seperti biasanya pada hari-hari yang demikian, suatu jenis roti tertentu. Ia juga menyinggung Tanah Perjanjian dan kesuburannya, yang hendaknya dimengerti bukan hanya sebagai makanan materiil bagi tubuh, melainkan juga sebagai makanan rohani bagi jiwa; sebab juga dalam para Nabi dan sabda Allah, buahnya adalah penitensi dan keselamatan yang dijanjikan bagi semua yang akan menerimanya.
Pengajaran ini berakhir dan aku melihat Yesus pergi ke sebuah bangunan dekat sana di mana mereka yang kerasukan dikumpulkan. Ia masuk dan mendapati mereka mengamuk dan berteriak-teriak. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang muda, sebagian dari mereka masih anak-anak. Yesus meminta mereka ditempatkan dalam suatu barisan, memerintahkan mereka agar diam, dan dengan satu kata membebaskan mereka dari roh jahat. Sebagian dari mereka jatuh pingsan. Orangtua dan teman-teman mereka hadir di sana, dan kepada semua Yesus menyampaikan beberapa patah kata nasehat dan pengajaran.
Sesudah Yesus mengajar di sinagoga, Ia meninggalkan kota dengan diam-diam; para murid telah pergi mendahului-Nya. Ia tahu bagaimana menanganinya. Tanpa memasuki satu kota pun dalam perjalanan, mereka berjalan menuju Kapernaum. Yesus hendak meninggalkan Galilea karena kegemparan besar yang timbul di sana. Ia berkelana bersama para murid sepanjang malam dan tiba di tempat BundaNya keesokan pagi. Isteri dan saudari Petrus ada di sana, juga mempelai perempuan dari Kana dan para perempuan lain. Rumah yang ditinggali Maria di sini sebagian besar seperti rumah-rumah sekitarnya dan sangat luas. Bunda Maria tidak pernah sendirian. Para janda tinggal dekat sana dan para perempuan dari Betsaida dan dari Kapernaum, yang rumahnya berada di antara kedua rumah ini, berkumpul sekelilingnya, juga satu dua orang dari antara para murid. Aku melihat mereka berpuasa dengan tanda-tanda kabung, para perempuan berselubung. Yesus mengajar di sinagoga Kapernaum; para murid dan para perempuan kudus hadir di sana.
Kapernaum, diukur dalam suatu garis lurus dari atas gunung, terletak sekitar satu jam dari Laut Galilea, tetapi dua jam jika orang pergi lewat lembah dan lewat Betsaida di selatan. Sekitar setengah jam di jalan dari Kapernaum ke Betsaida terdapat rumah-rumah, salah satunya di mana Maria tinggal. Sebuah aliran air nan indah mengalir dari Kapernaum ke danau. Dekat Betsaida aliran itu bercabang menjadi beberapa bagian, menjadikan tanah sangat subur. Maria tidak menyelenggarakan rumah tangga; ia tidak mempunyai baik kawanan ternak maupun ladang. Ia tinggal sebagai seorang janda atas pemberian teman-teman; Maria memintal, menjahit, merajut dengan jarum-jarum kayu kecil, berdoa, menghibur, dan mengajar para perempuan.
Yesus. pada hari kedatangan-Nya, mengadakan pembicaraan pribadi dengan BundaNya. Maria menangis atas mara bahaya besar yang mencancam-Nya karena timbulnya kegemparan di mana-mana akibat ajaran dan mukjizat-mukjizat-Nya, sebab kepada Maria telah disampaikan segala sungut-sungut dan hujat yang dilontarkan melawan Dia oleh mereka yang tak berani mengatakannya di depan muka-Nya. Akan tetapi Yesus mengatakan kepadanya bahwa waktu-Nya telah tiba, bahwa Ia akan segera meninggalkan wilayah-wilayah itu dan pergi turun ke Yudea di mana, sesudah Paskah, kedengkian yang terlebih besar akan timbul terhadap-Nya.
