YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku

BUKU CATATAN I

YMY
Warsawa 1933

    PROBASI SEBELUM KAUL KEKAL

Ketika aku tahu bahwa aku akan pergi untuk probasi, hatiku meluap penuh sukacita memikirkan rahmat yang begitu luar biasa, yaitu kaul kekal. Aku datang ke hadapan Sakramen Mahakudus, dan saat tenggelam dalam doa ucapan syukur, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Anak-Ku, engkau sukacita-Ku; engkau penghiburan bagi Hati-Ku. Aku akan mencurahkan rahmat-rahmat sebanyak yang mampu engkau tampung. Sesering engkau rindu membuat-Ku bahagia, wartakanlah kepada dunia mengenai kerahiman-Ku yang agung dan tak terselami.”

Beberapa minggu sebelum diberitahukan kepadaku perihal probasi ini, aku mampir sejenak ke dalam kapel dan Yesus mengatakan kepadaku, “Tepat saat ini para superior sedang memutuskan siapa-siapa saja dari para suster yang akan mengucapkan kaul kekal. Tak semua dari mereka akan dianugerahi rahmat ini, tetapi itu karena kesalahan mereka sendiri. Ia yang tidak memanfaatkan rahmat-rahmat kecil, tak akan menerima rahmat-rahmat besar. Tetapi kepada engkau, anak-Ku, rahmat ini akan diberikan.” Jiwaku tercekam oleh keterkejutan penuh sukacita, sebab beberapa hari sebelumnya seorang dari para suster mengatakan, “Suster, engkau tak akan pergi untuk probasi yang ketiga. Aku sendiri akan memastikan bahwa engkau tidak akan diperkenankan mengucapkan kaul kekalmu.” Aku tak mengatakan apa-apa kepada suster, tetapi aku merasakan sakit yang hebat, yang berusaha aku sembunyikan sebaik mungkin.

O Yesus, betapa anehnya jalan-jalan-Mu! Sekarang aku tahu bahwa manusia dapat melakukan sangat sedikit saja dari diri mereka sendiri, sebab aku sungguh ikut probasi, seperti telah dikatakan Yesus.

Dalam doa, aku senantiasa mendapatkan pencerahan dan kekuatan batin, meski ada saat-saat yang begitu penuh cobaan dan menyakitkan, hingga terkadang sulit membayangkan bahwa hal-hal seperti ini dapat terjadi dalam sebuah biara. Anehnya, Tuhan sekali waktu mengijinkannya terjadi, tetapi selalu dengan tujuan menanamkan atau mengembangkan keutamaan dalam jiwa. Inilah maksud dari pencobaan-pencobaan.

Hari ini (November 1932) aku tiba di Warsawa untuk probasi ketiga. Setelah pertemuan ramah-tamah dengan para Moeder terkasih, aku mampir sejenak ke kapel kecil. Tiba-tiba Kehadiran Allah menguasai jiwaku, dan aku mendengar kata-kata ini, “Puteri-Ku, Aku menghendaki hatimu dibentuk seturut Hati-Ku yang Penuh Belas Kasih. Haruslah engkau sepenuhnya diresapi oleh belas kasih-Ku.”

Moeder Direktur terkasih (Margaret) segera menanyaiku apakah aku telah ikut retret dalam tahun itu; aku menjawab belum. “Jika demikian, pertama-tama engkau harus ikut retret selama setidaknya tiga hari.”

Syukur kepada Tuhan bahwa diadakan retret selama delapan hari di Walendow, di mana aku dapat ikut ambil bagian di dalamnya. Namun demikian, hambatan dan halangan muncul sehubungan dengan kepergianku untuk retret ini. Seorang tertentu sangat menentang kepergianku dan (tampaknya) sudah pasti aku tak akan berangkat. Setelah makan malam, aku pergi ke kapel untuk adorasi selama lima menit. Sekonyong-konyong aku melihat Tuhan Yesus yang mengatakan, “Puteri-Ku, Aku telah menyediakan banyak rahmat untukmu, yang akan engkau terima selama retret ini, yang akan engkau mulai besok.” Jawabku, “Yesus, retret sudah dimulai, dan aku tak diperkenankan pergi.” Kata-Nya, “Bersiaplah untuk itu, sebab engkau akan memulai retret besok. Mengenai keberangkatanmu, Aku yang akan mengaturnya dengan para superior.” Sekejap kemudian, Yesus pun lenyap.

Aku mulai bertanya-tanya bagaimana hal ini akan terjadi. Tetapi, sejenak kemudian, aku membuang segala pemikiran semacam itu dan mulai mempersembahkan waktu yang aku miliki untuk berdoa, memohon terang Roh Kudus guna memampukanku melihat kemalanganku sepenuhnya. Tak lama berselang, aku meninggalkan kapel kecil untuk melaksanakan tugas-tugasku. Segera Moeder Jenderal (Michael) memanggilku, katanya, “Suster, engkau akan ke Walendow hari ini bersama Moeder Valerie supaya engkau dapat mulai retret besok. Untunglah Moeder Valerie berada di sini sehingga kalian dapat pergi bersama.” Dalam waktu dua jam, aku telah berada di Walendow. Sejenak aku merenung dalam diriku dan mengerti bahwa hanya Yesus yang dapat mengatur segalanya begitu rupa.  

Ketika ia yang begitu keras menentang keikutsertaanku dalam retret melihatku, ia kelihatan terkejut dan kecewa. Tanpa mempedulikan hal ini, aku menyapanya dengan penuh kasih dan pergi mengunjungi Tuhan guna mengetahui bagaimana aku harus bersikap sepanjang retret.

Percakapanku dengan Tuhan Yesus sebelum retret.

Yesus mengatakan padaku bahwa retret ini akan sedikit berbeda dari biasanya, “Engkau akan berjuang mempertahankan damai mendalam sehubungan dengan pergaulan akrabmu dengan-Ku. Aku akan menyingkirkan segala keraguan mengenainya. Aku tahu bahwa engkau merasa damai sekarang sementara Aku berbicara kepadamu, tetapi saat Aku berhenti berbicara, engkau akan mulai mencari-cari keraguan. Tetapi, Aku ingin engkau tahu bahwa Aku akan meneguhkan jiwamu begitu rupa hingga bahkan jika engkau menghendaki untuk gelisah, hal itu akan ada di luar kuasamu. Dan sebagai bukti bahwa Aku ini yang berbicara kepadamu, engkau akan pergi menerima Sakramen Pengakuan pada hari kedua retret pada imam yang membimbing retret; engkau akan datang begitu ia selesai dengan pengajarannya dan akan menyampaikan kepadanya segala keraguanmu mengenai-Ku. Aku akan menjawab engkau melalui bibirnya, maka kegelisahanmu akan berakhir. Sepanjang retret ini, praktekkanlah keheningan yang ketat hingga seolah tak ada siapa pun sekelilingmu. Engkau hanya akan berbicara kepada-Ku dan kepada bapa pengakuan; engkau akan bertanya kepada superiormu hanya mengenai penitensi.” Aku merasakan sukacita yang hebat sebab Tuhan menunjukkan kebajikan yang begitu luar biasa kepadaku dan merendahkan DiriNya hingga begitu rupa demi aku.

Pada hari pertama retret, aku berusaha menjadi orang pertama yang berada di kapel pagi hari; sebelum meditasi aku menyisihkan sedikit waktu untuk berdoa kepada Roh Kudus dan Bunda Maria. Dengan sungguh-sungguh aku mohon pada Bunda Allah agar memperolehkan bagiku rahmat kesetiaan pada inspirasi-inspirasi batin ini dan kesetiaan untuk melaksanakan kehendak Allah, apapun juga. Aku mulai retret ini dengan suatu keberanian yang sangat istimewa.

Perjuangan untuk memelihara keheningan.

Seperti biasa, suster-suster dari berbagai rumah biara datang mengikuti retret. Seorang suster yang telah lama tak kujumpai, datang ke bilikku dan mengatakan bahwa ada suatu hal yang hendak diceritakannya padaku. Aku tidak menyahut; ia melihat bahwa aku tak ingin keheninganku diganggu, katanya. “Aku tidak tahu bahwa engkau seorang yang begitu aneh, Suster,” dan ia pun berlalu. Aku tahu benar bahwa ia tak mempunyai suatu kepentingan pun denganku selain dari hendak memuaskan rasa ingin tahunya. Ya Tuhan, jagailah aku agar senantiasa setia.

Pater yang menyampaikan pengajaran dalam retret berasal dari Amerika. Ia datang ke Polandia hanya untuk jangka waktu yang singkat, dan kebetulan saja ia membimbing retret kami. Kehidupan batin yang mendalam terpancar dari pribadi ini. Perilakunya menjadi saksi atas kebesaran jiwanya. Penyangkalan diri dan permenungan menjadi ciri utamanya. Tetapi, kendati keutamaan-keutamaan yang demikian, aku mengalami banyak kesulitan dalam mengungkapkan jiwaku kepadanya sehubungan dengan rahmat-rahmat yang aku terima; sementara untuk dosa-dosa, senantiasa mudah melakukannya; tetapi mengenai rahmat, aku sungguh harus berjuang keras, dan bahkan kemudian aku tidak menyampaikan semuanya.

Godaan-godaan setan selama meditasi.

Aku merasakan suatu kekhawatiran yang aneh bahwa imam tak akan memahamiku, atau bahwa ia tak akan punya waktu mendengarkan semua yang harus aku sampaikan. Bagaimana akan kukatakan kepadanya semua ini? Jika ia Pater Bukowski, aku dapat melakukannya dengan lebih mudah, tetapi imam Jesuit ini, yang baru aku jumpai pertama kali…. Kemudian aku teringat akan nasehat Pater Bukowski bahwa aku setidak-tidaknya dapat membuat catatan-catatan singkat akan pencerahan yang disampaikan Tuhan kepadaku sepanjang retret dan menyampaikan sedikitnya suatu laporan singkat kepadanya. Ya Tuhan, satu setengah hari segalanya berjalan lancar, dan sekarang pertarungan antara hidup dan mati dimulai. Pengajaran akan dimulai setengah jam lagi, dan lalu aku mengaku dosa. Setan berusaha membujukku agar yakin bahwa jika para superior telah mengatakan kepadaku bahwa kehidupan batinku hanyalah ilusi, mengapakah aku harus mempertanyakannya lagi dan merepotkan bapa pengakuan? Bukankah MIX (mungkin Moeder Jane) telah mengatakan kepadamu bahwa Tuhan Yesus tidak menjalin hubungan akrab dengan jiwa-jiwa yang mengerikan seperti jiwamu? Bapa pengakuan ini akan mengatakan hal yang sama kepadamu. Mengapa toh menyampaikan segala hal ini padanya? Hal-hal ini bukan dosa, dan Moeder X telah mengatakan bahwa segala hubungan mesra dengan Tuhan Yesus ini hanyalah khayalan dan histeria murni. Jadi, mengapa masih hendak menyampaikannya kepada bapa pengakuan? Sebaiknyalah engkau menyingkirkan segala ilusi ini. Lihat, betapa banyak penghinaan yang telah engkau tanggung karenanya, dan betapa masih banyak lagi penghinaan yang menantimu, juga semua suster tahu bahwa engkau seorang histeris. “Yesus!” aku berseru dengan segenap kekuatan jiwaku.

