393. SELAMAT TINGGAL KERIOT.
PERUMPAMAAN TENTANG DUA KEHENDAK.
27 Februari 1946
Yesus sedang berbicara dalam sinagoga Keriot, yang sangat penuh sesak. Dia menjawab beberapa orang yang meminta nasihat pribadi kepada-Nya, dan berbicara kepada mereka masing-masing secara terpisah. Ketika Dia telah memuaskan mereka semua, Dia mulai berbicara dengan suara lantang.
"Hai penduduk Keriot, dengarkanlah perumpamaan perpisahan-Ku. Kita akan menyebutnya: 'Dua Kehendak.'"
Seorang bapa yang sempurna memiliki dua orang putra. Dia mencintai keduanya dengan kasih bijak yang sama, dia mengarahkan keduanya ke jalan yang benar. Meskipun tidak ada perbedaan dalam cara dia mengasihi dan mengajar mereka, ada perbedaan yang mencolok dalam diri kedua putranya. Yang satu, si sulung, adalah seorang yang rendah hati, taat; dia melakukan kehendak bapanya tanpa bertanya, dia selalu bersukacita dan bergembira dalam pekerjaannya. Yang lain, meskipun lebih muda, sering kali merasa tidak bahagia, dia berdebat dengan ayahnya dan dengan dirinya sendiri. Dia selalu merenungkan, dengan permenungan manusiawi yang mendalam, semua nasihat dan perintah yang diterimanya. Dan alih-alih melaksanakannya persis seperti yang disampaikan kepadanya, dia merasa bebas untuk mengubahnya sama sekali atau sebagian, seolah-olah nasihat dan perintah itu disampaikan oleh seorang yang bodoh. Kakaknya biasa berkata kepadanya, 'Janganlah berbuat seperti itu. Kau membuat bapa kita bersedih!' Namun dia akan menjawab, 'Kau bodoh. Seorang yang tinggi besar dan gagah sepertimu, terlebih seorang anak sulung, dan sudah dewasa, oh! Aku tidak akan mau berada di posisi bapa menempatkanmu. Aku mau berbuat lebih. Aku akan meninggikan diriku di hadapan para pelayan, supaya mereka tahu bahwa akulah sang majikan. Mempertimbangkan kelembutan hatimu yang tak habis-habisnya, kau sendiri terlihat seperti seorang pelayan. Tidak bisakah kau lihat bahwa tidak ada seorang pun yang mempedulikanmu, meskipun kau memiliki hak anak sulung? Sebagian malah menertawakanmu..."
Anak kedua, yang dicobai Iblis, atau lebih tepatnya, seorang pengikut Iblis yang nasihatnya dengan tekun dia laksanakan, mencobai saudaranya. Namun si sulung, setia kepada Tuhan dan menghormati Hukum-Nya, dia juga setia kepada bapanya, yang dia hormati dengan perilakunya yang sempurna.
Tahun-tahun berlalu dan si adik, kesal karena tidak berada dalam posisi untuk memerintah, meski sudah beberapa kali memohon kepada bapanya dengan mengatakan, 'Izinkan aku bertindak atas namamu, demi kehormatanmu sendiri, daripada membiarkan si bodoh itu yang melakukannya, sebab dia lebih lembek daripada anak domba,' dan sesudah mencoba mendesak saudaranya untuk melakukan lebih dari yang diperintahkan bapanya, meninggikan diri di atas para pelayan, sesama warga dan tetangga, dia berkata pada dirinya sendiri, 'Oh! cukup sudah! Nama baik kita dipertaruhkan! Karena tidak ada yang mau melakukannya, aku akan melakukannya sendiri.' Dan dia mulai melakukan segala sesuatu menurut caranya sendiri, menyerahkan diri pada kesombongan dan kepalsuan dan tidak taat tanpa ragu sedikit pun. Bapanya biasa berkata kepadanya, 'Nak, dengarkan saudaramu. Dia tahu apa yang dia lakukan.' Atau dia akan berkata, 'Aku dengar bahwa kau melakukan hal yang demikian. Benarkah?' Dan si bungsu, seraya mengangkat bahu akan menjawab pertanyaan bapanya, 'Dia tahu, dia tahu! Dia terlalu malu-malu dan tidak tegas. Dia kehilangan kesempatan untuk mengambil kendali.' Atau dia akan menjawab, 'Aku tidak melakukan hal seperti itu.' Bapanya biasa berkata kepadanya: 'Jangan mencari pertolongan pada orang ini atau orang itu. Siapakah yang menurutmu bisa menolong lebih baik dari kami, untuk membuat nama kita disegani? Teman-teman yang munafik mempengaruhimu supaya kelak mereka bisa menertawakanmu di belakangmu.' Namun putra kedua menjawab, 'Apakah kau iri karena akulah yang punya jiwa wirausaha? Bagaimanapun, aku tahu bahwa aku melakukan hal yang benar.'
