378. MENUJU GUNUNG ADOMIN.
7 Februari 1946
"Hari mulai gelap, kemanakah kita akan pergi?" para rasul saling bertanya satu sama lain. Mereka sedang berbicara dengan suara pelan tentang apa yang sudah terjadi. Mereka tidak mengatakan suatu pun dengan keras, karena mereka tidak ingin menyedihkan Guru, Yang jelas sedang larut dalam permenungan.
Malam tiba sementara mereka melanjutkan perjalanan, mengikuti Guru Yang masih sangat serius. Sebuah desa tampak di kaki rangkaian pegunungan yang amat terjal.
"Ayo kita berhenti untuk bermalam di sini," perintah Yesus. "Atau tepatnya, kamu berhenti di sini. Aku akan mendaki gunung-gunung itu untuk berdoa..."
"Sendirian? Ah! tidak! Engkau tidak akan mendaki Gunung Adomin sendirian! Dengan semua penyamun yang bersembunyi menantikan-Mu, tidak, Engkau tidak akan pergi!..." kata Petrus tegas.
"Apa yang bisa mereka lakukan terhadap-Ku? Aku tidak punya apa-apa!"
"Ada... Diri-Mu sendiri. Aku berbicara tentang penyamun yang sebenarnya, tentang mereka yang membenci-Mu. Dan nyawa-Mu sudah cukup bagi mereka. Engkau tidak akan pergi untuk dibunuh seperti... seperti... begitu, maksudku, dalam penyergapan secara pengecut. Engkau akan memberikan kepada para musuh-Mu kesempatan untuk menemukan entah cerita apa untuk mengalihkan orang banyak dari doktrin-Mu," Petrus bersikeras.
"Simon anak Yunus benar, Guru. Mereka akan sangat bisa menyingkirkan tubuh-Mu dan kemudian mengatakan bahwa Engkau telah melarikan diri karena Engkau menyadari bahwa kedok-Mu telah terbuka. Atau... mereka bahkan bisa membawa-Mu ke tempat-tempat yang terkenal jahat, ke rumah seorang pelacur, dan kemudian berkata, 'Lihat di mana dan bagaimana Dia mati? Dalam suatu pertikaian karena seorang pelacur.' Engkau dengan tepat mengatakan: 'Menganiaya suatu doktrin berarti menambah kekuatannya' dan aku melihat putra Gamaliel, yang tidak pernah lolos dari perhatianku, mengangguk setuju saat Engkau mengatakannya. Tetapi juga benar mengatakan bahwa mencemooh seorang kudus dan doktrinnya adalah senjata teraman untuk menyangkal doktrinnya dan membuatnya kehilangan muka di mata orang banyak," kata Yudas Tadeus.
"Tentu saja. Dan itu tidak boleh terjadi pada-Mu," Bartolomeus menyahut.
"Jangan biarkan Diri-Mu masuk perangkap musuh-musuh-Mu. Pertimbangkanlah bahwa bukan hanya Engkau yang akan hancur, melainkan juga Kehendak Dia Yang mengutus-Mu akan menjadi gagal oleh kesembronoan seperti itu, dan orang akan melihat bahwa anak-anak Kegelapan telah mengalahkan, setidaknya untuk sementara waktu, anak-anak Terang," tambah Zelot.
"Itu benar! Engkau selalu mengatakan, dan Engkau menyayat hati kami dengan itu, bahwa Engkau akan dibunuh. Aku ingat ketika Engkau mencela Simon Petrus dan aku tidak akan mengatakan kepada-Mu, 'Jangan pernah biarkan itu terjadi.' Tetapi aku tidak menganggap diriku Iblis jika aku mengatakan, 'Setidaknya biarlah itu menjadi pemuliaan-Mu, sebagai meterai yang tak terbantahkan dari Kekudusan-Mu, dan kesaksian definitif bagi musuh-musuh-Mu. Sehingga orang banyak dapat mengetahui dan memiliki alasan yang sah untuk membedakannya dan percaya.' Setidaknya itu, Guru. Misi suci dari Makabe tidak pernah tampak sesuci saat Yudas, putra Matatias, gugur sebagai pahlawan dan penyelamat di medan perang. Apakah Engkau ingin naik ke Gunung Adomin? Kami akan ikut bersama-Mu. Kami ini murid-Mu! Ke mana Engkau pergi sebagai Kepala kami, kami akan ikut sebagai abdi-Mu," kata Tomas, dan aku jarang mendengarnya berbicara dengan kefasihan yang begitu serius.