Pada saat itu imam masuk dan memulai pengajaran. Ia berbicara singkat saja, seolah sedang tergesa. Setelah pengajaran, ia masuk ke kamar pengakuan. Melihat bahwa tak seorang suster pun menuju ke sana, aku bangkit dari bangku berlutut dan sekejap kemudian telah berada di kamar pengakuan. Tak ada waktu untuk berpikir terlebih dahulu. Bukannya menyampaikan kepada pater mengenai kebimbangan yang ditanamkan padaku sehubungan dengan pergaulanku yang akrab dengan Tuhan Yesus, malahan aku mulai berbicara mengenai pencobaan-pencobaan ini yang baru saja aku ceritakan di atas. Bapa pengakuan segera memahami keadaanku dan mengatakan, “Suster, engkau meragukan Tuhan Yesus karena Ia memperlakukanmu dengan begitu baik. Baiklah Suster, damai dan tenanglah. Yesus adalah Tuan-mu, dan hubunganmu dengan-Nya bukanlah khayalan atau histeria ataupun ilusi. Ketahuilah bahwa engkau berada di jalan yang benar. Berusahalah setia pada rahmat-rahmat ini, engkau tak dapat mengelak darinya. Suster, sama sekali tak perlu mengatakan kepada para superiormu perihal rahmat-rahmat batin ini, terkecuali jika Tuhan Yesus dengan jelas memerintahkanmu untuk melakukannya, dan bahkan jika demikian, hendaknya engkau terlebih dulu membicarakannya dengan bapa pengakuanmu. Tetapi jika Tuhan Yesus menghendaki sesuatu yang lahiriah, dalam hal ini, setelah membicarakannya dengan bapa pengakuan, hendaknya engkau melaksanakan apa yang Ia kehendaki darimu, meski hal ini membutuhkan pengorbanan besar darimu. Sebaliknya, haruslah engkau menyampaikan semuanya kepada bapa pengakuanmu. Sama sekali tak ada pilihan lain untukmu, Suster. Berdoalah agar engkau mendapatkan seorang pembimbing rohani, jika tidak, engkau akan menyia-nyiakan karunia-karunia besar dari Tuhan ini. Aku ulangi sekali lagi, damai dan tenanglah; engkau melangkah di jalan yang benar. Tak usah pedulikan yang lain, melainkan senantiasa setialah pada Tuhan Yesus, tanpa peduli apa yang orang lain katakan tentang engkau. Hanya dengan jiwa-jiwa yang malang semacam ini Tuhan Yesus berhubungan dengan cara yang akrab mesra seperti ini. Semakin engkau merendahkan diri, semakin Tuhan Yesus akan mempersatukan DiriNya dengan dirimu.”

Ketika aku meninggalkan kamar pengakuan, sukacita yang tak terkira meliputi jiwaku, sehingga aku mengasingkan diri ke suatu tempat terpencil di taman guna menghindari para suster agar hatiku dapat meluahkan isi hatinya kepada Tuhan. Kehadiran Tuhan merasukiku dan, dalam sekejap, segenap ketiadaanku tenggelam dalam Allah; pada saat yang sama aku merasa, atau tepatnya menyadari, ke-Tiga Pribadi Allah bersemayam dalam diriku. Aku merasakan damai yang sungguh luar biasa dalam jiwaku hingga aku sendiri terheran bahwa aku dapat memiliki begitu banyak kegelisahan.

TEKAD: Setia pada inspirasi-inspirasi batin, walau aku tak memiliki bayangan berapa banyak aku harus membayarnya. Aku tak hendak melakukan suatupun dari diriku sendiri tanpa terlebih dahulu membicarakannya dengan bapa pengakuan.


    PEMBAHARUAN KAUL

Sejak saat aku bangun di pagi hari, rohku sama sekali tenggelam dalam Tuhan, dalam samudera kasih. Aku merasa bahwa aku telah sepenuhnya larut dalam Dia. Pada waktu Misa Kudus, kasihku kepada-Nya mencapai puncak kedahsyatannya. Setelah pembaharuan kaul dan Komuni Kudus, tiba-tiba aku melihat Tuhan Yesus yang berkata kepadaku dengan penuh kasih sayang, “Puteri-Ku, pandanglah Hati-Ku yang Maharahim.” Sementara aku terpaku menatap Hati Yesus yang Mahakudus, berkas-berkas sinar yang sama, seperti yang digambarkan dalam lukisan sebagai darah dan air, memancar daripadanya, dan aku paham betapa mahadahsyat belas kasih Tuhan. Lagi, Yesus berkata kepadaku dengan lemah lembut, “Puteri-Ku, berbicaralah kepada para imam mengenai belas kasih-Ku yang tak terselami ini. Nyala api belas kasih yang berkobar-kobar membakar-Ku - menuntut agar dilepaskan; Aku hendak mencurahkannya terus-menerus atas jiwa-jiwa; tetapi jiwa-jiwa tak mau percaya pada kebajikan-Ku.” Sekonyong-konyong Yesus lenyap. Sepanjang hari itu rohku tinggal tenggelam dalam kehadiran Allah yang nyata, kendati percakapan dan obrolan yang biasa menyertai suatu retret. Hal-hal itu tak menggangguku sedikit pun. Rohku ada dalam Tuhan, meski secara lahiriah aku ambil bagian dalam pembicaraan dan bahkan pergi mengunjungi Derby.

Pada hari ini kami memulai probasi ketiga. Kami bertiga berkumpul di tempat Moeder Margaret sementara para suster yang lain menjalani probasi mereka dalam masa novisiat. Moeder Margaret memulai dengan doa, menjelaskan kepada kami apa-apa saja yang tercakup dalam probasi ketiga, dan lalu berbicara mengenai betapa luar biasanya rahmat kaul kekal. Tiba-tiba aku mulai menangis keras-keras. Seketika, segala rahmat Tuhan nampak di hadapan mata jiwaku, dan aku melihat diriku sendiri begitu mengerikan dan durhaka terhadap Tuhan. Para suster mulai menegurku, katanya, “Mengapa toh ia tiba-tiba menangis?” Tetapi Moeder Margaret membelaku, mengatakan bahwa ia sama sekali tak heran.

Pada akhir jam, aku pergi ke hadapan Sakramen Mahakudus dan, bagaikan seorang pendosa paling besar dan paling malang, aku dengan sangat memohon belas kasih-Nya agar Ia sudi menyembuhkan serta memurnikan jiwaku. Lalu, aku mendengar kata-kata ini, “Puteri-Ku, segala kemalanganmu telah terbakar habis dalam api kasih-Ku, bagaikan sebatang ranting yang dilemparkan ke dalam bara api yang berkobar-kobar. Dengan merendahkan diri seperti ini, engkau mendatangkan bagi dirimu sendiri dan bagi jiwa-jiwa lain suatu samudera belas kasih.” Aku menjawab, “Yesus, bentuklah hatiku yang malang seturut kehendak ilahi-Mu.”

Sepanjang masa probasi ketiga, tugasku adalah membantu para suster di bagian pakaian. Tugas ini memberiku banyak kesempatan untuk melatih keutamaan-keutamaan. Terkadang, aku harus mengantarkan pakaian kepada suster-suster tertentu hingga tiga kali dan mereka masih belum merasa puas. Tetapi aku juga menjadi tahu akan keutamaan-keutamaan unggul dari beberapa suster yang selalu minta barang-barang yang terburuk dari bagian perlengkapan. Aku mengagumi semangat kerendahan hati dan matiraga mereka.

Pada Masa Adven, suatu kerinduan yang sangat akan Tuhan muncul dalam jiwaku. Jiwaku berlari kepada Tuhan dengan segenap kekuatannya. Masa itu, Tuhan memberiku banyak pencerahan untuk mengenali sifat-sifat Allah.

Sifat Allah pertama yang dinyatakan Tuhan kepadaku adalah Kekudusan-Nya. Kekudusan-Nya sungguh mahadahsyat hingga segenap Kuasa dan Kebajikan gemetar di hadapan-Nya. Roh-roh murni menyelubungi wajah mereka dan tenggelam dalam adorasi yang tak pernah berakhir; dengan sepatah kata mereka menyatakan bentuk adorasi yang tertinggi, yaitu Kudus…. Kekudusan Tuhan tercurah atas Gereja Allah dan atas segenap jiwa yang hidup di dalamnya, tetapi dengan tingkatan yang berbeda-beda. Ada jiwa-jiwa yang sepenuhnya dirasuki Tuhan; ada jiwa-jiwa yang hanya sekedar hidup.

Pengetahuan kedua yang dianugerahkan Tuhan kepadaku adalah mengenai Keadilan-Nya. Keadilan-Nya begitu mahadahsyat dan menembusi hingga ke kedalaman lubuk hati ciptaan, dan segenap ciptaan berdiri di hadapan Tuhan dalam kebenaran yang telanjang, tak suatu pun dapat menahan-Nya.

Sifat yang ketiga adalah cinta dan belas kasih. Dan aku mengerti bahwa sifat Allah yang paling utama adalah cinta dan belas kasih. Sifat ini mempersatukan makhluk ciptaan dengan Pencipta-nya. Kemahadahsyatan cinta dan belas kasih dinyatakan dalam Inkarnasi Sabda dan dalam Penebusan (umat manusia); di sinilah aku melihat sifat ini sebagai yang paling utama dari segala sifat Allah.

Hari ini aku membersihkan ruangan seorang suster. Walau aku telah berusaha membersihkannya dengan cermat dan seksama, terus saja ia mengikutiku sepanjang waktu seraya mengatakan, “Engkau membiarkan noda debu di sini dan sejumput kotoran di lantai sana.” Pada segala yang dikomentarinya, aku mengulangi selusin kali di setiap tempat guna memuaskannya. Bukannya pekerjaan itu yang membuatku capai, melainkan segala komentar dan tuntutannya yang berlebihan. Kemartiranku sepanjang hari itu belumlah cukup baginya, maka ia pergi menghadap Moeder Direktur dan mengeluh, “Moeder, siapakah suster ceroboh yang tidak tahu bagaimana bekerja cepat ini?” Keesokan harinya, aku pergi lagi untuk melakukan tugas yang sama, tanpa berusaha membela diri. Ketika ia mulai menyetirku, aku berpikir, “Yesus, orang dapat menjadi martir tanpa mengeluh; bukannya pekerjaan yang membuatmu letih capai, melainkan kemartiran semacam ini.”

Aku mengerti bahwa orang-orang tertentu memiliki bakat khusus untuk menjengkelkan yang lain. Mereka mencobaimu sebanyak yang mungkin dapat mereka lakukan. Jiwa malang yang jatuh ke dalam tangan mereka tak dapat melakukan suatu pun yang benar; usaha kerasnya dikritik dengan keji.


    MALAM NATAL

Hari ini aku ada dalam persatuan yang mesra dengan Bunda Allah. Aku merasakan kembali perasaan-perasaan batinnya. Sore hari, sebelum upacara pemecahan roti, aku pergi ke kapel untuk pemecahan roti dalam roh, bersama orang-orang yang aku kasihi, dan aku memohonkan kepada Bunda Allah rahmat-rahmat bagi mereka. Rohku sepenuhnya terbenam dalam Tuhan. Pada waktu Misa Tengah Malam (Pasterka atau Misa Para gembala), aku melihat Kanak-kanak Yesus dalam Hosti, dan rohku tenggelam dalam Dia. Walau Ia seorang Bayi Mungil, kemahamuliaan-Nya merasuki jiwaku. Aku diresapi hingga ke kedalaman keberadaanku oleh misteri ini; suatu penghambaan diri yang luar biasa dari pihak Tuhan, pengosongan Diri yang tak terpahami. Perasaan-perasaan ini tinggal hidup dalam jiwaku sepanjang masa perayaan. Oh, kita tak akan pernah mampu memahami penghambaan diri yang luar biasa dari pihak Tuhan ini; semakin aku merenungkannya, …. (pemikiran yang tak selesai).   