Waktu berlalu. Si sulung makin bertumbuh dalam keadilan, sedangkan adiknya memupuk hasrat-hasrat jahat. Akhirnya sang bapa berkata, 'Sudah waktunya untuk mengakhiri semua ini. Kau menuruti perintahku, atau kau akan kehilangan kasihku.' Dan si pemberontak pun pergi dan menceritakannya kepada teman-teman munafiknya. 'Apakah kau khawatir tentang itu? Tidak perlu! Ada cara untuk membuat tidak mungkin seorang bapa lebih memilih putra yang satu daripada putra yang lain. Serahkan dia kepada kami dan kami akan memastikan hal itu. Kau akan bebas dari dakwaan materi dan harta bendamu akan bertambah banyak, karena sesudah menyingkirkan dia yang terlalu baik, kau akan bisa menjadi termashyur. Tidak tahukah kau bahwa tindakan paksa, walau menyakitkan, lebih baik daripada lembam, yang merugikan harta benda?' jawab mereka. Dan si bungsu, yang sudah dikuasai kejahatan, setuju pada persekongkolan itu.
Sekarang katakan pada-Ku. Bisakah sang bapa dipersalahkan karena mendidik putra-putranya dengan dua cara yang berbeda? Bisakah kita mengatakan bahwa dia adalah antek kejahatan? Tidak bisa. Kalau begitu, mengapa anak yang satu adalah seorang kudus, dan anak yang lain jahat? Apakah kehendak manusia mungkin diberikan sebelumnya dalam dua cara yang berbeda? Tidak, tidak. Kehendak manusia diberikan hanya dalam satu cara saja. Namun manusia bebas mengubahnya, dan dia yang baik menjadikan kehendaknya baik, dan dia yang jahat menjadikan kehendaknya jahat.
Aku mendesakmu, hai orang-orang Keriot - dan ini adalah terakhir kalinya Aku mendesakmu untuk mengikuti jalan kebijaksanaan - Aku mendesakmu untuk mengikuti hanya kehendak baikmu saja. Mendekati akhir pelayanan-Ku, Aku mengulangi untukmu kata-kata yang dimadahkan saat kelahiran-Ku: 'Damai bagi orang yang berkehendak baik.' Damai! Yaitu keberhasilan, kemenangan di bumi dan di surga, karena Allah bersama dengan orang-orang yang mau mentaati-Nya. Allah tidak memberikan perhatian pada perbuatan muluk-muluk yang dilakukan orang atas inisiatifnya sendiri, tetapi lebih memperhatikan ketaatan yang rendah hati, segera, dan setia pada karya yang Dia tawarkan.
Aku hendak mengingatkanmu akan dua peristiwa dalam sejarah Israel, yang membuktikan bahwa Allah tidak beserta orang yang ingin bertindak sekehendaknya sendiri, dengan menginjak-injak perintah yang diterimanya.
Mari kita lihat Kitab Makabe. Ada tertulis bahwa ketika Yudas Makabe pergi bersama Yonatan untuk berperang di Gilead dan Simon pergi untuk membebaskan orang-orang sebangsanya di Galilea, Yusuf bin Zakarya dan Azarya pemimpin rakyat diperintahkan tetap tinggal di Yudea untuk menjaganya. Dan Yudas berkata kepada mereka: 'Jagalah bangsa ini dan jangan berurusan dengan orang-orang kafir sampai kami kembali.' Namun Yusuf dan Azarya, sesudah mendengar tentang kepahlawanan Makabe, ingin melakukan hal yang sama, dan berkata: 'Mari kita juga membuat nama harum sendiri dengan pergi bertempur dengan bangsa-bangsa di keliling kita.' Namun mereka dikalahkan dan ditaklukkan dan 'dengan demikian rakyat mengalami kemunduran besar, sebab mereka tidak mendengarkan Yudas dan saudara-saudaranya, tetapi mereka mengandalkan kehebatan mereka sendiri.' Kesombongan dan ketidaktaatan.
Dan apakah yang kita baca dalam Kitab Raja-Raja? Kita membaca bahwa Saul ditegur untuk yang pertama kalinya, dan untuk yang kedua kalinya dia ditegur dengan sangat keras karena ketidaktaatannya, sehingga Daud dipilih untuk menggantikannya. Karena Saul tidak taat! Ingat! 'Apakah Tuhan itu mungkin menginginkan korban bakaran dan korban sembelihan atau tidakkah Dia lebih suka orang menaati suara-Nya? Ketaatan lebih berharga daripada korban persembahan, dan mendengarkan lebih berharga daripada persembahan lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung, dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman Tuhan, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja.'