"Itu sangat benar! Dan jika mereka menyerang-Mu, mereka akan harus menyerang kami terlebih dahulu," kata beberapa dari mereka.
"Oh! Mereka tidak akan menyerang kita dengan begitu mudah! Mereka pulih dari kata-kata cerdas Claudia dan... mereka sangat... terlalu licik! Mereka pasti harus mempertimbangkan bahwa Pontius akan tahu siapa yang harus dihukum atas kematian-Mu. Mereka sudah mengkhianati diri mereka sendiri di mata Claudia dan mereka akan mempertimbangkannya dan memikirkan perangkap yang lebih dapat diandalkan daripada penyerangan secara vulgar. Mungkin kita bodoh merasa takut. Kita bukan lagi orang-orang tak dikenal yang malang dari masa lampau. Ada Claudia sekarang!" kata Iskariot.
"Sungguh baik... Tapi janganlah kita mengambil risiko apa pun. Apa yang ingin Engkau lakukan di Gunung Adomin?" tanya Yakobus Zebedeus.
"Aku ingin berdoa dan menemukan tempat di mana kamu semua bisa berdoa di hari-hari mendatang, supaya siap menghadapi pergumulan yang semakin sengit."
"Melawan musuh-musuh kita?"
"Juga melawan ego kita. Aku sungguh butuh dikuatkan."
"Tetapi, tidakkah Engkau mengatakan bahwa Engkau ingin pergi ke perbatasan-perbatasan Yudea dan seberang Sungai Yordan?"
"Ya, dan Aku akan melakukannya. Tapi sesudah berdoa. Aku akan pergi ke Akhor dan lalu ke Yerikho melalui Doco."
"Jangan, Tuhan! Itu adalah tempat-tempat celaka bagi orang-orang kudus Israel. Jangan pergi ke sana. Aku katakan pada-Mu, aku bisa merasakannya! Ada sesuatu dalam diriku yang mengatakannya. Jangan pergi! Dalam nama Tuhan, jangan pergi!" teriak Yohanes, yang tampak nyaris hilang kesadarannya, seolah-olah dia diliputi oleh ketakutan yang mencekam... Mereka semua menatap padanya dengan tercengang, karena mereka belum pernah melihatnya seperti itu sebelumnya. Tapi tidak ada seorang pun yang mencibir. Mereka semua merasa berada di hadapan fakta adikodrati dan mereka tetap diam dengan hormat.
Yesus juga diam sampai Dia melihat Yohanes kembali tenang seperti biasanya dan mendengarnya berkata, "O Tuhan-ku! Betapa aku menderita!"
"Aku tahu. Kita akan pergi ke Gunung Kerit. Apa yang dikatakan rohmu?" Aku sangat terkesan oleh rasa hormat dengan mana Yesus berbicara kepada rasul-Nya yang diilhami itu...
"Engkau bertanya kepadaku, Tuhan? Engkau, Kebijaksanaan Mahakudus, bertanya kepada seorang bocah bodoh yang malang!"
"Ya, Aku bertanya kepadamu. Yang terkecil adalah yang terbesar ketika dia dengan rendah hati berkomunikasi dengan Tuhan-nya demi kesejahteraan saudara-saudaranya. Katakan pada-Ku."
"Ya, Tuhan. Ayo kita pergi ke Gunung Kerit. Ada ngarai di sana di mana kita bisa dengan aman memusatkan pikiran kita dalam meditasi, dan jalan menuju Yerikho dan Samaria tidak jauh. Kami akan turun gunung untuk mengumpulkan mereka yang mengasihi-Mu dan berharap pada-Mu dan kami akan membawa mereka kepada-Mu, atau membawa-Mu kepada mereka, dan kami juga akan memberi makan jiwa kami dengan doa... Dan Tuhan akan turun dan berbicara kepada roh kami... dan akan menajamkan telinga kami, yang mendengarkan Sabda tetapi tidak sepenuhnya memahami Dia... dan di atas segalanya Dia akan mengobarkan hati kami dengan api-Nya. Karena hanya jika kami terbakar, barulah kami dapat menanggung siksaan Bumi. Karena hanya jika kami terlebih dahulu menderita kemartiran manis dari kasih yang total, barulah kami siap menderita aniaya dari kebencian manusia... Tuhan... apa yang sudah aku katakan?"
"Kata-kata-Ku, Yohanes. Jangan takut. Jadi, ayo kita berhenti di sini, dan besok saat fajar kita akan mendaki gunung."
|
|