Suatu pagi setelah Komuni Kudus, aku mendengar suara ini, “Aku menghendaki engkau menyertai-Ku sementara Aku mengunjungi mereka yang sakit.” Aku menjawab bahwa aku bersedia, tetapi setelah berpikir sejenak, aku mulai bertanya-tanya bagaimana aku dapat melakukannya; para suster dari paduan suara kedua tidak biasanya menyertai Sakramen Mahakudus, melainkan suster direktur yang melakukannya. Aku berpikir dalam hati; Yesus pasti menyediakan jalan. Tak lama berselang, Moeder Rappel memanggilku dan mengatakan, “Suster, engkau akan menyertai Tuhan Yesus ketika imam mengunjungi mereka yang sakit.” Dan sepanjang masa probasiku, aku membawa lilin, menyertai Tuhan dan, sebagai laskar Kristus, aku senantiasa berusaha mengikatkan ikat pinggang besi di pinggangku, sebab tak pantaslah pergi menyertai Raja dengan pakaian sehari-hari, dan aku mempersembahkan matiraga ini demi mereka yang sakit.

Jam Suci.

Pada Jam Suci, aku berusaha merenungkan Sengsara Yesus. Namun, jiwaku diliputi sukacita, dan sekonyong-konyong aku melihat Kanak-kanak Yesus. Yang Mahamulia merasukiku begitu rupa hingga aku mengatakan, “Yesus, Engkau begitu mungil, walau demikian aku tahu Engkau-lah Pencipta-ku dan Allah-ku.” Dan Yesus menjawab, “Ya, dan Aku menyertaimu sebagai seorang kanak-kanak guna mengajarkan kepadamu kerendahan hati dan kesahajaan.”

Aku membawa segala penderitaan dan kesulitanku ke perjamuan Tuhan Yesus pada hari kaul kekal kami. Tak ada yang sulit bagiku apabila mengingat bahwa itu semua diperuntukkan bagi Mempelai-ku, sebagai bukti kasihku kepada-Nya.

Keheninganku bagi Yesus.

Aku berjuang keras demi keheningan mendalam bagi Yesus. Di tengah hiruk-pikuk yang terbising, Yesus senantiasa mendapati keheningan dalam hatiku, walau terkadang hal itu menuntut pengorbanan besar dariku. Tetapi, adakah pengorbanan yang terlampau berat bagi Yesus, bagi Dia yang aku kasihi dengan segenap kekuatan hatiku?

Hari ini Yesus berkata kepadaku, “Aku ingin engkau tahu secara lebih mendalam kasih yang berkobar-kobar dalam Hati-Ku bagi jiwa-jiwa; engkau akan mampu memahami hal ini apabila engkau merenungkan Sengsara-Ku. Mohonlah belas kasih-Ku demi orang-orang berdosa; Aku menghendaki keselamatan mereka. Apabila engkau mendaraskan doa ini dengan hati penuh sesal dan iman yang teguh atas nama orang-orang berdosa, Aku akan menganugerahkan kepada mereka rahmat pertobatan. Inilah doa itu: “Darah dan Air, yang telah memancar dari Hati Yesus sebagai sumber kerahiman bagi kami. Engkaulah andalanku!”

Pada hari-hari terakhir perayaan, saat aku berdoa Jam Suci, aku melihat bagaimana Tuhan Yesus menderita sengsara sementara Ia didera. Oh, betapa sengsara yang tak terlukiskan! Betapa dahsyat Yesus menderita sepanjang penderaan! Wahai para pendosa yang malang, pada hari penghakiman bagaimana kalian menghadapi Yesus yang sekarang kalian aniaya dengan demikian keji? Darah-Nya tercurah ke tanah, dan di beberapa tempat cabikan Daging-Nya berceceran. Aku melihat beberapa tulang menyembul dari punggung-Nya. Yesus yang lemah lembut mengerang begitu halus dan mendesah.

Dalam suatu kesempatan, Yesus membuatku tahu betapa menyenangkan hati-Nya jiwa yang taat pada peraturan. Suatu jiwa akan menerima ganjaran yang lebih besar karena mentaati peraturan daripada melakukan silih dan matiraga berat. Hal yang terakhir ini akan diganjari juga jika dilakukan lebih dan melampaui peraturan, tetapi ganjarannya tak lebih dari ganjaraan ketaatan pada peraturan.    

Suatu ketika dalam adorasi, Tuhan menghendaki aku mempersembahkan diri seutuhnya kepada-Nya sebagai suatu kurban, dengan menanggung suatu penderitaan tertentu sebagai silih, bukan hanya bagi dosa-dosa dunia pada umumnya, tetapi teristimewa bagi dosa-dosa yang dilakukan dalam rumah biara ini. Segera aku menjawab, “Baik Tuhan; aku siap.” Tetapi Yesus memperlihatkan kepadaku apa yang akan aku derita, dan dalam sekejap, keseluruhan penderitaan itu terbentang di hadapan mataku. Pertama-tama, maksud-maksud baikku tak akan dikenali; akan ada berbagai macam kecurigaan dan ketidakpercayaan, pula berbagai macam penghinaan dan kemalangan. Aku tak akan menyebutkan semuanya di sini. Segala hal ini hadir di hadapan mata jiwaku bagaikan suatu badai gelap darimana kilat siap menyambar setiap saat, hanya tinggal menanti persetujuanku. Beberapa waktu lamanya, kodrat manusiawiku ngeri dan ketakutan. Lalu, tiba-tiba lonceng makan malam berdentang. Aku meninggalkan kapel, gemetar dan bimbang ragu. Tetapi, kurban itu senantiasa hadir di hadapanku, sebab aku belum memutuskan untuk menerimanya, ataupun menolak Tuhan. Aku hendak menyerahkan diriku seutuhnya ke dalam Kehendak Allah. Jika Tuhan Yesus Sendiri yang akan menimpakan segala penderitaan itu ke atasku, aku siap. Tetapi Yesus membuatku mengerti bahwa aku sendirilah yang harus menyatakan kesediaanku secara bebas dan menerimanya dengan kesadaran penuh, jika tidak, kurban itu menjadi tak berarti. Keseluruhan kuasanya terletak pada tindakan bebasku di hadapan Tuhan. Pada saat yang sama, Yesus membuatku mengerti bahwa keputusan itu sepenuhnya berada dalam wewenangku. Aku dapat menerimanya atau tidak. Maka, aku segera menjawab, “Yesus, aku menerima segala yang hendak Engkau kirimkan atasku; aku mengandalkan kebajikan-Mu.” Pada saat itu, aku merasakan bahwa dengan tindakan ini aku memuliakan Tuhan dengan sangat tinggi luhur. Tetapi, aku memperlengkapi diriku dengan kesabaran. Begitu meninggalkan kapel, aku harus menghadapi kenyataan. Aku tak hendak menggambarkannya secara terperinci, tetapi sungguh penderitaan itu sebanyak yang seluruhnya dapat aku tanggung. Aku tak akan sanggup menanggung bahkan setetes lebih berat lagi.

Suatu pagi aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Pergilah kepada Moeder Jenderal (Michael) dan katakan kepadanya bahwa hal ini tidak berkenan kepada-Ku di rumah yang ini.” Aku tak dapat menyebutkan hal apakah itu ataupun rumah biara yang dimaksud, tetapi aku mengatakannya kepada Moeder Jenderal, meski hal itu menuntut pengorbanan yang sangat besar dariku.

Suatu ketika, aku menanggungkan ke atas diriku suatu pencobaan mengerikan yang dihadapi salah serorang murid kita di rumah penampungan di Warsawa. Pencobaan itu adalah pencobaan bunuh diri. Selama tujuh hari aku menderita; dan setelah tujuh hari Yesus menganugerahkan kepadanya rahmat yang dimohonkan, dan kemudian penderitaanku pun berakhirlah. Sungguh suatu penderitaan yang hebat. Kerap kali aku menanggungkan ke atas diriku penderitaan-penderitaan yang dihadapi murid-murid kita. Yesus mengijinkanku melakukan hal ini, pula bapa pengakuanku.

Hatiku adalah tempat tinggal tetap bagi Yesus. Tak seorang pun, hanya Yesus, yang dapat masuk ke dalamnya. Dari Yesus, hatiku beroleh kekuatan guna menghadapi berbagai kesulitan dan pertentangan. Aku rindu diubah ke dalam Yesus agar dapat memberikan diriku seutuhnya bagi jiwa-jiwa. Tanpa Yesus, aku tak akan mendekati jiwa-jiwa, sebab aku tahu siapa aku ini dari diriku sendiri. Aku menyerap Tuhan ke dalam diriku guna memberikan-Nya kepada jiwa-jiwa.

27 Maret. Aku rindu berjuang, mengerahkan daya upaya serta mengosongkan diriku sendiri demi karya kita dalam menyelamatkan jiwa-jiwa baka. Tak mengapalah jika segala usaha ini akan memperpendek usia hidupku; hidupku bukan milikku lagi, melainkan milik komunitas. Aku rindu menjadikan diriku berdaya-guna bagi seluruh Gereja dengan taat kepada komunitasku.

O Yesus, hari ini jiwaku seolah gelap oleh penderitaan. Tanpa secercah sinar pun. Badai mengamuk, sementara Yesus tertidur. Ya Tuan-ku, aku tak hendak membangunkan-Mu; aku tak hendak menganggu tidur lelap-Mu. Aku percaya Engkau melindungiku tanpa aku menyadarinya.     

Sepanjang jam-jam yang panjang aku menyembah-Mu, ya Roti Hidup, di tengah musim kemarau panjang dalam jiwaku. Ya Yesus, Cinta sejati, aku tak membutuhkan penghiburan-penghiburan; aku telah dihidupi oleh kehendak-Mu, ya Yang Mahakuasa! Kehendak-Mu adalah tujuan keberadaanku. Rasanya seluruh dunia menantiku dan bergantung padaku. Engkau, ya Tuhan, memahami jiwaku dengan segala hasrat dan kerinduannya.

Yesus, di kala aku sendiri tak dapat menyanyikan bagi-Mu madah-madah cinta, aku mengagumi nyanyian para Serafim, mereka yang sangat Engkau kasihi. Aku rindu membenamkan diriku dalam Engkau, seperti mereka. Tak suatupun yang akan dapat menghalangi kasih yang demikian, sebab tak ada daya yang sanggup berkuasa atasnya. Bagaikan kilat yang menerangi kegelapan, namun tidak tinggal di dalamnya. Ya Tuan-ku, bentuklah jiwaku seturut kehendak-Mu dan seturut rancangan-rancangan-Mu yang abadi!

Seorang tertentu tampaknya telah bertekad untuk mencobai keutamaanku dengan segala macam cara. Suatu hari, ia menghentikanku di lorong dan mulai mengatakan bahwa ia tak punya dasar untuk mempersalahkanku, namun demikian, ia memerintahkanku untuk berdiri di sana, di seberang kapel kecil selama setengah jam lamanya dan menunggu Moeder Superior yang akan lewat di sana dari rekreasi, dan aku harus mempersalahkan diriku atas macam-macam hal yang ia perintahkanku untuk mengatakannya. Walau aku tak mengerti sama sekali hal yang terjadi atas jiwaku ini, aku taat dan menanti Moeder Superior selama setengah jam penuh. Setiap suster yang lewat melihatku dengan tersenyum. Ketika aku mempersalahkan diri di hadapan Moeder Superior (Raphael), ia mengirimku kepada bapa pengakuan. Ketika aku mengakukan dosaku, imam segera menyadari bahwa hal ini merupakan sesuatu yang bukan berasal dari jiwaku sendiri dan bahwa aku tak memiliki sedikitpun ide semacam itu. Imam sangat terperanjat bahwa orang ini berani memikul tanggung jawab memberikan perintah yang demikian.