Ingat! Ketika Samuel dengan taat mengisi tabung tanduknya dengan minyak dan pergi kepada Isai di Betlehem, karena Allah sendiri telah memilih seorang raja lain di sana, Isai pergi ke perjamuan bersama putra-putranya sesudah upacara pengorbanan dan putra-putranya diperkenalkan kepada Samuel. Eliab, yang tampan, muda dan berperawakan tinggi, adalah yang pertama. Namun Allah berfirman kepada Samuel: 'Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.' Dan Samuel tidak menginginkan Eliab menjadi raja. Abinadab lalu dihadapkan kepadanya. Tetapi Samuel berkata: 'Orang ini pun tidak dipilih Tuhan.' Dan Samuel mengatakan yang sama untuk semua dari ketujuh putra Isai yang hadir di perjamuan. Dan Samuel pun bertanya: 'Inikah anakmu semuanya?'
'Tidak,' jawab Isai. 'Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba.'
'Suruhlah memanggil dia, sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari.'
Dan Daud datang. Dia adalah bocah yang rambutnya berwarna terang, kulitnya kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu Tuhan berfirman: 'Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia.' Karena, dan camkanlah ini selalu dalam benakmu, Allah memilih siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia mencabut perkenanan-Nya dari orang-orang yang merusak kehendak-Nya melalui kesombongan dan ketidaktaatan.
Aku tidak akan kembali kemari lagi. Sang Guru akan segera menggenapi pelayanan-Nya. Sesudahnya, Dia akan menjadi lebih dari sekadar Guru. Persiapkanlah jiwamu untuk saat itu, dan ingatlah bahwa sama seperti kelahiran-Ku adalah keselamatan bagi orang-orang yang berkehendak baik, demikianlah kenaikan-Ku akan menjadi keselamatan bagi orang-orang yang berkehendak baik dalam mengikut Aku, sebagai Guru, dalam doktrin-Ku, dan bagi orang-orang yang akan mengikut Aku di dalamnya, juga sesudah kenaikan-Ku.
Selamat tinggal laki-laki, perempuan, dan anak-anak Keriot! Selamat tinggal. Mari kita saling menatap satu sama lain dari mata ke mata! Mari kita jadikan hati kita, hatimu dan hati-Ku, menyatu dalam pelukan perpisahan penuh kasih, dan semoga kasih kita selalu hidup, juga ketika Aku tidak lagi berada di antaramu... Pertama kali Aku datang kemari, seorang laki-laki yang benar menghembuskan napas terakhirnya dalam kecupan Juruselamat-nya, dalam suatu penglihatan kemuliaan... Dan sekarang, terakhir kali Aku datang kemari, Aku memberkatimu dengan kasih...
Selamat tinggal!... Kiranya Tuhan menganugerahimu iman, harapan, dan kasih dalam takaran yang sempurna. Kiranya Dia menganugerahimu kasih, kasih, kasih. Bagi Diri-Nya sendiri, bagi-Ku, bagi yang baik, bagi yang menderita, bagi yang bersalah, bagi mereka yang terbebani oleh beban kesalahan yang bukan kesalahan mereka...
Ingat. Jadilah baik. Jangan tidak adil. Ingatlah bahwa Aku telah selalu mengampuni bukan hanya orang-orang yang bersalah, tetapi Aku telah merangkul segenap Israel dengan kasih-Ku. Segenap Israel, yang mencakup orang-orang yang baik dan orang-orang yang tidak baik, seperti dalam setiap keluarga ada anggota keluarga yang baik dan ada anggota keluarga yang tidak baik, dan akan tidak adil mengatakan bahwa seluruh keluarga itu buruk, hanya karena satu orang anggota keluarganya buruk.
Aku berangkat... Jika ada yang masih ingin berbicara dengan-Ku, biarlah dia datang sebelum petang ke rumah pedesaan Maria Simon."
Yesus mengangkat tangan-Nya dan memberkati, lalu dengan cepat keluar melalui pintu belakang dengan diikuti oleh para rasul-Nya.
Orang-orang berbisik, "Dia tidak akan kembali lagi!", "Apa yang Dia maksudkan?", "Air mata menggenang di mata-Nya saat Dia mengucapkan selamat tinggal...," "Apa kau dengar? Dia berkata bahwa Dia akan ditinggikan!"
"Jadi Yudas benar! Tentu saja, kelak, sebagai raja, Dia tidak akan berada di antara kita seperti sekarang..."
"Tapi aku berbicara dengan saudara-saudara-Nya. Mereka mengatakan bahwa Dia tidak akan menjadi raja, seperti yang kita bayangkan. Tetapi Dia akan menjadi Raja Penebusan seperti yang dikatakan para nabi. Dia akan menjadi Mesias, tentu saja!"
"Sama sekali tidak! Raja Penebusan. Manusia yang berduka."
"Ya."
"Tidak"...
Sementara itu Yesus berjalan cepat menuju pedesaan.
|
|