Sore itu di Kapernaum dimulailah suatu perayaan syukur atas hujan. Sinagoga dan bangunan-bangunan umum lainnya dihiasi semarak dengan pepohonan muda yang masih hijau dan piramide-piramide dari dedaunan, sementara dari serambi-serambi atap sinagoga dan gedung-gedung besar lainnya, sebuah alat mengagumkan dengan banyak nada dibunyikan. Para pelayan sinagoga memainkannya. Alat itu seperti sebuah kantong sekitar empat kaki panjangnya di mana terdapat beberapa pipa dan tempat-tempat meniup. Apabila kantong tidak digembungkan dengan angin, pipa-pipa ini tidur, satu di atas yang lainnya. Tetapi apabila alat itu dihembusi dengan napas seorang yang meniup dari salah satu tempat meniup, dua orang lain mengangkatnya dan (entah dengan meniupkan napas atau dengan alat pengembus) mengembuskan udara ke dalamnya. Lalu dengan membuka dan menutup katup-katup pipa yang berbeda, yang berdiri ke beberapa arah, sebuah suara nyaring dengan banyak nada dihasilkan. Mereka yang berdiri di samping alat meniupnya dengan jeda tertentu.
Di sinagoga Yesus menyampaikan suatu pengajaran yang sungguh menyentuh hati mengenai hujan dan kemarau. Ia menceritakan Elia yang berdoa di Gunung Karmel memohon hujan dan enam kali menanyakan kepada pelayannya apa yang dilihatnya. Yang ketujuh kalinya barulah sang pelayan menjawab bahwa ia melihat sebuah awan kecil muncul dari laut. Awan itu menjadi semakin besar hingga akhirnya mencurahkan hujan ke atas seluruh negeri. Kemudian Elia menjelajah seluruh negeri. Yesus menerapkan tujuh kali pertanyaan Elia itu pada rentang masa sebelum digenapinya Janji. Awan dijelaskan-Nya sebagai suatu simbol masa sekarang, hujan adalah suatu gambaran akan kedatangan Messias, yang ajaran-Nya harus tersebar luas kemana-mana dan memberikan hidup baru kepada semua orang. Barangsiapa haus hendaknya sekarang ia minum, dan barangsiapa telah mempersiapkan ladangnya hendaknya sekarang menerima hujan. Ini dikatakan dengan begitu menyentuh hati, begitu mengesankan hingga segenap pendengar-Nya, termasuk Maria dan para perempuan kudus lainnya, mencucurkan airmata.
Penduduk Kapernaum pada waktu itu sangat baik disposisinya. Ada tiga imam melayani sinagoga dan dekat sinagoga ada sebuah rumah di mana mereka tinggal. Yesus dan para murid-Nya yang paling karib kerap makan bersama mereka, sebab suatu tingkat keramah-tamahan tertentu selalu diberikan kepada guru yang mengajar di sinagoga.
Sore itu dan juga pagi-pagi esok harinya, aku mendengar mereka memainkan kembali alat musik mengagumkan itu. Perayaan dirayakan sepanjang keesokan harinya, tetapi hanya oleh anak-anak dan kaum muda yang menikmatinya dengan sepenuh hati. Sore hari perayaan, Yesus berpamitan kepada para murid yang bersama-Nya, juga mereka yang dari Betsaida, sebab pagi-pagi keesokan harinya Ia harus berangkat dari Kapernaum dan turun ke Yudea. Ia membawa hanya sekitar duabelas murid bersama-Nya, mereka yang dari Nazaret, dari Yerusalem, dan yang datang dari Yohanes.
sumber : “The Lowly Life And Bitter Passion Of Our Lord Jesus Christ And His Blessed Mother Together With The Mysteries Of The Old Testament: from the visions of Blessed Anne Catherine Emmerich”; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net
|
|