Ya Gereja Allah, engkaulah Bunda yang terbaik, hanya engkau yang dapat memelihara jiwa dan membuatnya bertumbuh. Oh, betapa besar kasihku dan hormatku kepada Gereja, yang terbaik dari segala ibunda!

Dalam suatu kesempatan, Tuhan mengatakan kepadaku, “Puteri-Ku, kepercayaanmu dan kasihmu menahan keadilan-Ku; Aku tak dapat menimpakan penghukuman karena engkau menghalangi-Ku melakukannya.” Oh, betapa dahsyat kuasa jiwa yang penuh kepercayaan!

Ketika aku merenung mengenai kaul kekalku dan Siapa Dia yang hendak dipersatukan denganku, berjam-jam lamanya aku tenggelam dalam permenungan akan Dia. Bagaimana mungkin hal ini terjadi; Engkau Allah, sedangkan aku - aku ini makhluk ciptaan-Mu. Engkau Raja Abadi, sedangkan aku, seorang pengemis dan kemalangan itu sendiri! Tetapi, sekarang semuanya telah menjadi jelas bagiku; rahmat-Mu dan kasih-Mu, ya Tuhan, yang akan mengatasi jurang pemisah antara Engkau Yesus, dan aku.

Ya Yesus, betapa amat menyakitkan jiwa apabila jiwa senantiasa berusaha tulus, sementara mereka menuduhnya munafik, dan mereka memperlakukannya dengan sikap curiga. Ya Yesus, Engkau juga menanggung penderitaan semacam ini demi memuaskan BapaMu.

Aku ingin menyembunyikan diriku hingga tak ada suatu makhluk pun yang mengenali hatiku. Yesus, Engkau saja yang memahami hatiku serta memilikinya sepenuhnya dan seutuhnya. Tak seorang pun tahu rahasia kita. Kita saling memahami satu sama lain dengan hanya satu tatapan saja. Sejak saat kita saling mengenal, aku merasa bahagia. Keagungan-Mu adalah kepenuhanku. Ya Yesus, saat aku di tempat yang terbawah, lebih rendah dari para postulan, bahkan yang termuda dari antara mereka, saat itu aku merasa bahwa aku berada di tempat yang tepat bagiku. Aku tidak tahu bahwa Tuhan telah melimpahkan begitu banyak kebahagiaan dalam bilik-bilik kecil yang suram ini. Sekarang aku mengerti bahkan dalam penjara dapat saja terpancar kepenuhan kasih bagi-Mu dari suatu hati yang murni. Ya Tuhan! Hal-hal duniawi tak ada artinya dibandingkan dengan kasih yang murni; kasih yang murni melampaui itu semua. Tak suatu gerbang penjara maupun gerbang-gerbang surga yang cukup kuat menahan kasih yang murni. Kasih itu mencapai Tuhan Sendiri, tak suatu pun dapat memadamkannya. Ia tak mengenal halangan; ia bebas bagaikan seorang ratu dan bebas masuk ke segala tempat. Bahkan kematian sendiri harus menundukkan kepala di hadapannya….

Saudariku (Wanda) datang mengunjungiku hari ini. Ketika diceritakannya kepadaku rencana-rencananya, aku tercekam ketakutan. Bagaimana mungkin hal yang demikian dapat terjadi? Sebentuk jiwa kecil yang cantik di hadapan Tuhan; namun kegelapan besar datang meliputinya, dan ia tak tahu bagaimana menolong dirinya sendiri. Pandangannya gelap terhadap semua. Allah yang baik mempercayakannya ke dalam tanganku; selama dua minggu aku dapat bekerja bersamanya. Tetapi, berapa banyak jiwa ini harus berkurban, hanya Tuhan saja yang tahu. Sebab tak ada jiwa lain yang baginya aku mempersembahkan begitu banyak kurban, penderitaan dan doa-doa di hadapan tahta Allah, seperti yang kulakukan bagi jiwanya. Aku merasa bahwa aku telah memaksa Tuhan untuk menganugerahkan rahmat kepadanya. Ketika aku merenungkan semua ini, aku mendapati bahwa hal ini sungguh suatu mukjizat. Sekarang aku dapat melihat betapa besar kuasa doa perantaraan di hadapan Tuhan.

Sekarang, sepanjang Masa Prapaskah ini, seringkali aku merasakan Sengsara Tuhan Yesus dalam tubuhku sendiri. Aku merasakan dalam lubuk hatiku segala yang diderita Yesus, walau tak tampak tanda-tanda lahiriah yang memperlihatkan sengsaraku. Hanya bapa pengakuan yang tahu mengenainya.

Percakapan Singkat dengan Moeder Direktur (Margaret).

Ketika aku menanyakan kepadanya beberapa hal mengenai perkembangan dalam kehidupan rohani, Moeder yang kudus ini menjawab semuanya dengan terang dan jelas. Katanya, “Jika engkau terus bekerjasama dengan rahmat Tuhan seperti ini, Suster, engkau hanya tinggal selangkah lagi dari persatuan erat dengan Tuhan. Engkau tahu apa yang aku maksudkan dengan ini. Yaitu bahwa karakteristik dasarmu haruslah setia pada rahmat Tuhan. Tuhan tidak membimbing semua jiwa sepanjang jalan yang demikian.”

Kebangkitan Tuhan.

Pada hari ini, pada waktu (Misa) Kebangkitan Tuhan, aku melihat Tuhan Yesus di tengah suatu cahaya yang gemilang. Ia menghampiriku dan berkata, “Damai bagimu, anak-anak-Ku,”; Ia mengangkat tangan-Nya dan menyampaikan berkat. Luka-luka di tangan, kaki dan lambung-Nya meninggalkan bekas yang tak terhapuskan; sinar memancar dari luka-luka-Nya itu. Kala Ia memandangku dengan tatapan yang lemah lembut dan penuh kasih, segenap jiwaku tenggelam dalam Dia. Dan Yesus mengatakan, “Engkau telah banyak ambil bagian dalam Sengsara-Ku, sebab itu sekarang Aku menganugerahkan kepadamu bagian yang besar dalam sukacita dan kemuliaan-Ku.” Keseluruhan (Misa) Kebangkitan Tuhan serasa bagaikan semenit saja bagiku. Permenungan yang mengagumkan memenuhi jiwaku dan berlangsung sepanjang seluruh perayaan. Kebaikan Yesus sungguh mahadahsyat hingga tak mampu aku mengungkapkannya.

Keesokan harinya, sesudah Komuni, aku mendengar suara yang mengatakan, “Puteri-ku, lihatlah ke kedalaman belas kasih-Ku dan luhurkan serta muliakanlah kerahiman-Ku ini. Lakukanlah dengan cara berikut: Kumpulkanlah segenap orang-orang berdosa dari seluruh penjuru dunia dan benamkanlah mereka ke kedalaman belas kasih-Ku. Aku hendak memberikan DiriKu Sendiri kepada jiwa-jiwa; Aku sangat merindukan jiwa-jiwa, Puteri-Ku. Pada hari pesta-Ku, Pesta Kerahiman, engkau akan menjelajah seluruh dunia dan membawa jiwa-jiwa yang lemah ke sumber kerahiman-Ku. Aku akan menyembuhkan serta memperkuat mereka.”

Hari ini aku berdoa bagi suatu jiwa menderita, yang menghadapi sakrat maut tanpa Sakramen-sakramen Kudus, walau ia sangat merindukannya. Tetapi, terlambat sudah. Jiwa itu adalah seorang kerabatku, isteri dari pamanku. Ia adalah jiwa yang menyenangkan Allah. Tak ada jarak di antara kami pada saat itu.

Wahai engkau, kurban-kurban kecil setiap hari, bagiku engkau bagaikan bunga-bunga liar yang aku taburkan di atas kaki Yesus-ku yang terkasih. Terkadang aku memperbandingkan kurban-kurban sepele ini dengan keutamaan-keutamaan yang gagah berani, sebab kesanggupan untuk menanggungnya membutuhkan kegagahan.

Dalam penderitaan, aku tidak mencari pertolongan dari makhluk ciptaan; tetapi, Tuhan adalah segala-galanya bagiku. Walau demikian, acapkali tampaknya bahkan Tuhan tidak mendengarkanku. Aku memperlengkapi diriku dengan kesabaran dan keheningan, bagaikan seekor merpati yang tak mengeluh dan tak merasakan kepahitan saat anak-anaknya direnggut darinya. Aku ingin membubung tinggi ke pusat matahari; aku tak hendak berhenti dalam awan-gemawan! Aku tak akan kenal lelah, sebab pada-Mu aku bersandar - ya Engkau, Kekuatan-ku!

Dengan sangat aku memohon kepada Tuhan agar memperteguh imanku, sehingga dalam kehidupan sehari-hari yang monoton ini aku tidak dibimbing oleh disposisi manusia, melainkan oleh disposisi roh. Oh, betapa segalanya menyeret manusia ke bumi! Tetapi, iman yang hidup memelihara jiwa di tempat yang lebih tinggi dan membuatnya puas terhadap tempatnya yang pantas; yaitu di tempat terbawah.  

Sekali lagi, suatu kegelapan yang mengerikan meliputi jiwaku. Aku merasa bahwa aku menjadi kurban ilusi. Kala aku pergi mengaku dosa guna mendapatkan terang dan damai, aku sama sekali tak mendapatinya di sana. Bapa pengakuan meninggalkanku dalam keadaan lebih bimbang dan ragu dari sebelumnya. Katanya, “Aku tak dapat menentukan kuasa apa yang bekerja dalam engkau, Suster; mungkin Tuhan, tetapi mungkin juga roh jahat.” Sejak saat meninggalkan kamar pengakuan, aku mulai memikirkan perkataannya. Semakin aku merenungkannya, semakin dalam jiwaku tenggelam dalam kegelapan. “Yesus, apakah yang harus aku lakukan?” Kala Yesus menghampiriku dengan kasih sayang, aku ketakutan. “Adakah Engkau sungguh-sungguh Yesus?” Di satu pihak aku tenggelam dalam kasih, sementara di lain pihak aku dicekam ketakutan. Betapa siksa ini! Aku tak dapat mengungkapkannya!

Ketika aku pergi mengaku dosa lagi, aku menerima jawaban berikut, “Aku tak mengerti engkau, Suster. Akan lebih baik jika engkau tidak datang kepadaku untuk mengaku dosa.” Ya, Tuhan! …. Aku telah banyak bergulat dengan diriku sendiri sebelum aku sanggup mengatakan suatupun mengenai kehidupan batinku, dan sekarang jawaban ini yang kudapat, “Suster, aku tidak mengerti engkau!”  

Kala aku meninggalkan kamar pengakuan, berbagai siksa aniaya menderaku. Aku pergi ke hadapan Sakramen Mahakudus dan mengatakan, “Yesus, selamatkan aku; Engkau tahu betapa lemahnya aku!” Lalu aku mendengar kata-kata ini, “Aku akan menolongmu pada waktu retret sebelum kaul kekal.” Disemangati kata-kata ini, aku mulai maju tanpa meminta nasehat siapa pun. Tetapi aku sangat tidak percaya pada diriku sendiri hingga aku memutuskan untuk mengakhiri segala kebimbangan ini sekali untuk selamanya. Sebab itu aku merindukan dengan penuh hasrat retret sebelum kaul kekal. Beberapa hari menjelang retret, aku terus-menerus mohon pada Tuhan untuk memberikan terang kepada imam yang akan melayani pengakuanku, agar ia dapat mengatakan, sekali untuk selamanya, apakah ya atau tidak. Dan aku berpikir dalam hati, “Aku akan tenang, sekali untuk selamanya.” Tetapi, aku terus-menerus khawatir, adakah yang mau mendengarkanku mengenai segala masalah ini? Akhirnya, aku memutuskan untuk tak memikirkan hal ini sama sekali dan mempercayakan semuanya pada Tuhan. Kata-kata yang terus terngiang di telingaku adalah, “pada waktu retret.”

Sekarang semuanya telah siap. Esok pagi kami akan berangkat ke Krakow untuk mengikuti retret. Hari ini aku masuk kapel untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas rahmat berlimpah yang tak terbilang, yang Ia curahkan atasku sepanjang lima bulan ini. Hatiku amat tersentuh mengenangkan begitu banyak rahmat dan begitu banyak perhatian dari pihak para superior.

“Puteri-Ku, tenanglah; Aku Sendiri yang menangani segala masalah ini. Aku akan mengatur semuanya dengan para superior dan bapa pengakuan. Berbicaralah kepada Pater Endures dengan kesahajaan dan kepercayaan seperti engkau berbicara kepada-Ku.”

Kami tiba di Krakow hari ini (18 April 1933). Betapa senangnya berada di sini kembali, di mana aku mengawali langkah-langkahku dalam kehidupan rohani! Moeder Direktur yang terkasih (Maria Yosef) tetap sama seperti yang dulu, riang gembira dan penuh kasih sayang terhadap sesama. Aku masuk ke kapel sejenak dan sukacita mengisi relung-relung hatiku. Terlintas dalam kenangan samudera rahmat yang dianugerahkan kepadaku semasa aku masih seorang novis di sini.

Dan hari ini kami berkumpul bersama untuk satu jam kunjungan ke novisiat. Moeder Direktur Maria Yosef memberi kami pengarahan singkat dan garis besar program retret. Sementara ia menyampaikan hal-hal ini kepada kami, aku melihat di hadapan mataku segala perbuatan baik yang telah dilakukan Moeder bagi kami. Aku merasakan dalam jiwaku suatu perasaan terima kasih mendalam kepadanya. Hatiku bersedih mengingat bahwa ini akan menjadi kunjunganku yang terakhir kalinya di novisiat. Sekarang, aku harus berjuang bersama Yesus, bekerja bersama Yesus, menderita bersama Yesus; singkat kata, hidup dan mati bersama Yesus. Moeder Direktur tak akan ada lagi di sampingku untuk mengajariku mengenai hal-hal ini, menegurku akan hal-hal itu, ataupun memperingatkan, menyemangati ataupun memarahiku. Aku sangat takut dibiarkan seorang diri. Yesus, berbuatlah sesuatu untuk ini. Aku akan senantiasa mempunyai seorang superior, itu benar; tetapi sekarang aku akan lebih banyak dibiarkan berdiri di atas kakiku sendiri.


 Krakow, 21 April 1993
Demi Kemuliaan Allah yang Terlebih Besar
Retret Selama Delapan Hari sebelum Kaul Kekal

Aku memulai retret hari ini. Yesus, Guru-ku, bimbinglah aku. Pimpinlah aku seturut kehendak-Mu, murnikanlah kasihku agar layak bagi-Mu, perbuatlah padaku seturut kehendak Hati-Mu yang Maharahim. Yesus, akan hanya ada Engkau dan aku sepanjang hari-hari ini hingga saat persatuan kita. Peliharalah aku, Yesus, dalam roh permenungan!

Sore hari, Tuhan mengatakan padaku, “Puteri-Ku, janganlah suatupun mengkhawatirkan atau menggelisahkanmu. Tinggallah tetap dalam damai mendalam. Segala sesuatu ada dalam tangan-Ku; Aku akan membuatmu memahami semuanya melalui Pater Andrasz. Bersikaplah bagaikan seorang kanak-kanak kepadanya.”

Sejenak di hadapan Sakramen Mahakudus.

Ya Allah-ku dan Pencipta-ku yang kekal, bagaimana aku akan dapat bersyukur kepada-Mu atas anugerah agung ini, yaitu bahwa Engkau telah berkenan memilih aku yang malang menjadi mempelai-Mu dan bahwa Engkau akan mempersatukanku dengan DiriMu Sendiri dalam suatu ikatan yang abadi? Ya Tambatan hatiku yang terkasih, aku persembahkan kepada-Mu segala sembah sujud serta ucapan syukur para kudus dan segenap paduan suara para malaikat; aku mempersatukan diriku dengan suatu cara yang istimewa dengan BundaMu.

Ya Bunda Maria, Bunda-ku, dengan segala kerendahan hati aku mohon kepadamu, naungilah jiwaku dengan mantol keperawananmu pada saat yang paling penting dalam hidupku ini, agar aku boleh menjadi kesayangan Putramu dan dapat dengan layak meluhurkan kerahiman Putramu di hadapan seluruh dunia sepanjang kekekalan masa.

Aku tak dapat mengerti meditasi hari ini. Rohku tenggelam secara luar biasa dalam Tuhan. Aku tak dapat memaksa diri untuk memikirkan apa yang dikatakan imam sepanjang retret (pengajaran). Seringkali aku tak dapat berpikir sesuai dengan point-point yang dibahas; rohku bersama Tuhan, dan itulah meditasiku.

Beberapa patah kata dari percakapanku dengan Moeder Direktur Maria Yosef.

Ia menerangkan banyak hal kepadaku, dan ia membuatku tenang sehubungan dengan kehidupan rohaniku, meyakinkanku bahwa aku ada di jalan yang benar. Aku berterima kasih kepada Tuhan Yesus atas anugerah besar ini, sebab dialah yang pertama dari antara para superior yang tidak membangkitkan suatu keraguan pun dalam diriku sehubungan dengan hal ini. Oh, betapa kebaikan Tuhan sungguh tak terhingga!

Ya Hosti yang hidup, satu-satunya daya dan kekuatanku, sumber cinta dan belas kasih, rengkuhlah seluruh dunia, perteguhlah jiwa-jiwa yang lemah. Oh, diberkatilah saat ketika Yesus menempatkan dalam diri kita HatiNya yang Maharahim!

Menanggung derita tanpa mengeluh, mendatangkan penghiburan bagi sesama dan membenamkan segala penderitaanku sendiri dalam Hati Yesus yang Mahakudus!

Aku hendak menghabiskan segenap waktu luangku di kaki (Tuhan Yesus dalam) Sakramen Mahakudus. Di kaki Yesus, akan kucari terang, penghiburan dan kekuatan. Dengan tak kunjung henti aku hendak mengungkapkan rasa syukurku kepada Tuhan atas belas kasih-Nya yang berlimpah kepadaku, tak pernah melupakan segala rahmat yang dianugerahkan-Nya kepadaku, teristimewa rahmat panggilan.

Aku hendak menyembunyikan diriku di antara para suster, bagaikan sekuntum violet kecil di antara bunga-bunga bakung. Aku ingin mekar bagi Tuhan dan Pencipta-ku, melupakan diri sendiri, mengosongkan diri sepenuhnya demi jiwa-jiwa baka - inilah sukacitaku.

Beberapa pokok pikiran.

Mengenai Sakramen Pengakuan yang kudus, aku akan memilih apa yang paling banyak menuntut pengorbanan dan kerendahan hati. Terkadang, suatu hal yang sepele menuntut lebih banyak pengorbanan daripada suatu hal yang lebih besar. Aku hendak merenungkan Sengsara Yesus di setiap pengakuan dosa, membangkitkan rasa tobat dalam hatiku. Sebelum menghampiri kamar pengakuan, terlebih dahulu aku akan masuk ke dalam Hati Sang Juruselamat yang terbuka dan penuh belas kasih. Setelah meninggalkan kamar pengakuan aku akan membangkitkan dalam hatiku rasa syukur berlimpah kepada Tritunggal Mahakudus atas mukjizat belas kasih yang mengagumkan serta tak terpahami ini, yang terjadi dalam jiwaku. Semakin malang dan menyedihkan jiwaku, semakin aku merasakan samudera belas kasih Allah yang melingkupiku serta memberiku kekuatan dan daya yang luar biasa.

Peraturan-peraturan yang paling sering aku langgar: terkadang aku memecahkan keheningan; tidak taat pada tanda lonceng; terkadang aku mencampuri urusan orang lain. Aku harus berusaha sebaik mungkin untuk memperbaikinya. Aku akan menghindari para suster yang berkeluh-kesah, dan jika hal itu tak mungkin, aku akan setidak-tidaknya diam di hadapan mereka, dengan demikian mereka akan tahu betapa menyesalnya aku mendengar hal-hal semacam itu. Aku tak perlu peduli akan pendapat orang lain, melainkan taat pada kata hati nuraniku sendiri dan menjadikan Allah sebagai saksi dari semua perbuatanku. Haruslah aku melakukan segalanya dan bertindak dalam segalanya sekarang ini seperti akan kulakukan dan kuperbuat pada saat ajalku. Sebab itu, dalam segala tindakan, haruslah aku ingat akan Tuhan.

Menghindari asumsi persetujuan. Aku harus melaporkan (bahkan) hal-hal kecil kepada superior dan melakukannya sedetil mungkin. Aku harus setia pada latihan-latihan rohani; aku tak akan mudah minta dispensasi dari latihan-latihan tersebut. Aku harus memelihara keheningan di luar waktu rekreasi, menghindari gurauan dan lelucon yang membuat orang lain tertawa dan memecahkan keheningan. Aku harus sungguh menghargai bahkan peraturan-peraturan terkecil sekalipun. Aku tak boleh membiarkan diriku larut dalam kesibukan kerja, (melainkan) beristirahat untuk mengarahkan pandangan ke surga. Berbicara sedikit kepada manusia, tetapi banyak kepada Allah. Menghindari keakraban. Aku tak akan terlalu peduli siapa yang ada di pihakku dan siapa yang menentangku. Aku tak akan memberitahukan kepada yang lain mengenai perkara-perkara yang harus aku tanggung. Aku harus menghindari berbicara keras kepada yang lain sementara bekerja. Aku harus memelihara kedamaian dan ketenangan hati sepanjang maa-masa derita. Pada saat-saat sulit, aku akan mencari perlindungan dalam Luka-luka Yesus; aku akan mencari penghiburan, ketentraman, terang serta peneguhan dalam Luka-Luka Yesus.

Di masa-masa pencobaan, aku akan berusaha melihat tangan kasih Tuhan. Tak ada suatu pun yang tetap selain penderitaan - penderitaan senantiasa setia menyertai jiwa. Ya Yesus, aku tak akan membiarkan seorang pun mengasihi Engkau lebih dari aku!

O Yesus, tersamar dalam Sakramen Mahakudus, Engkau tahu bahwa dengan mengucapkan kaul-kaul kekalku, aku meninggalkan masa novisiat sekarang ini. Yesus, Engkau mengerti betapa rapuh dan tak berdayanya aku, sebab itu, sejak hari ini, aku akan memasuki novisiat-Mu dengan suatu cara yang istimewa. Aku akan terus menjadi seorang novis, tetapi novis-Mu, ya Yesus, dan Engkau akan menjadi Guru-ku, hingga akhir waktu. Dari hari ke hari aku akan menyimak pengajaran di bawah kaki-Mu; aku tak akan melakukan bahkan hal terkecil sekali pun dari diriku sendiri tanpa terlebih dahulu membicarakannya dengan Engkau, ya Guru-ku. Yesus, betapa bahagianya aku bahwa Engkau Sendiri telah menarikku dan membawaku masuk ke dalam novisiat-Mu; begitulah, ke dalam tabernakel. Dengan mengucapkan kaul-kaul kekal, aku sama sekali tidak akan menjadi seorang biarawati yang sempurna. Tidak, tidak! Aku masih tetap seorang novis kecil Yesus yang rapuh, dan aku harus berjuang mencapai kesempurnaan seperti yang aku lakukan di hari-hari pertama novisiat, dan aku akan mengerahkan segenap daya upaya guna memelihara disposisi batin yang sama seperti pada hari pertama pintu biara terbuka untuk menerimaku.

Dengan kepercayaan dan kesederhanaan seorang kanak-kanak kecil, aku mempersembahkan diriku kepada-Mu hari ini, ya Tuhan Yesus, Guru-ku. Aku memberi-Mu kebebasan penuh untuk mengarahkan jiwaku. Bimbinglah aku sepanjang jalan yang Kau kehendaki. Aku tak akan mempertanyakannya. Aku akan mengikuti-Mu dengan kepercayaan penuh. Hati-Mu yang Maharahim dapat melakukan segalanya!


    NOVIS KECIL YESUS - SUSTER FAUSTINA

Di awal retret, Yesus mengatakan padaku, “Sepanjang retret ini, Aku Sendiri yang akan mengarahkan jiwamu. Aku hendak meneguhkanmu dalam damai dan kasih.” Demikianlah, hari-hari pertama berlalu. Pada hari keempat, keraguan mulai mengusikku: tidakkah ketentramanku ini semu? Lalu, aku mendengar kata-kata ini, “Puteri-Ku, bayangkan bahwa engkau penguasa atas segenap isi dunia dan berkuasa membinasakan segala sesuatu sesuka kehendak baikmu. Engkau memiliki wewenang untuk melakukan segala kebajikan yang engkau inginkan; tiba-tiba, seorang kanak-kanak kecil mengetuk pintumu, gemetar dan berlinang airmata; percaya akan belas kasihmu, ia memohon sekerat roti agar jangan ia mati kelaparan. Apakah yang akan engkau lakukan terhadap kanak-kanak ini? Jawablah Aku, puteri-Ku.” Kataku, “Yesus, aku akan memberikan kepadanya segala yang ia minta, dan aku akan melakukannya beribu-ribu kali lagi.” Kata Tuhan kepadaku, “Demikianlah Aku memperlakukan jiwamu. Dalam retret ini Aku akan menganugerahkan kepadamu, bukan saja damai, melainkan juga disposisi batin yang begitu rupa, hingga bahkan jika engkau ingin mengalami kegelisahan, engkau tak akan dapat melakukannya. Kasih-Ku telah menguasai jiwamu, dan Aku ingin engkau diperteguh di dalamnya. Sendengkanlah telingamu dekat pada Hati-Ku, lupakan yang lain, dan renungkanlah belas kasih-Ku yang menakjubkan. Kasih-Ku akan memberimu kekuatan dan keberanian yang engkau perlukan dalam menghadapi masalah-masalah ini.”

Yesus, Hosti yang hidup, Engkau Bunda-ku, Engkau segalanya bagiku! Dengan kesahajaan dan kasih, dengan iman dan kepercayaan penuh aku akan senantiasa datang kepada-Mu, ya Yesus! Aku akan berbagi segalanya dengan-Mu, bagaikan seorang kanak-kanak dengan bundanya yang terkasih, baik sukacita maupun deritaku - singkat kata, segalanya.

Tak seorang pun akan mampu memahami apa yang dirasakan hatiku saat aku merenungkan kenyataan bahwa Tuhan mempersatukanku dengan DiriNya Sendiri melalui kaul. Tuhan membuatku mengerti, bahkan sekarang, kedhasyatan kasih-Nya untukku sebelum permulaan waktu; sementara aku, aku baru mulai mengasihi-Nya pada waktunya. Kasih Tuhan (selamanya) agung, murni dan sejati; sementara kasihku kepada-Nya berawal dari kenyataan bahwa aku mulai mengenal-Nya, semakin membara, semakin berkobar-kobar kasihku kepada-Nya, dan semakin sempurnalah tindakanku. Setiap kali aku memikirkan bahwa dalam beberapa hari lagi aku akan menjadi satu dengan Tuhan melalui kaul kekal, suatu sukacita yang tak terlukiskan meliputi segenap jiwaku. Sejak dari awal mula aku mulai mengenal Tuhan, tatapan jiwaku tenggelam dalam Dia sepanjang kekekalan masa. Setiap kali Tuhan menghampiriku dan pemahamanku akan Dia semakin mendalam, semakin sempurnalah cinta kasih dalam jiwaku.

Sebelum pengakuan dosa, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Puteri-Ku, katakan semuanya dan ungkapkan jiwamu kepadanya seperti yang engkau lakukan kepada-Ku. Janganlah takut akan suatupun. Demi memelihara damai dalam hatimu, maka aku menempatkan imam ini antara jiwamu dan DiriKu Sendiri. Kata-kata yang akan ia sampaikan kepadamu adalah kata-kata-Ku. Ungkapkanlah kepadanya rahasia-rahasia jiwamu yang terbesar. Aku akan memberinya terang untuk memahami jiwamu.”

Kala aku menghampiri kamar pengakuan, aku merasa begitu mudah jiwaku mengungkapkan segalanya hingga, kemudian, aku sendiri merasa heran. Jawaban-jawaban bapa pengakuan mendatangkan damai yang tenang dalam jiwaku. Kata-katanya, adalah, selalu dan akan senantiasa menjadi tiang-tiang api yang menerangi dan akan terus menerangi jiwaku dalam usahanya mengejar kekudusan yang tertinggi.

Pengarahan yang aku terima dari Pater Andrasx aku catat pada halaman lain dalam buku catatan ini (bdk. Buku Catatan Harian no 55).

Ketika aku selesai mengakukan dosaku, jiwaku tenggelam dalam Tuhan, dan aku berdoa hingga tiga jam lamanya, yang bagiku serasa hanya beberapa menit saja. Sejak saat itu, aku tak menempatkan halangan apapun pada jalan rahmat yang bekerja dalam jiwaku. Yesus mengerti mengapa selama ini aku takut berhubungan akrab dengan-Nya dan Ia sama sekali tak marah. Sejak saat imam meyakinkanku bahwa apa yang aku alami bukan ilusi, melainkan rahmat Tuhan, aku berusaha untuk setia pada Tuhan dalam segala hal. Aku dapat melihat sekarang betapa sedikit saja imam yang memahami kedalaman karya Allah dalam jiwa. Sejak saat itu, sayap-sayapku telah terentang siap untuk terbang, dan aku sangat rindu membubung tinggi ke pusat matahari. Aku tak akan berhenti terbang hingga aku beristirahat dalam Dia selama-lamanya. Ketika kita terbang sangat tinggi, segala kabut dan awan-gemawan ada di bawah kaki kita, dan seluruh jasmani kita patut tunduk pada roh kita.

Ya Yesus, aku merindukan keselamatan jiwa-jiwa baka. Dalam kurbanlah hatiku akan dapat mengungkapkan dirinya secara bebas, dalam kurban yang tak terduga oleh siapa pun. Aku akan terbakar dan dilalap habis secara tersembunyi dalam nyala api kasih Allah yang kudus. Penyertaan Allah akan menjadikan kurbanku murni dan sempurna.

Oh, betapa menyesatkannya penampilan, dan betapa tak adilnya penghakiman. Oh, betapa sering kebajikan menderita hanya karena ia tinggal diam. Untuk dapat tulus hati terhadap mereka yang tak henti-hentinya menyakiti kita, dibutuhkan banyak penyangkalan diri. Orang terluka, namun luka-lukanya tak nampak. Ya Yesus, hanya pada hari-hari terkahir banyak dari hal-hal semacam ini akan dinyatakan. Alangkah bahagianya - tak satu pun dari usaha kita yang sia-sia!

Jam Suci. Pada adorasi jam suci, aku melihat jurang kemalanganku; kebaikan apapun yang ada dalam diriku berasal daripada-Mu ya Tuhan. Tetapi, justru karena aku begitu rapuh dan malang, aku memiliki hak untuk mengandalkan belas kasih-Mu yang tak terhingga.

Sore. Ya Yesus, esok pagi aku akan mengucapkan kaul-kaul kekalku. Aku telah mengundang langit dan bumi, telah mengajak serta segala makhluk untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas karunia-Nya yang agung dan tak terpahami ketika sekonyong-konyong aku mendengar kata-kata ini, “Puteri-Ku, hatimu adalah surga-Ku.” Sejenak saja aku berdoa dan aku harus bergegas, sebab mereka mengusir kami keluar dari segala tempat; sebab di mana-mana - kapel, ruang makan, ruang rekreasi dan dapur - sedang dipersiapkan untuk acara besok, dan kami harus pergi tidur. Tetapi, mustahil tidur. Luapan sukacita telah mengenyahkan rasa kantuk. Aku berpikir, seperti apa ya surga itu, jika di sini saja, dalam pembuangan, Tuhan telah begitu memenuhi jiwaku.

Doa pada waktu Misa pada hari kaul kekal. Hari ini aku menempatkan hatiku pada pola di mana hati-Mu ditempatkan, ya Yesus, dan hari ini aku mempersembahkan diriku bersama Engkau kepada Tuhan Allah, BapaMu dan Bapa-ku, sebagai kurban kasih dan pujian. Bapa Kerahiman, pandanglah kurban hatiku, tetapi Bapa, pandanglah melalui luka-luka Hati Yesus.

1 Mei 1933. Hari Pertama.

Persatuan dengan Yesus pada hari kaul kekal. Yesus, sejak sekarang Hati-Mu adalah milikku dan hatiku adalah milik-Mu saja. Merenungkan Nama-Mu, Yesus, adalah sukacita hatiku. Sungguh, tak dapat aku hidup tanpa Engkau, walau sekejap saja, Yesus. Hari ini jiwaku telah lenyap dalam Engkau, satu-satunya pusaka jiwaku. Kasihku tak mengenal halangan dalam membuktikan diri kepada Kekasih-nya.

Kata-kata Yesus pada hari kaul kekalku, “Mempelai-Ku, hati kita dipersatukan untuk selamanya. Ingatlah kepada Siapa engkau telah berikrar janji….” semuanya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Doaku sementara kami rebah prostratio di bawah selubung. Aku memohon kepada Tuhan agar menganugerahiku rahmat untuk tidak pernah secara sadar dan sengaja menyakiti-Nya bahkan dengan dosa atau cacat cela yang paling kecil sekalipun.

Yesus, Engkau andalanku, aku mengasihi-Mu dengan segenap hatiku! Di saat-saat yang paling sulit, Engkau adalah Bunda-ku. Demi kasih kepada-Mu, ya Yesus, aku mati bagi diriku sendiri pada hari ini dan mulai hidup bagi kemuliaan Nama-Mu yang Kudus.

Cinta, demi cinta akan Engkau, ya Tritunggal Mahakudus, aku mempersembahkan diriku kepada-Mu sebagai kurban pujian, sebagai kurban bakaran diri seutuhnya. Dan melalui kurban diri ini, aku merindukan dimuliakannya Nama-Mu. Ya Tuhan, aku mencampakkan diriku bagai sekuntum mawar kecil di kaki-Mu, ya Tuhan, kiranya harum semerbak bunganya dikenal hanya oleh Engkau saja.

Tiga permohonan pada hari kaul kekalku. Yesus, aku tahu bahwa pada hari ini Engkau tak akan menolak apa pun dariku.   

Permohonan pertama: Yesus, Mempelai-ku terkasih, kepada-Mu aku mohon kemenangan Gereja, teristimewa di Rusia dan di Spanyol; mohon berkat bagi Bapa Suci, Paus Pius XI dan bagi segenap kaum klerus; mohon rahmat pertobatan bagi para pendosa yang keras hati. Dan aku mohon kepada-Mu berkat khusus serta terang, ya Yesus, bagi para imam kepada siapa aku akan mengakukan dosaku sepanjang hidupku.

Permohonan kedua: aku mohon berkat-Mu bagi kongregasi kami, kiranya kongregasi ini dipenuhi semangat yang berkobar. Berkatilah ya Yesus, Moeder Jenderal dan Moeder Direktur kami, segenap novis dan superior. Berkatilah orangtuaku terkasih. Curahkanlah rahmat-Mu, ya Yesus, atas mereka yang ada dalam bimbingan kami; perteguhlah mereka dengan kokoh dengan rahmat-Mu agar mereka yang meninggalkan rumah-rumah kami tidak lagi menghina Engkau dengan dosa. Yesus, aku mohon rahmat bagi tanah airku, lindungilah dari segala serangan musuh.

Permohonan ketiga: Yesus, kepada-Mu aku berdoa bagi jiwa-jiwa yang paling membutuhkan doa. Aku berdoa bagi mereka yang menghadapi ajal, berbelas-kasihanlah kepada mereka. Aku juga mohon kepada-Mu Yesus, bebaskanlah segenap jiwa-jiwa dari api penyucian.

Yesus, kepada-Mu aku percayakan mereka ini: bapa pengakuanku, orang-orang yang aku bawa dalam doa, seorang tertentu… Pater Andrasz, Pater Czaputa, dan imam yang aku temui di Vilnius (Pater Sopocko) yang akan menjadi bapa pengakuanku, suatu jiwa tertentu… seorang imam tertentu, seorang religius tertentu yang Engkau tahu betapa banyak aku berhutang budi kepadanya, dan semua dan semua orang yang aku bawa dalam doa. Yesus, pada hari ini Engkau dapat melakukan segalanya bagi mereka yang aku doakan. Bagi diriku sendiri aku mohon ya Tuhan, ubahlah aku sepenuhnya ke dalam DiriMu Sendiri, peliharalah dalam diriku semangat yang kudus demi kemuliaan-Mu, anugerahkanlah padaku rahmat serta kekuatan rohani untuk melaksanakan kehendak-Mu yang kudus dalam segala hal.

Syukur terima kasih, ya Mempelai-ku terkasih, atas segala kebajikan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, teristimewa atas lambang kerajaan yang akan dikenakan padaku sejak hari ini dan seterusnya, yang bahkan para malaikat pun tak memilikinya, yaitu salib, pedang dan mahkota duri. Tetapi lebih dari segalanya, ya Yesus-ku, aku bersyukur atas Hati-Mu - itu saja yang aku butuhkan.

Bunda Allah, Bunda Maria yang Terkudus, Bunda-ku, engkau Bunda-ku melalui cara yang sangat istimewa sekarang, sebab Putramu terkasih adalah Mempelai-ku, dan dengan demikian, kami berdua adalah anak-anak-Mu. Demi Putramu, engkau akan mengasihiku. Ya Maria, Bunda-ku terkasih, bimbinglah kehidupan rohaniku begitu rupa hingga menyenangkan Putramu.

Allah yang Kudus dan Mahakuasa, pada saat rahmat mahadahsyat ini dengan mana Engkau mempersatukan diriku dengan DiriMu Sendiri untuk selamanya, aku, yang hanyalah ketiadaan belaka, dengan rasa syukur terdalam, mencampakkan diri di kaki-Mu bagaikan sekuntum bunga yang sangat kecil, yang tak dikenali, dan setiap hari, harum mewangi dari bunga kasih itu akan membubung tinggi ke tahta-Mu.

Pada masa-masa pergulatan dan penderitaan, kegelapan dan badai, kerinduan dan duka, pada masa-masa pencobaan berat, pada masa tak seorang pun mengertiku, ketika aku bahkan dikutuk dan dicaci oleh semua orang, aku akan ingat hari kaul kekalku, hari rahmat Tuhan yang tak terpahami.


Y.M.Y.
Tekad Khusus dari Retret, 1 Mei 1933.

Mengasihi sesama. Pertama: Suka hati menolong para suster. Kedua: Tidak membicarakan mereka yang tidak hadir, dan membela nama baik sesama. Ketiga: Bersukacita atas keberhasilan orang lain.

Ya Tuhan, betapa aku rindu menjadi seorang kanak-kanak kecil. Engkau Bapa-ku, dan Engkau tahu betapa rapuh dan lemahnya aku. Jadi aku mohon pada-Mu, tempatkan aku di sisi-Mu sepanjang masa hidupku dan teristimewa pada saat ajalku. Yesus, aku tahu bahwa cinta kasih-Mu melampaui cinta kasih seorang bunda yang paling lembut hati.

Aku akan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus atas setiap penghinaan dan aku akan berdoa secara istimewa bagi dia yang telah memberi kesempatan padaku untuk dihinakan. Aku akan mempersembahkan diriku sebagai kurban demi kepentingan jiwa-jiwa. Aku tak akan menghitung-hitung besarnya pengurbanan. Aku akan mencampakkan diri di bawah kaki para suster, bagaikan karpet yang tidak saja boleh mereka tapaki, melainkan juga menggosokkan kaki mereka atasnya. Tempatku adalah di bawah kaki para suster; aku akan berusaha sekuat tenaga mendapatkan tempat itu tanpa sepengetahuan yang lain. Cukuplah Tuhan yang melihatnya.

Sekarang hari biasa yang kelabu dimulai. Saat-saat khidmad kaul kekal telah berlalu, tetapi rahmat Tuhan yang luar biasa tinggal dalam jiwaku. Aku merasa aku sepenuhnya milik Allah, aku merasa aku anak-Nya, aku merasa aku seutuhnya kepunyaan Allah. Aku merasakan ini dengan suatu cara yang dapat dirasakan secara fisik. Aku sepenuhnya damai dalam segala sesuatu, sebab aku tahu bahwa adalah urusan Mempelai-ku untuk memeliharaku. Aku telah melupakan diriku sama sekali. Kepercayaan tak terbatas aku serahkan ke dalam Hati-Nya yang Maharahim. Aku terus-menerus bersatu dengan-Nya. Aku merasa seolah Yesus tak akan bahagia tanpaku, pun aku tanpa-Nya. Walau aku mengerti bahwa, sebab Ia Tuhan, Ia bahagia dari DiriNya Sendiri dan sama sekali tak membutuhkan makhluk ciptaan, namun demikian cinta kasih-Nya mendorong-Nya untuk memberikan DiriNya Sendiri kepada makhluk ciptaan dengan kemurahan hati yang melampaui pengertian.

Yesus-ku, aku sekarang akan berjuang demi meluhurkan serta memuliakan Nama-Mu, bergulat hingga hari Engkau Sendiri mengatakan, cukup! Segenap jiwa yang Engkau percayakan padaku, Yesus, aku akan berusaha mendukung mereka dengan doa dan kurban, agar rahmat-Mu dapat bekerja dalam mereka. Ya Kekasih agung jiwa-jiwa, Yesus-ku, aku bersyukur kepada-Mu atas kepercayaan luar biasa dengan mana Engkau berkenan menyerahkan jiwa-jiwa ke dalam tangan kami. Wahai engkau, hari-hari kerja yang menjemukan, bagiku, engkau sama sekali tidak membosankan, sebab setiap saat mendatangkan bagiku rahmat-rahmat dan kesempatan-kesempatan baru untuk melakukan kebajikan.

25 (April) 1993. Ijin-ijin Bulanan. Masuk kapel apabila aku lewat dekatnya. Berdoa di waktu-waktu luang. Menerima, memberi atau meminjamkan barang-barang kecil. Menikmati kudapan pagi dan sore. Terkadang aku tak akan dapat ikut ambil bagian dalam rekreasi. Terkadang aku tak akan dapat ikut ambil bagian dalam doa komunitas. Terkadang aku tak akan dapat ikut ambil bagian dalam doa-doa pagi dan sore. Terkadang bekerja sedikit lebih lama dari jam sembilan atau melakukan aktifitas rohani sesudah jam sembilan. Menulis sesuatu atau mencatat apabila aku senggang. Menelepon. Keluar rumah. Pergi ke gereja apabila aku berada di kota. Masuk ke dalam bilik suster lain apabila diperlukan. Sesekali minum air di luar waktu yang ditentukan.

Matiraga Kecil. Mendaraskan Koronka Kerahiman Ilahi dengan kedua tangan terentang. Setiap hari Sabtu mendaraskan lima peristiwa rosario dengan kedua tangan terentang. Terkadang mendaraskan doa (sementara) rebah prostratio. Setiap hari Kamis berdoa Jam Suci. Setiap hari Jumat melakukan matiraga yang lebih berat demi orang-orang berdosa yang menghadapi ajal.

Yesus, Sahabat hati yang kesepian, Engkau tempat pengungsianku, kedamaian di masa-masa pergulatan dan di tengah samudera kebimbangan. Engkau sinar terang yang mencerahkan jalan hidupku. Engkau segalanya bagi jiwa yang kesepian. Engkau memahami jiwa walau ia tinggal diam. Engkau mengenali cacat cela kami, dan bagaikan seorang dokter yang cakap, Engkau menenangkan serta menyembuhkan, membebaskan kami dari sengsara dan derita - betapa Engkau sungguh ahli.

Kata-kata Bapa Uskup (Rospond) yang disampaikannya pada upacara kaul kekal, “Terimalah lilin ini sebagai tanda terang surgawi dan kasih yang bernyala-nyala.”   

Sementara menyematkan cincin, “Aku mempertunangkan engkau dengan Yesus Kristus, Putra Bapa yang Mahatinggi; kiranya Ia menjaga engkau agar tak bercela. Kenakanlah cincin ini sebagai tanda ikatan kekal antara engkau dengan Kristus, Mempelai para Perawan. Kiranya cincin ini menjadi cincin iman dan tanda Roh Kudus bagimu, sehingga engkau dapat disebut mempelai Kristus dan, jika engkau melayani-Nya dengan setia, engkau akan dimahkotai sepanjang kekekalan masa.”

Yesus, Engkau andalanku; aku mengandalkan samudera belas kasih-Mu. Engkau seorang Bunda bagiku.

Tahun ini, 1933, merupakan tahun yang teristimewa khidmad bagiku, sebab pada Tahun Yubileum Sengsara Yesus ini, aku mengucapkan kaul-kaul kekalku. Dengan cara yang istimewa aku mempersatukan kurbanku dengan kurban Yesus yang tersalib, agar dengan demikian menjadikannya lebih berkenan kepada Allah. Aku melakukan segala hal bersama Yesus, melalui Yesus, dalam Yesus.

Setelah kaul kekal, aku tinggal di Krakow sepanjang bulan Mei, sebab belum diputuskan apakah aku harus ke Rabka atau ke Vilnius. Suatu ketika Moeder Jenderal (Michael) bertanya padaku, “Mengapakah engkau duduk diam-diam di sini dan tidak bersiap untuk pergi ke suatu tempat, Suster?” Jawabku, “Aku ingin melakukan kehendak Allah yang murni; kemana pun engkau menyuruhku pergi, Moeder terkasih, aku akan tahu bahwa adalah kehendak Allah yang murni bagiku aku berada di sana, tanpa campur tangan sedikitpun dari pihakku.”

Moeder Jenderal menjawab, “Bagus!” Keesokan harinya ia memanggilku dan mengatakan, “Engkau menghendaki kehendak Allah yang murni, Suster; baik, jika demikian engkau akan pergi ke Vilnius.” Aku mengucapkan terima kasih dan menanti hari bilamana aku diperintahkan berangkat. Namun demikian, pada saat yang sama, jiwaku dipenuhi sukacita sekaligus ketakutan. Aku merasa bahwa Tuhan mempersiapkan rahmat-rahmat besar bagiku di sana, pula penderitaan-penderitaan berat. Aku tinggal di Krakow hingga tanggal 27 Mei. Karena tak mempunyai tugas kewajiban tetap, aku hanya pergi membantu di kebun. Dan karena kebetulan aku bekerja seorang diri saja di sana sepanjang bulan, aku dapat melakukan retret Yesuit. Meski aku ikut dalam rekreasi komunitas, aku masih dapat melakukan retret Yesuit. Aku menerima banyak pencerahan dari Tuhan pada masa ini.

Empat hari sesudah kaul kekal. Aku berusaha berdoa Jam Suci. Hari itu adalah hari Kamis pertama dalam bulan. Segera setelah aku memasuki kapel, kehadiran Tuhan melingkupiku. Aku sadar benar bahwa Tuhan ada dekatku. Beberapa saat kemudian, aku melihat Tuhan, sekujur tubuh-Nya penuh luka-luka; Ia berkata kepadaku, “Lihatlah kepada siapa engkau telah dipersatukan.” Aku mengerti maksud perkataan-Nya dan menjawab Tuhan, “Yesus, aku terlebih lagi mengasihi Engkau jika aku melihat-Mu penuh luka dan dihancur-remukkan oleh sengsara seperti ini daripada jika aku melihat-Mu dalam kemuliaan.” Yesus bertanya, “Mengapa?” Lalu jawabku, “Keagungan kemuliaan menggentarkanku, sebab aku ketiadaan yang tanpa arti; tetapi luka-luka-Mu menarikku ke Hati-Mu dan mengatakan betapa besar kasih-Mu kepadaku.” Hening setelah percakapan ini. Aku menatap lekat luka-luka-Nya yang kudus dan merasa bahagia boleh menderita bersama-Nya. Aku menderita, namun aku tidak menderita, sebab aku merasa bahagia menyadari betapa dalam kasih-Nya, dan jam-jam pun berlalu bagaikan semenit saja.

Jangan pernah aku menghakimi siapa pun; bersikap lemah-lembut dan penuh pengampunan terhadap yang lain, tetapi keras dan tegas terhadap diri sendiri. Haruslah aku mengarahkan segala sesuatu kepada Tuhan dan, dalam pandanganku sendiri mengenali siapa aku sesungguhnya: sepenuhnya kemalangan dan ketiadaan belaka. Dalam menanggung penderitaan, haruslah aku sabar dan tenang, tahu bahwa segala sesuatu akan berlalu pada waktunya. Saat-saat di mana aku mengucapkan kaul kekalku lebih baik tak usah dikatakan.

Aku dalam Dia dan Dia dalam aku. Sementara Bapa Uskup (Rospond) mengenakan cincin di jariku, Tuhan merasuki seluruh keberadaanku; dan karena aku tak dapat mengungkapkan saat-saat itu, lebih baiklah aku tutup mulut mengenainya. Hubunganku dengan Tuhan sejak kaul kekal, semakin akrab mesra dari sebelumnya. Aku merasa bahwa aku mengasihi Tuhan dan Tuhan mengasihiku. Sebab telah mencecap Tuhan, jiwaku tak dapat hidup tanpa-Nya. Satu jam yang dilewatkan di kaki altar dalam roh kekeringan yang hebat jauh lebih berharga bagiku daripada seratus tahun menikmati kesenangan duniawi. Aku memilih menjadi seorang hamba rendahan dalam biara daripada seorang ratu dalam dunia.

Aku hendak menyembunyikan dari mata orang, kebaikan apapun yang dapat aku lakukan agar Tuhan Sendiri saja yang menjadi ganjaranku. Aku rindu menjadi sekuntum violet kecil yang tersembunyi di balik rerumputan, yang tidak menggores kaki mereka yang menginjaknya, melainkan menebarkan keharumannya; sama sekali melupakan dirinya sendiri dan berusaha menyenangkan orang yang meremukkannya. Hal ini sungguh sulit secara manusiawi, tetapi rahmat Tuhan membantu kita melakukannya.

Terima kasih Yesus, atas anugerah besar membuatku menyadari jurang kemalanganku. Aku tahu bahwa aku adalah jurang ketiadaan dan bahwa, jika rahmat-Mu yang kudus tidak menopangku, dalam sekejap aku akan kembali ke ketiadaan. Maka, dengan setiap detak jantungku, aku mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan-ku, oleh sebab belas kasih-Mu yang luar biasa kepadaku.

Esok hari aku akan berangkat ke Vilnius. Hari ini aku menerima Sakramen Pengakuan dari P Andrasz, imam yang begitu dipenuhi roh Allah, yang menegakkan sayap-sayapku hingga aku dapat membubung ke angkasa yang paling tinggi. Ia meyakinkanku akan segalanya dan mengatakan kepadaku untuk berserah pada Penyelenggaraan Ilahi. “Percayalah dan majulah dengan gagah berani.” Suatu kuasa ilahi yang luar biasa menguasaiku setelah pengakuan dosa. Pater menekankan bahwa haruslah aku setia pada rahmat Tuhan dan mengatakan, “Celaka tak akan menimpamu jika, di masa-masa mendatang, engkau terus memelihara kesahajaan dan ketaatan seperti ini. Percayalah kepada Tuhan; engkau berada di jalan yang benar dan dalam tangan-tangan yang baik, dalam tangan-tangan Tuhan.”

Sore itu aku tinggal sedikit lebih lama di kapel. Aku berbicara kepada Tuhan mengenai jiwa-jiwa tertentu. Terdorong oleh kebaikan-Nya, aku mengatakan, “Yesus, Engkau memberiku Pater ini yang mengenali inspirasi-inspirasiku, dan sekarang Engkau hendak mengambilnya kembali dariku. Apakah yang harus kulakukan di Vilnius ini? Aku tak mengenal siapa pun di sana, dan bahkan dialek orang-orang di sana terasa asing bagiku.” Tuhan berkata kepadaku, “Janganlah takut; Aku tak akan meningkalkanmu seorang diri.” Jiwaku tenggelam dalam doa syukur atas segala rahmat yang telah Tuhan anugerahkan kepadaku melalui perantaraan Pater Andrasz.

Tiba-tiba teringat olehku penglihatan di mana aku melihat imam di antara kamar pengakuan dan altar; aku percaya bahwa aku akan berjumpa dengannya suatu hari nanti. Kata-kata yang telah aku dengar terngiang-ngiang kembali di telingaku: “Ia akan membantumu menggenapi kehendak-Ku di bumi ini.”  

Hari ini, tanggal 27 (Mei 1933), aku berangkat ke Vilnius. Ketika aku melangkahkan kaki keluar biara, aku menatap taman dan biara; saat aku mengarahkan pandanganku ke novisiat, sekonyong-konyong airmata meluncur mengaliri kedua pipiku. Terkenang aku akan segala berkat dan rahmat yang dilimpahkan Tuhan atasku. Tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka, aku melihat Tuhan di samping kebun bunga, kata-Nya, “Janganlah menangis; Aku besertamu selalu.” Kehadiran Tuhan, yang melingkupiku sementara Yesus berbicara, menyertaiku sepanjang perjalanan.

Aku mendapat ijin mengunjungi Czestochowa dalam perjalanan. Aku melihat (lukisan) Bunda Allah untuk pertama kalinya, saat aku menghadiri pembukaan selubung lukisan pada pukul lima pagi. Aku berdoa terus-menerus tanpa henti hingga pukul sebelas, tetapi bagiku rasanya seolah aku baru saja masuk. Superior biara di sana (Moeder Serafin) mengutus seorang suster kepadaku untuk mengatakan agar datang sarapan dan menyampaikan betapa ia khawatir aku akan ketinggalan kereta. Bunda Allah mengatakan banyak hal kepadaku. Aku mempercayakan kaul-kaul kekalku kepadanya. Aku merasa bahwa aku anaknya dan ia adalah Bundaku. Bunda Maria tak menolak satu pun dari permohonan-permohonanku.

Aku telah berada di Vilnius hari ini. Biara terdiri dari beberapa gubuk kecil yang tersebar. Agak sedikit aneh bagiku setelah bangunan-bangunan biara yang besar di Jozefow. Hanya ada delapanbelas biarawati di sini. Biaranya kecil, tetapi kehidupan komunitas lebih akrab. Segenap suster menyambutku dengan hangat, yang sangat membesarkan hatiku dalam menanggung kesulitan dan penderitaan yang menanti. Suster Justine bahkan menggosok lantai demi menyambut kedatanganku.

Kala aku ambil bagian dalam adorasi Sakramen Mahakudus, Yesus memberiku pencerahan mengenai bagaimana aku harus bersikap menghadapi orang-orang tertentu. Aku bertaut dengan segenap kekuatanku pada Hati Yesus yang termanis, mengetahui betapa aku akan sangat rentan terhadap distraksi-distraksi dari luar oleh sebab pekerjaan yang harus aku lakukan di sini di kebun, di mana aku harus banyak berhubungan dengan kaum awam.

Pekan pengakuan dosa tiba; aku kegirangan melihat imam yang telah aku lihat sebelum kedatanganku ke Vilnius. (Begitulah,) aku telah melihatnya dalam suatu penglihatan. Saat itu, aku mendengar kata-kata ini dalam jiwaku, “Inilah hamba-Ku yang setia; ia akan membantumu menggenapi kehendak-Ku di bumi ini.” Namun demikian, aku tidak membuka diri kepadanya seperti yang dikehendaki Tuhan. Dan selama beberapa waktu lamanya aku bergulat melawan rahmat. Dalam setiap pengakuan dosa, rahmat Tuhan merasuki dengan suatu cara yang sangat istimewa, walau demikian aku tak hendak mengungkapkan jiwaku di hadapannya, dan aku bermaksud untuk tidak mengakukan dosa kepada imam itu. Setelah keputusan ini, suatu kegelisahan hebat menguasai jiwaku. Tuhan menegurku dengan keras. Ketika pada akhirnya aku membuka jiwaku sepenuhnya kepada imam ini, Yesus mencurahkan samudera rahmat ke dalam jiwaku. Sekarang aku mengerti apa artinya setia pada suatu rahmat tertentu. Rahmat yang satu itu akan menarik bersamanya serangkaian penuh rahmat-rahmat lain.

Ya Yesus-ku, jagailah aku agar senatiasa dekat pada-Mu! Lihatlah, betapa lemahnya aku! Aku tak dapat maju barang selangkah pun dari diriku sendiri; jadi Engkau, Yesus, sudilah menjagaiku terus-menerus bagaikan seorang ibu menjagai anaknya yang tak berdaya - dan bahkan terlebih lagi.         

Hari-hari kerja, hari-hari perjuangan dan hari-hari penderitaan dimulai. Segalanya berlalu sesuai rutinitas biara. Orang senantiasa menjadi seorang novis; perlu belajar banyak hal dan mengetahui banyak hal, sebab walau peraturan sama, setiap biara memiliki kebiasaan-kebiasaan khasnya sendiri; dan dengan demikian, setiap perubahan merupakan suatu novisiat kecil.

halaman 4

Sumber: “The Divine Mercy in My Soul” by St Faustina Kowalska

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”